32 : Pesta?

47 7 0
                                    

"Zoeee ...."

Ya Tuhan. Baru aja duduk, Hanny udah merengek-rengek mengambil alih tempat duduk Raven.

Gue melirik jam, lalu menatapnya heran. "Tumben lo dateng jam segini?"

"Hiks. Hiks. Hiks. Gue bareng Missy tadi," jawab Hanny. "Motor gue ngeselin dari kemarin. Jadi gue bareng dia. Tapi .... Tapi! Huweee!"

"Apa? Lo disuruh dateng pagi?"

Hanny mengangguk-angguk lesu. "Iya. Dia bilang karena dia ada urusan di ruang OSIS. Tapi ini tuh terlalu pagi!"

Gue tersenyum. "Ini gak 'terlalu' pagi, Hanny. Ini wajar."

"Eh, omong-omong, bentar lagi UKK!" seru Hanny, mendadak rasa sedihnya pergi berganti histeris. "Gue belum belajar banyak! Dan, dan!"

"Apa lagi?" tanya gue sabar.

Temenan sama Hanny itu harus banyak-banyak tarik napas.

"Dan! Ajarin gue dong, Zooo ...!" rengeknya. "Ya? Ya? Ya?"

Kadang gue heran. Ini si Hanny kayak gini gak capek? Maksud gue tuh, teriak 'kan sangat membuang-buang energi.

Dan lagi, sebenernya gue ini bukan orang yang pinter-pinter banget. Emang sih, beberapa kali ulangan gue lebih tinggi dibanding yang lain. Tapi kenapa setiap mau ujian, ada aja yang minta gue buat ajarin mereka?

"Iya," jawab gue. "Kapan?"

Sebelum Hanny menjawab, tiba-tiba sebuah suara menyelutuk kesal.

"Minggir, Han. Gue mau du—"

"—Di rumah Raven dong!" potong Hanny menunjuk cowok itu dengan senyum lebar. "Ya?"

Hah?

"Apaan?" tanya Raven menatap gue dan Hanny bergantian.

"Belajar," jawab Hanny.

"Lo gak bisa belajar sendiri?" tanya Raven. "Lo mendadak jadi bego gitu?"

Hanny langsung melotot dan melayangkan tinjunya pada perut Raven. "Heh! Gini cara lo membalas gue!? Dulu gue yang ngajarin lo! Apa-apaan ini!? Gak terima gue!"

"Apanya? Dulu lo cuma marah-marah dan kalau gue salah jawab, lo langsung jadiin kesempatan mukul gue sepuasnya."

"Hah!? Hah!? Maksud lo!? Terus nilai lo meningkat itu gara-gara siapa coba!?"

"Missy," jawab Raven tenang. "Gue cuma inget dia yang ngajarin gue."

"Sialan!" umpat Hanny. "Jasa gue dilupakan! Gini ya lo! Sikap lo ke gue sama Zoe beda banget! Jahat!"

"Itu gak ada hubungannya. Zoe ya Zoe, lo ya elo. Kalau dari kecil lo baik sih, gue mau aja baik-baikin lo."

"Jahat! Jahat! Jahat! Gak terima gue! Gue bilangin Missy biar tau rasa lo!"

Seakan terpanggil, sebuah suara terdengar membuat mereka menutup mulut langsung. "Diam. Gak usah rame, ini masih pagi."

"Missy .... Masa si Raven—"

"—Gak di denger, Sy."

Gue mah cuma ketawa aja liat mereka berdebat. Punya teman masa kecil itu emang enak, ya.

Dipikir-pikir, Lily itu terhitung teman masa kecil gue 'kan? SD bareng, SMP juga, eh, SMA ketemu lagi. Sebenernya, kenapa gue bertengkar sama dia? Saling dendam gini?

Bentar, bentar. Gue gak dendam sama Lily. Pikiran gue waktu kecil bilang, ini salah gue makanya Lily jadi marah. Apa gue benar-benar melakukan suatu kesalahan, ya?

About Zoe {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang