42. Hutan 1

66.6K 6.6K 846
                                    

Ada yang kangen? Wkwk aku kangen banget ga nulis di sini😭

***

.

.

Bella sedang menulis di malam hari. Tentu saja, posisi paling enak untuk menulis adalah di malam hari, di saat semua orang sedang tertidur pulas dan keheningan mulai menyapa kita. Itulah yang Bella suka.

Bella pikir Ayahnya sudah tidur, Bella pikir semuanya sudah selesai walaupun keberadaan Ibunya masih menjadi tanda tanya besar dalam hidupnya, tapi ternyata Bella salah.

Tak sengaja dia mendengar isak tangis seseorang, sangat terdengar jelas, jaraknya tidak terlalu jauh darinya dan hanya terhalang oleh dinding dan jendela kaca bertopang kayu.

Bella menghampiri sumber suara tersebut.

"Papa?" ucap Bella penuh kesedihan.

Ya, di sana ada Herman sedang memeluk foto Kamila, cintanya tidak pernah pudar sama sekali.

"Besok anak kita ulang tahun, Kamila," ucap Herman dengan jerit tangis yang membuat hati anak perempuannya tersayat.

"Be-besok... Hikss..."

Herman tidak mengucapkan apapun lagi selain memeluk foto Kamila, tak lama setelah itu dia berdiri dan membawa kampak besar, satu persatu kayu besar dia pangkas dengan satu kali tancap.

Melampiaskan seluruh amarah yang meluap pada sebuah kayu yang tak bersalah adalah kebiasannya.

Ya, bukan Bella yang salah. Dia hanya anak kecil yang menginginkan sebuah boneka, dia hanya anak kecil yang tidak tahu apa-apa.

"Kamila! Besok Bella ulang tahun, anak kita ulang tahun yang ke tujuh belas hiksss..." ucap Herman sambil menghapus air matanya.

Bella menutup mulutnya, menahan tangis dan jeritan yang terus menggores hatinya. Dia berbalik membalakangi ayahnya yang sangat berantakan.

"Kamila. Aku ikhlas, aku rela kalau kamu sudah pergi. Tapi aku mohon, jangan pergi tanpa pamit." Herman semakin merajuk, Bella yang tidak tahan pun langsung keluar dari rumahnya.

"KASIH KITA KEPASTIAN, KAMILA!"

Bella menghampiri Herman lalu memeluknya. Punggung Herman bergetar hebat, dia langsung luluh saat tangan mungil itu melingkat di perutnya.

Rasanya... sangat menenangkan.

"Bella?" ucap Herman dengan napas yang tak teratur.

"Pa..." balas Bella, "Udah cukup."

Herman langsung mengalihkan pembicaraan.

"Apa sekarang udah jam 12?"

Bella membuka ponsel tanpa melepaskan pelukannya, "Ya," balasnya lemah.

Malam ini, dia ingin membagi sedih dengan Ayahnya sampai pagi.

Jangan bersedih sendiri, mari kita rasakan semuanya bersama-sama.

Sesakit apapun rasanya akan sedikit reda bila bersama saling mengobati.

Bella menekuk wajahnya, dia tidak peduli mau jam berapa sekarang, yang pasti Bella ingin bersama Ayahnya.

"Bella..." ucap Herman lagi sambil memegang tangan Anaknya yang memeluknya dari belakang.

"Selamat ulang tahun yang ke tujuh belas, semoga di tahun ini kita bisa selalu bersama, berbagi kasih sayang dan tawa. Semoga tahun ini Papa bisa jadi Ayah yang lebih baik lagi buat menjaga kamu, semoga Papa bisa bikin kamu senang dan tersenyum sepanjang waktu. Semoga tahun ini semua rasa sakit yang kita rasakan hilang."

KETIKA HUJAN MENANGIS [RAIN SERIES I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang