dia

15.7K 539 1
                                    

Sebuah motor sport melaju dengan kecepatan sedang, jalanan sore ini terlihat cukup renggang. Angin sejuk sedikit membelai wajah Aldito yang menggunakan helm namun tidak ditutup.

Lelaki itu masih takut dengan perasaannya atau mungkin Aldito masih ragu? Dan sekarang giliran dirinya yang harus pulang kerumah. Dengan headphone yang menyumpal telinganya mengeluarkan lagu berjudul On my way

Aldito menghembuskan nafasnya, matanya masih tertuju pada jalanan didepan sana. Motor yang ia kendarai masuk kedalam sebuah perumahan, sudah berapa tahun perumahan ini menjadi tempat tinggal keluarganya.

Motor ninja berwarna merah memasuki perkarangan, motor itu berhenti tepat di posisinya. Aldito menarik rem tangan dengan membawa tas di bahu kirinya kemudian ia berjalan.

Ia berjalan memasuki rumah, suasana sepi menyambut kala Aldito membuka pintu masuk rumahnya

Sepi dan sunyi itu lah kesan yang pertama Aldito terima saat masuk kedalam, layaknya tidak ada kehidupan yang ada disana. Aldito meneruskan jalannya, bundanya belum pulang bekerja, padahal ia juga sudah melarang sang Bunda untuk bekerja tapi sudah lah Aldito tidak bisa mencegah, sedangkan sang Ayah? Aldito sama sekali tidak memperdulikan nya

Bosan, tidak ada yang bisa Aldito lakukan sekarang. Mengajak sang adik bermain pun rasanya susah, oh ia lupa kemana sang adik sekarang? Mengapa belum pulang? Atau ada jam tambahan. Inilah jika ia anti bersosial dengan keluarganya, ia hanya bisa bercerita kepada ketiga temannya.

Aldito dingin namun terkadang sifatnya manja jika dirumah, dan sangat amat pecicilan jika bersama ketiga temannya tapi sifat itu jarang dikeluarkan. Tapi jika sudah serius ia pasti akan membuat lawan bicaranya jatuh karena ucapannya, belum lagi dirinya yang temperamental. Ia pernah menghajar anak sekolah lain hingga babak belur sampai masuk rumah sakit, hanya saja ia di skors satu bulan, untung tidak dikeluarkan.

Memejamkan mata, yang Aldito lihat hanyalah gelap. Tidak ada cahaya yang masuk sama sekali, sebersit kenangan muncul membuat ia spontan membuka mata, nafasnya terengah-engah.

Tangannya mengusap rambut kepalanya dengan kasar, deru nafas yang tadi memburu sekarang sudah hilang, dirinya sudah mulai tenang.

Tak percaya jika bayangan itu kembali, Aldito tak mau menyangkal jika bayangan itu masih ada dipikirannya, tapi mengapa bayangan itu kembali setelah satu tahun lamanya.

Aldito rindu seorang gadis yang bisa membuatnya menjadi Aldito yang hangat, ia rindu sosok gadis itu. Mengapa gadis itu meninggalkan nya dengan cara tragis itu.

"Argghhh." Aldito meringis hingga matanya memerah, ia tidak bisa terus begini, masalah ayahnya? Seorang gadis yang sudah pergi? Aldito masih belum bisa menerima semua ini.

Masalalu memang pantas dilupakan, tetapi jika kita terlalu ingin melupakan. Masalalu itu malah semakin terpikirkan oleh kita, tapi apa salahnya jika kita menjadikannya sebuah pelajaran kan?

Menatap langit kamar, dengan Aldito yang memandang jendela kamarnya. Disana langit sudah berubah menjadi orange, senja nampaknya mulai menunjukan dirinya dilangit sore, terlihat sebuah warna indah yang muncul diwaktu tertentu. Orang biasa menyebutkan golden hour.

Aldito bangun, dirinya berjalan melewati meja belajar yang disana terdapat bingkai foto keluarganya, disana Aldito terlihat sangat bahagia berada di rangkulan sang Ayah dan sang adik yang berada di tengah antara orangtuanya. Aldito merindukan keluarganya yang dulu.

Suara mobil terhenti saat Aldito menuruni tangga, bundanya itu baru saja pulang dan Aldito berniat menyambut. Aldito berjalan mendekat, dibukalah pintu rumahnya.

