41 : -

38 3 0
                                    

"... Zoe?"

"Kenapa Zoe?"

"Gak tau. Apa lagi tidur?"

"Tidur? Jarang-jarang Zoe tidur di kelas lho."

Apa!?

Di kelas!?

Gue langsung menegakkan badan dan mengedarkan pandangan. Oh iya, ini di kelas. Harusnya gue nggak lupa kalau ini udah hari masuk sekolah lagi.

"Ah, bangun dia."

Gue menoleh. "Apa? Ada guru?"

Tiara menggeleng. "Kebangun, ya? Sori, sori. Gue kaget aja lo tidur di kelas."

Sekedar info, berhubung ini kelas baru, tempat duduk kembali diacak. Jadi, gue nggak duduk sama Raven lagi. Kebetulan gue malah dapat duduk sama Tiara, si cewek aneh yang agak berbeda.

"Eh, Zo, ini buat lo," kata Deon yang duduk di depan gue sambil meletakkan selembar kertas putih di depan gue.

Tiara terkekeh. "Tadi sebenernya lo dipanggil, tapi karena lo tidur, jadinya malah dititipin ke Deon."

"Apa ini? Undangan?" tanya gue. Gue membaca lembaran itu lalu mengernyit. "Kenapa mendadak gue disuruh ikut MOS anak baru?"

"Entah." Tiara mengangkat bahu.

"Mungkin Hanny yang ngusulin lo," jawab Langit. "Lo tau, OSIS kekurangan orang. Jadi semua anggota OSIS mengusulkan satu orang untuk membantu."

Ah, iya juga, sih ....

Di sekolah gue, anak-anak baru selalu ada acara MOS di malam hari. Jadi mulai sabtu sore sampai minggu siang, mereka bakal menginap dan dapat penjelasan tentang sekolah ini. Sebenernya nggak semua penjelasan yang dikasih itu benar. Angkatan gue malah dapat cerita horor sama penjelasan tentang kelas remidi bagi mereka yang selalu dapat nilai jelek waktu ujian.

Bisa dibilang itu udah tradisi. Jadi mau nggak mau, harus dilakuin.

Tapi gue tipe orang yang nggak bisa begadang kalau gak tidur siang. Makanya gue selalu menghindari kegiatan-kegiatan di malam hari.

Tapi kalau dalam situasi itu, beda lagi ya.

"Ini gak bisa tuker gitu?" tanya gue.

"Ya kali," balas Tiara. "Kalau bisa tuker, ngapain OSIS milih secara diam-diam, 'kan?"

"Maksudnya?"

"Orang-orang di luar OSIS, biasanya dipilih diam-diam dan orang yang dipilih nggak akan dikasih tau sama sekali. Jadi wajar kalau tiba-tiba lo dapat undangan."

Langit mengangguk-angguk. "Gue gak pernah dapat, sih. Jadi, gue gak tau gimana caranya."

"Tapi santai aja," celutuk Tiara. "Di kelas kita, anak OSIS ada dua. Kalau Hanny pilih lo, si Misael jelas pilih Raven, 'kan?"

"Apa hubungannya," balas gue pelan.

Gue melirik ke tempat duduk Raven di pojok belakang, jauh sekali dengan tempat gue yang kembali ke posisi awal, waktu kelas 2 semester 1.

"Eh, gue denger Hanny punya kafe, ya?" tanya Langit. "Di kerja sama bareng sepupu lo, 'kan?"

"Iya," jawab gue.

"Ah, iya!" seru Tiara. "Ayo nanti pulang sekolah ke sana!"

Langit mengangguk bersemangat. "Ayo, Zo, lo harus temenin kita."

Gue menggeleng. "Nggak, pulang sekolah nanti gue sibuk."

"Sok sibuk," ejek Langit. "Sibuk ngapain sih lo?"

"Sibuk bernafas."

Tangan Langit langsung terjulur menyentil dahi, membuat gue langsung melotot. "Sakit!"

"Lo sih, ngeselin."

Tiara terkekeh. "Omong-omong, Zo, belakangan ini lo sama Raven gimana?"

Sambil tetap mengusap-usap dahi, gue menjawab, "Gimana apanya. Ya, biasa."

Emang gitu, 'kan? Gue juga belum bilang apa-apa sama orang tua gue. Lagian gue bilang atau enggak, nggak akan ada yang berubah.

Raven bilang dia mulai kenalan lebih lanjut sama pekerjaan bokapnya. Jadi dia bilang ke gue kalau dia bakal lebih sibuk. Tapi di sekolah, kalau ada kesempatan, dia selalu gangguin gue, tuh.

Emang kenapa?

Langit memutar kursinya ke belakang, menghadap gue sama Tiara. Ia menopang dagu lalu menatap gue aneh. "Belum pacaran juga?"

Gue menggeleng. "Harus gitu, ya? Pacaran?"

"Itu biar lo memperjelas aja," jawab Langit sok bijak.

"Emang kenapa?"

"Lo tau lah, banyak yang nggak suka sama lo," kata Tiara mengupas jeruk yang dibawa dari rumahnya.

Bebas gitu ya, mentang-mentang pelajaran masih gak efektif, bisa makan seenaknya.

"Terus?" tanya gue.

"Mereka gak suka sama lo yang kalau dilihat itu cuek mulu, sementara Raven ngikutin lo ke mana-mana," jelas Langit. Tangannya mengambil satu potongan jeruk Tiara.

"Oh ...."

Iya, gue udah tau, kok.

"Jadi, sebenernya lo suka nggak, sih, sama Raven?"

Pertanyaan itu lagi.

>•<

Gue menghela napas gusar begitu menutup pintu rumah. Melepas sepatu, melonggarkan dasi, melempar tas ke atas sofa gue, lalu merebahkan diri di samping Kanya yang lagi nonton TV.

Gue gak bohong waktu bilang sibuk sepulang sekolah.

Dari kemarin lusa sampai tiga hari ke depan, gue sendirian di rumah, sama Kanya juga, sih. Kanya itu nama adek gue.

Mama lagi menemani Papa yang makin banyak kerjaan di sana. Kakak gue juga ada di kosnya, karena udah mulai kuliah. Berhubung waktu kelas 1 Kanya punya banyak absen, kelas 2 ini dia dapat peringatan. Padahal masih kecil, harusnya, sih, gak papa.

"Kak, laper."

"Iya. Bentar."

"Aku gak mau makan daging lagi," katanya manja.

Karena gue nggak bisa masak, Mama udah kasih stock makanan di kulkas, jadi gue tinggal angetin aja.

Gue menghela napas gusar lalu naik ke atas sofa, sementara Kanya duduk di karpet dengan bulu-bulu ungu. "Mau makan apa?"

"Ayam."

Bukannya ayam itu juga ada dagingnya, ya?

"Eh, gak jadi."

Gue berdecak dan menyalakan aplikasi pesan online gue. "Mau makan apa?" tanya gue lagi.

"Chicken katsu!"

Gue heran. Ini adek gue kok udah paham sama yang namanya 'makanan enak dan mahal', ya?

"Oke, oke."

><

About Zoe {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang