Andra keluar kamar dengan pakaian yang sudah rapi. Hal itu membuat yang lainnya memandang dia heran. Biasanya kan kalo jam segini dia keluar kamar dengan wajah bantal. Bahkan iler masih menempel disudut bibirnya.
"Mau kemana lo? Rapi bener? Nggak kayak biasanya?" tanya Devan heran.
Andra mengibaskan rambutnya dan berkedip centil membuat Devan bergidik ngeri. Mulutnya tidak berhenti mengeluarkan segala doa agar dijauhkan dari setan yang ada didalam tubuh Andra. Kejam memang.
"Kenapa? Lo terpesona liat gue rapi? Cantik kan gue? Oh tentu saja," ujar Andra bangga.
"Mau lo rapi kek, berantakan kek. Bagi gue sama aja nggak ada bedanya."
"Rabun ya lo? Jelas-jelas gue cantik. Mengaku saja kau wahai anaconda duda."
"Apa yang kau katakan dugong janda?"
"Telinga kau bermasalah sampai tidak mendengar apa yang ku katakan wahai anaconda duda?"
"Jaga bicara kau dugong janda. Aku bisa menuntutmu ke pengadilan."
"Aku tidak peduli wahai anaconda duda."
Disaat kedua manusia absurd itu terus bermain drama, terdengar bunyi patahan yang cukup keras hingga menyita perhatian mereka. Keduanya menoleh keasal suara.
Andra dan Devan menatap horor Rendra yang tengah berdiri memandang mereka datar. Ditangannya ada sumpit yang sudah patah. Apakah nasib mereka juga akan berakhir seperti sumpit itu? Patah menjadi dua bagian? Oh tentu saja ini bukan hal yang bagus.
Sophia tertawa cekikikan, "Mampus lo berdua. Badan lo bakalan patah menjadi dua bagian."
"Diem lo! Tenangin tuh monster. Bisa-bisa gue mati sebelum nikah," gerutu Devan.
"Salah sendiri ngapain jadi drama queen disini."
"Bawel lo. Sana lanjut ke depan dari pada nyerocos terus disini. Bikin telinga berdengung aja deh."
Sophia menabok Devan dengan geram, "Mulut lo ya. Gue sobek tau rasa. Dasar titisan setan! Enyah saja kau."
"Dih! Kok ngamuk gitu."
"Berisik lo berdua! Sana cabut kalian, nggak gue gaji nyaho lo berdua."
"Ancaman lo, An. Nggak ada yang lain apa?"
"Nggak ada."
Sophia dan Devan melengos bersamaan.
Andra tertawa dengan nistanya.
"Lo mau kemana, An?" tanya Revan.
"Ketemu sama orang tua angkat gue."
"Mau ngapain?"
Andra mengedikan bahunya acuh, "Gue nggak tau. Kita liat aja nanti."
"Yaudah berangkat sana. Jangan biarkan orang tua menunggu lama. Menunggu itu sangat membosankan."
"Ck! Gue tau kali. Yaudah gue berangkat. Jagain nih restoran gue dengan baik. Awas aja kalo sampai gue pulang keadaannya kayak kapal pecah. Gue bogem lo semua."
"Udah jangan banyak omong. Cepat berangkat sana. Sekalian nanti jemput anak gue disekolah."
"Iya. Yaudah, bye!"
Andra menuju mobilnya dan melajukan dengan cepat. Seolah menjadi pembalap profesional, Andra meliuk-liukan tubuhnya. Bibir tipisny terus mengeluarkan kata-kata semangat untuk dirinya sendiri. Absurd memang. Bahkan kalo ketahuan orang lain entah mau ditaruh dimana mukanya.
Mobil Andra berhenti diparkiran di depan sebuah restoran. Dia menarik nafasnya panjang sebelum masuk kedalam. Matanya memandang setiap sudut cafe hingga menemukan kedua orang tua angkatnya dan Kirana yang duduk dipojokan. Andra melangkah dengan santai kearah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy? [END]
RandomSemua yang terjadi adalah kesalahan terbesarku. Dimana aku dengan tidak tahu malunya memberikan segalanya untuknya. Tapi aku tidak pernah menyesal. Aku pernah mencintainya... Aku pernah merelakan sesuatu yang berharga untuknya... Dan aku mendapatkan...