Dilihat disana wanita yang sudah berumur kepala empat, wajahnya masih sedikit muda. Aldito mencium tangan bundanya, lalu ia berjalan mengikuti langkah kaki dibelakang bundanya.

"Bunda tau Deka?"tanya Aldito dibelakang

"Adik kamu lagi ada pelajaran tambahan, sebentar lagi dia kan ujian."

Aldito tersenyum samar

"Bunda udah makan?"
Sarah berhenti bergerak membalikkan badannya kemudian memegang pundak Aldito sambil tersenyum Sarah berkata "Bunda udah makan kok."

"Yaudah bunda sekarang istirahat aja."

Sarah tersenyum "Bunda kekamar dulu ya."ujar Sarah membuat Aldito mengangguk.

Sarah berjalan meninggalkan Aldito sendiri diruang tamu. Menatap punggung bundanya yang berjalan jauh, Aldito menghela nafas. Dirinya berjalan menuju sofa diruang tengah.

Malam ini, Aldito sedang memasak untuk bundanya, masakan simple yang tidak terlalu banyak MSG dan minyak.

Makanan itu sudah siap dimeja makan, dengan asap yang masih mengepul menandakan makanannya masih panas.

"Kak, Deka mau dong nasi gorengnya."

"Ambil sendiri, ini punya bunda."ketus Aldito membuat Deka kesal, Deka ingin melihat abangnya seperti dulu, selalu bercanda, dan tidak dingin ketus menyeramkan seperti sekarang tapi bagaimana lagi.

"Deka kangen kakak yang dulu."ucap Deka dengan suara sendunya membuat Aldito sedikit teriris karena ucapan sang adik

"Kak Al sekarang udah gak sayang sama Deka, selalu diemin Deka kalo Deka ngomong, kalau Deka ada salah ngomong dong."

Aldito semakin merasa kasihan dengan ucapan sang adik, baru hari ini ia berani mendekat dan mengelus rambut sang adik dengan lembut sambil berkata "Belajar yang rajin banggain Ayah sama Bunda itu udah cukup."ucap Aldito sambil berjalan menuju kamar meninggalkan Deka yang sudah menahan air matanya.

"Deka, ini kakak kamu yang masak?"tanya bunda membuat Deka terkejut dan cepat menetralkan wajahnya.

"Ehh, iya bun. Kata kak Al bunda suruh makan, biar gak sakit."

"Yaudah sini kamu duduk, biar bunda ambilin kamu mau apa?"

Menunjuk beberapa menu makanan, Sarah mulai mengambil lauk pauk itu untuk Deka. Deka senang tapi ada yang kurang, Ayahnya dan Aldito yang selalu tidak hadir jika makan bersama.

Mereka berdua mulai makan makanan di piring masing-masing, suasana sunyi menyelimuti. Deka memasukkan nasi beserta lauk pauknya didalam mulut, masakan kakaknya tidak terlalu enak ya karena tidak menggunakan bumbu MSG.

"Ngga enak apa bun?"tanya Deka disela makannya

"Enak kok, kakakmu tuh pinter masak kaya ayah kamu nak. Apalagi ditambah ayah sama abang kamu makan bar--"ucapan Sarah terhenti ketika ia menyebutkan anak sulungnya dan suaminya yang jarang pulang ini.

Deka menaruh sendok di piringnya, "Bunda kangen mereka?"

Sarah tersenyum simpul membuat Deka kembali bersedih.

Kini jelas Sarah sangat merindukan dua lelaki itu, terbukti dari gelagatnya yang tak menjawab pertanyaan Aldeka. Rasa bersalah meliput relung hatinya sekarang.

Coba saat itu Deka tidak menginap di rumah temannya, pasti ia bisa melihat apa yang terjadi sampai abang nya kabur dari rumah dan ia bisa membuat Ayah dan abangnya tidak bercekcok. Tapi ia tidak terlalu mencari tahu, biarkan saja alur bermain dengannya, toh suatu saat nanti ayah dan abangnya akan kembali seperti dulu kan? Atau bahkan masalah akan bertambah buruk, ia hanya mengikuti alurnya saja.

Aldito✔                                            [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang