33 : Pesta!

41 4 0
                                    

Hari sabtu, pulang sekolah, di sinilah gue. Nggak, nggak, biasanya sabtu libur. Cuma buat bulan ini, ada kelas tambahan. Selain hedon, sekolah gue itu tergolong sangat ambis.

Sekarang, gue duduk di depan orang yang melahirkan Raven, anak cowok paling menyebalkan di dunia.

Tapi, kenapa beliau bahagia banget!?

"Jadi kamu yang namanya Zoe!?" tanya wanita itu dengan wajah kelewat bahagia.

Buset. Gak perlu seheboh itu juga, 'kan?

"Iya, Tante," jawab gue mengangguk canggung.

Masih dengan senyum lebar, wanita itu berkata, "Ikut, Tante, yuk."

.

.

.

Mendadak gue ada di depan cermin. Begitu gue sadar, gue udah pakai dress berkilau warna soft pink yang kelihatan mahal banget.

Tunggu!

Apa-apaan ini!?

Bentar. Gue inget-inget dulu.

Tadi, begitu gue sampai rumah Raven, tanpa basa-basi gue langsung dibawa ke tempat yang nyokap Raven bilang, butik kepercayaannya dia. Bahkan gue gak sempat nolak, atau tanya kenapa, gue udah dibawa masuk ke ruangan penuh baju-baju berkilau.

Gue disuruh milih. Tapi karena gue agak ngotot gak mau, nyokap Raven langsung pilihin gue satu baju dan minta gue buat coba.

Terus, di sini lah gue, berdiri di depan cermin ruang kecil tertutup. Bahkan di sekitar cermin ada ukiran-ukiran bunga yang bener-bener dibuat dengan penuh ketelitian.

Ruangan ganti aja udah kelihatan mahal, sebenarnya harga baju yang gue pakai ini berapa!?

Ini jutaan, ya? Ini pasti jutaan!

Kalau sobek, gue bayar pakai apa!?

Jual ginjal!?

Ya Tuhan.

"Zoe, sudah?"

Gue buru-buru keluar dan langsung disambut decakan kagum nyokap Raven. "Tante, ini ... rasanya nggak cocok sama aku."

"Ih, apanya?" balas nyokap Raven heran. "Ini cocok banget sama kamu. Yaudah, ini tante belikan buat kamu, ya. Anggap aja hadiah."

What the—!?

Baju seharga jutaan rupiah dihadiahkan ke gue yang bukan siapa-siapanya? Bahkan dia baru kenal sama gue!

"Tante, gak usah." Buset, gue mendadak jadi gak enak banget. "Aku—"

"Gak papa. Ini rasa terima kasih Tante ke kamu, kok. Tapi sebenarnya, baju pun nggak cukup buat jadi bentuk rasa terima kasih." Nyokap Raven tersenyum lembut ke gue.

Hah? "Rasa terima kasih apa?"

"Kamu tau Frei 'kan?" Gue mengangguk. "Sejak Frei meninggal, ini pertama kalinya Tante bisa lihat Raven bahagia lagi. Dia bahkan sudah bisa buang foto Frei di kamarnya. Raven juga mau belajar soal perusahaan. Tante tau, ini semua karena kamu."

Adoh. Gue makin gak enak. Emang gue lakuin apa, sih, ke Raven? Itu 'kan bukan hal besar. Gue cuma kasih ceramah singkat aja.

Tapi gue bakal makin nggak enak kalau nolak baju ini. Kesannya kayak gue malah jual mahal terus nolak rasa terima kasihnya juga.

"Diterima ya, Zoe?"

Mau gak mau, gue mengangguk. "Iya, Tan."

"Nanti malam, kamu pakai ini, ya?"

About Zoe {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang