Nino punya rumah sendiri juga apartemen pribadi. Tapi kadang cowok itu masih sering pulang ke rumah orang tuanya seperti saat ini. Cowok itu baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah dan langsung disambut oleh Jeongwoo, keponakannya. Iya namanya Jeongwoo, karena adik Nino, si Niana menikah dengan cowok keturunan Korea Selatan. Jadilah nama keponakan Nino menjadi Jevin Maulana Jeongwoo Kang. Dan dipanggil Jeongwoo. Bocah berumur tiga tahun itu merengek sambil mengulurkan tangannya minta digendong Nino.
"Uncle... uncle...," panggil Jeongwoo.
"What? What do you want, Jevin?" tanya Nino. Cuma Nino sendiri yang memanggil keponakannya dengan nama Jevin karena dia sulit mengucapkan kata 'Jeongwoo'.
"Chocolate candy...," jawab Jeongwoo menunjukan wajah polos menggemaskannya.
"Your mama doesn't allow you. No, chocolate candy...," sahut Nino. Iya, Jeongwoo ini dari kecil diajari berbicara dengan bahasa Inggris mengingat orang tuanya memiliki dua kewarganegaraan yang berbeda. Jadilah Jeongwoo berbicara dengan bahasa Inggris sebagai bahasa 'penengah'.
"Please...," ucap Jeongwoo dengan wajah memohon.
"Loh... katanya mau jemput Bunda malah Bunda udah pulang duluan," suara Niana mengalihkan perhatian Nino dari Jeongwoo. "Mampir dulu yah pasti?"
"Dijebak Bunda gue," sahut Nino.
"Dijebak gimana?" tanya Niana langsung kepo.
"Bunda maksa minta dijemput arisan tapi pas gue udah jemput malah balik duluan,"
"Tumben banget Bunda jahil gini...," komentar Niana merasa sedikit heran.
"Gallen?" suara Bunda memanggil nama Nino dari arah dapur. Nino pun segera menghampiri Bunda. "Kok udah pulang?" tanya Bunda.
"Emangnya kenapa kalau Gallen udah pulang gini? Kan Bunda udah pulang. Jadi Gallen juga pulang,"
"Terus kamu nggak ketemu sama Airin?"
"Airin siapa?" tanya Nino pura-pura tidak tahu dengan Airin yang dimaksud oleh Bunda.
"Anaknya tante Tara. Airin yang ketemu di nikahannya Risé,"
"Oh... yang cantik itu? Nggak. Kenapa Gallen harus ketemu sama dia?"
Bunda menghela napas pelan. Wanita yang kecantikannya tidak dimakan usia itu mematikan kompor saat masakannya matang. "Harusnya dari awal kamu nurut sama Bunda. Bukannya menangin ego kamu,"
"Bun... apa kita masih akan bahas Sophie terus?" tanya Nino paham dengan maksud ucapan Bunda.
Mulai lagi deh! batin Niana. Cewek itu segera meraih anaknya dari gendongan Nino. Sebelum melerai perdebatan Bunda dan kakaknya itu, Niana harus lebih dulu menyelamatkan anaknya.
"Bunda akan terus mengungkit masalah itu sampai kamu sadar betapa salahnya pilihan kamu waktu itu,"
Nino mendengus sinis. "Gallen sadar kok, Bun. Gallen sadar sama pilihan Gallen. Dan karena itu, biarin Gallen tanggung semua konsekuensi dari pilihan itu,"
"Dan lagi... perjanjian kita bukan kayak gini. Bunda nggak seharusnya mencoba menjodohkan Gallen dengan siapa pun sampai anak yang ada di dalam perut Sophie lahir," ucap Nino sebelum cowok itu berlalu dari hadapan sang Bunda.
Nino membanting pintu kamarnya hingga tertutup rapat. Tangannya dengan kasar mengacak rambut coklatnya yang tertata rapi. Berulang kali Nino menghembuskan napas kasar. Cowok itu berdiri di dekat jendela kamarnya memperhatikan jalanan depan rumah yang tampak sepi. Rasanya sejak setahun yang lalu saat Nino mengutarakan niatnya untuk bertunangan dengan Sophie, setiap harinya selalu dilalui Nino dengan berdebat bersama Bunda. Lagi, cowok itu hanya bisa menghembuskan napas dengan kesal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, You ! [COMPLETED]
General Fictionsemesta punya caranya sendiri untuk bermain dengan takdir