"Sarangeul hetta.. Uriga manna.. Doi nggak ngechat hayo kemana.. Terlalu banyak drama.. Sibuk katanya."
Andra jengah. Ini sudah yang 99 kalinya Revan menyanyikan lagu itu. Gendang telinganya serasa ingin pecah mendengar suara sumbang Revan. Bahkan mulutnya sudah hampir berbusa mengeluarkan segala omelannya yang tidak ditanggapi sama sekali oleh Revan.
"Bisa diem nggak sih, Rev? Telinga gue pengeng denger suara lo yang kayak petasan gagal itu," keluh Andra.
"Diem deh, An. Gue lagi galau nih. Sarangeul hetta.. Uriga man..ehh sialan. Sakit!!" pekik Revan.
Andra terkekeh. Ternyata lemparan sendalnya tepat sasaran. Revan memandang Andra kesal. Bibirnya terus berkomat-kamit mengeluarkan segala gerutuannya.
"Daripada komat-kamit kayak dukun begitu. Mending lo keluar sana layanin pelanggan. Ngotorin pemandangan aja," ujar Andra santai.
Revan murka. Dia mengambil sendal bulu yang tadi Andra lempar kearahnya dan bergantian dia lempar kearah Andra. Sayangnya Revan kurang beruntung. Andra sudah ngibrit kelantai atas.
"Dasar temen jahat. Kenapa selalu aku yang tersakiti? Kenapa? Kenapa?" ujar Revan penuh drama.
"Dasar gila!"
Revan menatap nyalang Devan yang berdiri diambang pintu. Dia berkacak pinggang dan memelototi kembaran serahimnya itu.
"Kalo gue gila, lo juga gila. Ingat kita itu kembar," ujar Revan.
"Apa hubungannya? Kita kembar biasa bukan kembar siam. Gue punya tubuh sendiri nggak gandengan sama tubuh lo," sahut Devan.
"Tapi kan harusnya gitu. Gue senang lo juga ikutan senang. Kalo gue sedih lo juga ikutan sedih."
"Lo sedih? Gue pesta 7 hari 7 malam," acuh Devan dan melenggang santai meninggalkan Revan yang mulai mengeluarkan kedua tanduknya.
"KEMBARAN KURANG AJAR!!!"
Buk !
"BERISIK!!!"
Revan mengusap kepalanya yang lagi-lagi terkena lemparan. Dia menendang bantal yang dilempar Andra sebelum keluar sembari bersungut-sungut. Malang sekali nasibmu Rev.
Andra keluar dari kamarnya. Ogah kalo sampai diejek bertelur karna kelamaan nongkrong di dalam kamar. Andra celingukan. Dia kan bos jadi wajar kalo kerjaannya cuma celingak celinguk seperti anak kesasar.
"Awas, An! Minggir kenapa sih? Lo ngehalangin jalan tau nggak," semprot Revan.
Andra tergelak geli. Rupanya Revan masih sensi sama dia. Masih dengan tawa gelinya, Andra menyingkir. Revan melengos dan mengantarkan pesanan pelanggan.
"DEV, KEMBARAN LO DATANG BULAN YA? SENSI BANGET SAMA GUE!!!" seru Andra.
Devan tertawa nyaring. Terlalu nyaring sampai membuat Bianca hampir melempar gelas yang dipegangnya. Mungkin dia pikir itu tawa kuntilanak yang operasi gender jadi laki-laki.
Tampolan dilengannya membuat Andra berhenti tertawa. Revan melotot tajam seakan-akan dia ingin menelannya bulat-bulat. Andra nyengir kuda.
"Gue santet mampus lo An," ujar Revan.
"Lo pikir gue takut? Mending sana main mobil-mobilan sama Jack. Lo nggak pantes main santet-santetan. Itu mainan orang tua bukan anak kecil. Paham adek kecil?"
Revan mengangkat tangannya bersiap menjitak kepala Andra. Tapi Andra lebih dulu kabur sebelum kena amukan Revan yang kayak anak perawan itu. Upsss:v
Kaki Andra berhenti ditaman samping restorannya. Dia terpaku menatap pria yang duduk dikursi bawah pohon dengan murung. Itu Arkan. Tapi kenapa wajahnya seolah habis diterpa banjir begitu. Keruh banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy? [END]
RandomSemua yang terjadi adalah kesalahan terbesarku. Dimana aku dengan tidak tahu malunya memberikan segalanya untuknya. Tapi aku tidak pernah menyesal. Aku pernah mencintainya... Aku pernah merelakan sesuatu yang berharga untuknya... Dan aku mendapatkan...