Prolog

380 26 4
                                    

Kalian tau, masa SMA itu gak bener-bener semenyenangkan itu. Bagi banyak orang, masa SMA itu masa paling seru. Tapi bagi gue, itu cuma sekedar omongan.

Buktinya, kelas 10, gue malah gak punya teman sama sekali!

Setiap hari, berangkat sekolah dengan perut mulas karena khawatir, takut terjadi sesuatu karena temen-temen lama gue menatap gue jijik.

Setiap hari, duduk di kelas dan bertingkah sok baik biar gak ada kejadian buruk datang.

Setiap hari, mengeluarkan suara cuma satu jam kalau diitung total, bahkan gue pernah gak ngomong sama sekali seharian.

Setiap hari, menahan emosi waktu temen-temen lama gue mulai menyindir.

Emangnya itu menyenangkan?

Gak.

Kelas 10 gue gak punya teman sama sekali. Oke, gue sama temen-temen sekelas gue lumayang sering ngomong. Tapi itu cuma kalau lagi butuh doang.

Gue sedih?

Gak. Gue cukup bersyukur.

Kenapa?

Karena daripada nantinya ada kejadian buruk, mending gue sendirian.

Lagian kakak gue bilang, gue ini anaknya ansos.

Jadi, kenapa gue gak jadi anak ansos aja sekalian?





Sayangnya, Tuhan gak suka anak-anak ansos. Tuhan mau manusia itu bersosialisasi. Karena anak ansos itu, bisa dibilang anak penakut yang gak percaya diri. Tuhan kan gak suka anak-anak kaya gitu.

Ehem.

Sori ya.

Waktu kecil, gue polos banget. Sampai kelas 3 SD, pikiran gue dirasuki kata-kata penuh kepolosan kaya gitu. Dan itu kebawa sampai sekarang. Berkat itu gue sering pasang muka polos.





Sekarang, gue udah jadi anak kelas 11, dimana rumornya, kelas 11 bakal disibukkan dengan banyak kegiatan sekolah seperti kemah, karyawisata, dan lainnya.

Gue pikir, gue bisa tenang lagi.

Gue pikir, gue gak perlu repot-repot ikut itu semua. Gue pikir, gue gak bakal punya temen lagi di kelas 11.

Selama liburan kenaikan kelas, otak gue mulai memutar skenario-skenario terburuk selama gue kelas 11. Karena emang kelasnya diacak, jadi gue harus mulai dari awal lagi.

Iya deh, ngaku, gue mah anaknya dark banget. Suram gue itu tuh.

Gue tau kok, mikirin kaya gitu itu gak penting.

Tapi skenario yang gue bikin di otak, memang sering terjadi.

Gue berhasil berfikir, semuanya sudah runtut.

Tapi semua itu cuma skenario di otak.

Hidup gue selanjutnya berubah.

Jauh berbeda dari skenario yang gue buat.

Semua itu karena satu orang anak.

Ya! Kalau anak itu gak ada, gue yakin, kelas 11 pun, gue bisa alami dengan tenang!

Cuma gara-gara dia, semuanya hancur! Skenario gue runtuh seketika!

Ugh.

Mati aja sana semua!

About Zoe {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang