43 : Adik kecil yang manis (2)

38 5 0
                                    

"Huwaaa ...."

Gue tersentak. Rasanya kayak dilempar dari dunia mimpi. Jelas aja kepala gue langsung cenat-cenut.

"Hiks. Hiks."

Gue mengangkat kepala gue dan sakit leher langsung menyambut gue. Iya sih, tadi malam gue nggak tidur nyenyak, malah tidur setengah duduk dengan kepala di sofa.

Gue berdiri dan menggendong adik gue yang juga tidur di sofa, efek karena nggak bisa tidur. "Apa? Apa?"

Ini jam 7, hebat dan gue baru tidur dua jam tadi malam. Kalau tidur dua jam full sih enak, lha gue kebangun terus setiap lima belas menit.

Berat. Berat.

"Mama mana?" tanyanya dengan suara lirih yang serak dan—jujur—bau.

"Masih di sana," jawab gue. "Kamu minum dulu, ya?"

Kanya mengangguk dan wewangian yang keluar dari mulutnya itu berhasil dikurangi. Setelah itu gue kembali menidurkannya di sofa.

"Mau makan?"

Adek gue mengangguk. "... Bubur."

"Oke."

Beberapa menit kemudian, bubur pun selesai dibuat—meski sachet-an—dan adek gue pun udah agak tenangan.

Bagus, sih. Tapi dia masih 38°.

"Kakak nonton TV!"

Gue menghela nafas gusar. "Iya, iya," balas gue sambil menyalakan TV.

Orang sakit itu biasanya manja, 'kan? Tapi menurut gue, dia emang sengaja manja secara nggak sadar. Soalnya yang dibutuhkan orang sakit itu 'kan sebenernya kasih sayang. Mereka cuma butuh disayang sama orang yang mereka sayang aja. Jadi kadang ada orang yang menganggap dirinya sakit padahal sehat, menurut gue, dia cuma butuh perhatian karena dia kesepian.

Sok bijak amat gue.

Yah ... itu cuma sebatas pemikiran gue yang polos ini, ya. Soalnya orang-orang di sekitar gue sering bertingkah gitu, jadi gue anggap itu yang terjadi.

"Kakak ...."

"Hm?"

"Sakit."

"Iya. Iya."

"Kangen mama."

Gue mengangkat alis, lalu memangkunya. "Besok mama dateng, kok. Kamu 'kan udah besar, udah kelas 2, jadi kamu harus bisa ditinggal mama buat beberapa hari aja, ya."

Adek gue mengangguk sambil terisak kecil.

Dan ada beberapa orang sakit itu lebih sensitif dari biasanya.

>•<

Besoknya,  37,9°.


Itu udah mendingan atau nggak? Gue nggak tau, sih.

Tapi setelah seharian kemarin gue buat dia tidur, harusnya Kanya udah gak papa, 'kan? Sekarang dia juga udah bisa main game yang tokohnya panda, harusnya dia udah agak sembuh 'kan?

... Jadi, gue bisa tidur sebentar, 'kan?


"Kakak!"

Gak bisa.

Gue menyuapi Kanya lalu menghembuskan nafas panjang sambil meletakkan kepala di sandaran sofa. Gue masih harus bersih-bersih, karena Mama pulang hari ini. Kalau dia lihat rumah kacau balau, nggak peduli dengan kerja keras gue merawat orang sakit, gue bakal dikasih ceramah atau ringannya, sih, sindiran halus.

"Makan sendiri," ucap gue sambil berdiri. "Kakak mau beres-beres."

"Aaa! Gak mau!" balas Kanya dan langsung cemberut.

"Kok gak mau? Kamu 'kan udah besar."

"Gak mau!"

Gue melotot, lalu kembali duduk di sampingnya. "Kalau gitu, ayo cepet habisin." Sabar, Zoe ....

Kanya mendengus dan merapatkan duduknya ke gue. "Kakak nggak boleh ke mana-mana."

Idih.

Biasanya lo cakarin gue, nyuruh gue gak boleh deket-deket, sekarang lo gak mau gue pergi. Anak kecil itu simpel dan tidak pendendam.


Tapi apakah Anda tau, saudara-saudara?

Jujur aja, gue agak kesel denger omongan adek gue ini.

"Kakak masih harus ngerjain tugas. Besok dikumpulin."

Guru itu jahat, gaes. Gue lagi dalam keadaan sibuk, malah dikasih tugas setiap mapelnya. Tapi waktu gue senggang, malah gak ada tugas menghampiri sama sekali.

Wajah cemberut adek gue berubah horor. Dia menatap seakan gue makhluk paling menakutkan di dunia. "Besok kakak masuk?"

"Iya lah. Besok Mama udah pulang, jadi kamu diurusin Mama."

"Kakak nggak boleh masuk!"

Gue menghela nafas. "Iya, iya." Sekarang aja dia ngomongnya gitu, besok dia bakal usir gue dari rumah.

Setelah dua hari nggak bisa tidur, nanti malam gue masih harus begadang ngerjain tugas yang harusnya dikumpulkan hari ini.

Kadang, jadi anak disiplin itu nggak enak.

Gue juga heran sama diri gue sendiri, kenapa gua jadi anak yang disiplin? Kenapa gue nggak bisa lebih santai? Kenapa gue malah memaksa diri gue memenuhi aturan?

Apa karena sifat turunan? Tapi kalau turunan, gue malah nggak seharusnya masuk IPS.

Ehem. Oke, gak boleh galau.

Daripada itu, Lily gimana, ya? Gue hampir gak pernah ngomong sama dia di luar tugas. Belakangan ini dia juga diam dan cuma ngomong sama Putri dan Vall.

Jujur aja, gue agak merasa kasihan ke Lily.

Gue tau dia marah ke gue bukan karena masalah Gege. Jauh sebelum itu, dia udah gak suka sama gue.

Lagian, dulu gue sama Lily, sempat jadi teman dekat, malahan dia sahabat pertama gue.

Yah, dunia selucu itu.


><

About Zoe {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang