39. Boneka Anjing dan Sebuah Pengakuan

85.9K 7.7K 1.2K
                                    

"Barusan Didit yang cium Bella, Pa. Jangan salah paham. Didit minta maaf!"

Radit tahu Ayahnya tidak pernah marah, Ayahnya paling akan terkekeh geli dengan setiap kalimat yang dia ucapkan. Tapi sayang, cowok yang ada di balik punggung Ayahnya lah yang tidak bisa santai. Terutama saat dia mendengar kalau Radit sudah mencium Bella barusan.

"Barusan lo apain Bella?" tanya Nick sambil menatap Radit penuh dengan aura mematikan.

"Kepo!" balas Radit tidak terlihat kaget, lagi pula memang ini tujuan Bella dari awal, benarkan?

Sementara Wijaya mendelik Radit heran saat anaknya bertingkah dingin di hadapan cowok tampan ini. Tidak seperti biasanya, Radit selalu tersenyum pada siapapun, sementara kepada anak ini? Siapa dia sebenarnya?

"Lo apain Bella? Gue tanya sekali lagi, Dit!"

"GUE CIUM BELLA!" ucap Radit penuh penekanan, "Dan sekarang Bella lagi istirahat di kamar gue," ucap Radit sambil memainkan alisnya.

"Perebut cewek orang!" decih Nick tidak suka lalu memutar bola matanya. Ya, karena memang hanya itu sebutan yang pantas untuk Radit.

"Salah, Nick. Gue selalu belain lo, selalu hargain lo. Tapi sikap lo tadi pagi ke Bella itu keterlaluan, jangan salahin Bella kalau dia lebih nyaman sama gue nanti!" ancam Radit dengan tatapan tak kalah mengerikan, jika saja tidak ada Ayahnya mungkin saat ini Radit akan menghajar wajah polos seperti tak berdosa itu.

Radit sangat kesal, andai Bella bisa bersamanya sejak awal, mungkin Nick tidak akan pernah membuat Bella menangis, Nick tidak akan membuat Bella bertekuk lutut padanya seperti ini. Bella seperti tidak berdaya di genggaman Nick, bisa kah dia membuat Bella tertawa? Jadi untuk apa menyalahkannya.

Radit sudah menahan perasaannya sejak awal dan kali ini, dia tidak mau kalah lagi. Tidak ada seorang pun yang boleh membuat Bella menangis, termasuk dirinya sendiri. Bella harus tersenyum, sampai kapanpun.

"Gue sayang sama Bella, Dit. Jangan buat dia goyah."

"Terus ngapain lo sakitin dia? Gue tahu, pasti lo jauhin Bella karena mau bikin kejutan buat dia kan?" tanya Radit lalu mendekati Nick, Wijaya yang berada di tengah-tengah pun di lewati begitu saja olehnya. Tidak berguna juga kalau Radit hanya berdiam diri di sini.

"Radit diem di situ!" balas Wijaya berusaha menghentikan Radit.

"Kalau lo tahu ngapain deketin Bella?!" balas Nick tapi Radit malah mendelik lalu mendorong bahunya.

"Tapi bukan kayak gini caranya, sialan! Lo pikir Bella nggak sakit hati? Lo pikir Bella nggak nangis? Lo pikir Bella mainan lo yang bisa seenaknya lo buang dan lo ambil lagi pas waktu lo butuh doang? Bella manusia yang perasaannya harus lo hargai!"

Radit menggertakkan giginya, dia ingin menghajar Nick lagi, tapi tetap saja... jika Bella mendengar keributan dan turun ke mari, cowok yang akan Bella lindungi adalah Nick, bukan dirinya.

"Radit, ke atas!" bentak Wijaya melihat situasi sudah sangat buruk, "RADIT. Denger kata Papa barusan?"

"Usir dia, Pa. Radit muak lihat mukanya yang sok suci!"

Radit pun segera menuju ke atas, darahnya sudah mendidih ingin segera meluapkan segala kekesalannya, tapi tetap saja tidak bisa. Dia menarik napas dalam-dalam, mengontrol emosinya lebih baik sekarang dibandingkan bertemu Bella dengan wajah masam.

KETIKA HUJAN MENANGIS [RAIN SERIES I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang