Arkan tengah berada disalah satu restoran bersama rekan bisnisnya. Setelah membicarakan pekerjaan, mereka berbincang dengan santai.
"Jadi dulu Pak Arkan tinggal di Jakarta? Dan sekarang pindah ke Bandung?" tanya pria parubaya yang duduk didepannya.
"Iya Pak. Ada sesuatu yang membuat saya pindah."
"Saya kagum sama Pak Arkan. Bahkan Bapak sudah bekerja dari usia muda."
"Sejujurnya saya hanya menjalankan perintah Ayah saya, Pak."
"Ayah memang tidak bisa dibantah. Oh iya, ini anak saya, namanya Ariana."
Arkan tersenyum seadanya kearah wanita berjilbab yang duduk disamping Pak Nugroho itu. Begitu juga yang dilakukan Marsya, sekretaris Arkan. Kekasih Adam itu memang bekerja sebagai sekretaris Arkan sejak beberapa bulan yang lalu.
"Gue rasa dia naksir sama lo," bisik Marsya menaik turunkan alisnya.
Arkan memandang kekasih sahabatnya itu datar, "Yang benar saja?"
"Lihat aja tatapan dia, malu-malu kucing gitu ngeliat lo. Geli gue."
Refleks Arkan menendang kaki Marsya dari bawah meja. Mulut gadis itu blak-blakan. Keluar tanpa disaring jadi ampasnya ngikut. Arkan tersenyum tipis kearah Pak Nugroho dan Ariana yang memandang mereka heran.
Marsya masih bersungut-sungut kesal. Tangannya sibuk mengusap kakinya yang terkena tendangan buldoser. Kalo tidak ingat masih banyak orang, mungkin dia sudah menyumpah serapahi Arkan. Tapi berhubung masih ada rekan bisnisnya, Marsya masih menghormati Arkan sebagai bos. Dia harus sabar.
"Lo diem aja. Jangan bicara lagi," desis Arkan.
"Iya, iya. Jadi bos galak banget sih."
"Apa kalian sepasang kekasih?" Pertanyaan dari Ariana itu membuat Arkan dan Marsya cengo sesaat.
"Bukan. Dia teman saya yang juga kekasih sahabat saya," sahut Arkan.
"Benar. Saya tidak mungkin pacaran sama bapak-bapak," lanjut Marsya.
Ariana mengernyitkan dahinya, "Bapak-bapak?"
Marsya mengangguk sebelum menyesap minumannya dengan anggun. Saking anggunnya membuat Arkan jengah setengah mati. Sudah mengalahkan putri solo saja. Yang ada malah terlihat seperti orang yang kena cacingan.
Tusukan dipinggangnya membuat Arkan menoleh kebawah. Seorang bocah memakai topeng tengah berada disampingnya. Arkan mengerutkan dahinya saat bocah itu mengulurkan tangannya.
"Kenapa ya? Adek siapa?"
Bocah itu membuka topengnya, menampakan wajah marahnya yang terlihat sangat menggemaskan. Arkan dan Marsya seketika melongo.
"Jack," ujar Arkan dan langsung membawa bocah itu kepangkuannya.
"Daddy jahat. Daddy tidak mengenali Njack," ujar Jackson dengan bibir mencebik dan mata berkaca-kaca.
Arkan panik. Dia mengecup pipi bulat Jackson untuk menenangkan anaknya itu.
"Maafin Daddy ya. Kan Jack pake topeng jadi wajahnya tidak keliatan."
Jackson terdiam. Dia memandang topeng ditangannya sebelum akhirnya nyengir lebar. Itu membuat Marsya melayangkan cubitan gemas dipipi bocah gembul itu.
"Kenapa Jack sangat menggemaskan? Kenapa? Hah? Kenapa? Dulu Mom kamu ngidam apa sih Jack?" seru Marsya.
"Pipi Njack sakit Aunty. Kata Mom, dulu Mom ngidam melihara anak kucing."
"Buset, nggak sekalian aja ngidam melihara anak kebo," gumam Marsya yang langsung mendapat delikan Arkan dan membuat gadis itu nyengir kuda.
"Njack kesini sama siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy? [END]
RandomSemua yang terjadi adalah kesalahan terbesarku. Dimana aku dengan tidak tahu malunya memberikan segalanya untuknya. Tapi aku tidak pernah menyesal. Aku pernah mencintainya... Aku pernah merelakan sesuatu yang berharga untuknya... Dan aku mendapatkan...