bagas

9.4K 325 2
                                    

Seorang lelaki berwajah datar yang saat ini tengah terdiam sambil memetik sinar gitarnya agar mengeluarkan suatu nada yang cantik, Aldito langsung terdiam dan semakin larut dalam imajinasinya sendiri sambil memandang langit sore yang berubah-ubah warna. Ia terdiam sambil memandang gitar didepannya dengan pandangan datar. Sudah beberapa minggu ini, hubungan nya masih belum membaik. Atau mungkin ini sudah waktunya untuk mereka berteman?

Lelaki itu masih tetap diposisi yang sama ketika Bagas perlahan melangkah mendekat ketubuh tegap anaknya yang saat ini sedang bersandar pada kursi luar balkon kamarnya. Dengan tangan yang masih memetik gitar dengan asal karena pikirannya yang kosong.

Tiba-tiba rintikan hujan mengguyur halaman rumahnya, ia kembali mengingat kenangan yang meski sebentar tapi selalu terkesan dalam perasaan. Rintik kecil yang seirama dengan jatuh berkali-kali tanpa takut akan rasa sakit.

Mirip seperti hati dan pikiran yang tidak sejalan. Antara menuruti kata hati atau pikiran yang selalu berbeda, takmau bersatu untuk membantu tuannya. Mereka selalu bertolak belakang, membuat dimensi yang berbeda yang menyebabkan seorang sampai saat ini masih tetap berdiri disatu titik yang sama.

Aldito sedikit menyukai hujan, langit yang berubah mendung dapat menyembunyikan senja, menutupnya dalam butiran air yang dapat disimpannya dan dijatuhkan ke dasarnya walaupun melukai. Antara senja dan hujan mereka berdua adalah dua hal yang disukai Aldito. Dua hal yang selalu menjadi saksi dimana ceritanya mengalami perubahan, bagaimana kehidupannya mengalami siklus takdir, dan bagaimana dia yang saat ini tidak lagi bersama seseorang.

Jika boleh, bisakah ia bertanya pada kedua hal indah itu? Hujan dan senja, kemana seharusnya ia melangkah. Terdiam dengan pikiran yang semakin aneh atau melangkah kembali dengan keadaan yang entah masih diterima atau tidak? Atau malah melangkah pergi mencari sosok hal indah yang lain.

"Aldito."

Suara bariton yang tidak asing ditelinga Aldito membuatnya langsung menoleh kearah ayahnya sambil tersenyum tipis. Ia kembali terdiam menatap lurus buliran air hujan yang jatuh kepermukaan dan kembali memetik gitar sambil bersenandung kecil.

"Ada masalah Al?"tanya Bagas namun hanya mendapatkan gelengan dari sang anak.

Bagas hanya tersenyum menatap sang anak yang terlihat jelas dari wajahnya ada sesuatu yang tidak bisa lelaki itu selesaikan dengan baik, Bagas langsung mendaratkan bokongnya disamping tempat duduk Aldito dan menatap dengan penuh perasaan kearah Aldito yang saat ini masih tetap menatap datar pemandangan didepannya.

"Kenapa?"

Aldito menghembuskan nafasnya pelan, dan langsung menaruh gitar di pangkuannya."Aldito mundur yah, Al ngerasa gak pantes buat dia."

"Kamu sayang dia?"

"Sayang lah yah, maka dari itu karena Al sayang sama dia Al gak mau maksa dan gak mau buat dia tambah sakit dan nangis nantinya."

"Bego banget kamu ya Al, kamu gak sayang dia berarti kalok gitu."ucap Bagas dengan tegas membuat Aldito dengan cepat langsung menoleh kearah ayahnya.

"Ayah apaan sih. Al sayang banget sama dia."

"Kalau kamu sayang seharusnya diperjuangin, jangan malah seolah kamu gak perduli kayak gini. Coba ngalah sama ego dan gengsi kamu Al."

"Alesan kamu kayak gini biar dia bahagia kan? Tapi kalau sumber bahagia nya ternyata kamu gimana, dengan secara gak dewasa kamu malah semakin buat dia sakit."

"Tapi yah--"

"Kalau kamu beneran sayang, gak seharusnya kamu ungkapin semua itu dengan cara mundur. Kamu jantan kan? Harus berani berjuang."

"Al takut buat dia lebih sakit dan berujung dia malah benci sama Al yah."

"Kenapa letoy banget sih kamu jadi cowok. Astaga Al ayah malu sendiri."

"Gini, kalau kamu belum nyoba aja udah nyerah duluan gimana mau ngebahagiain cewek? Siklusnya tuh perjuangin selagi ada dan pertahanin dengan cara kamu sendiri. Soal nanti terluka atau nggak nya ya itu masalah terakhir, yang penting kalian bisa nyelesain dan bersikap dewasa."

"Kalau Al balik tapi dia udah sama yang lain gimana?"

"Lah kalau dia sayangnya sama kamu, pacarnya bisa apa Al?"

"Iya juga ya."

"Yaudah gak usah kebanyakan mikir, kejar lah."

"Nunggu itu ada masanya ya Al, nggak bisa diperpanjang kalau emang masanya udah bener abis. Dari pada nanti telat mending sekarang balik dan perjuangin. Dan inget, masalalu nggak boleh ikut campur sama masa depan."

Aldito menganggukan kepalanya mengerti dan langsung mengambil ponselnya untuk bermain game favoritnya. Belum sempat ia membuka aplikasi gamenya, lelaki itu kembali menatap sang ayah yang sedang memainkan gitar miliknya.

"Yah."ucapanya sebal membuat laki-laki berahang keras itu langsung menoleh dengan pandangan bertanya.

"Ayah ngapain masih disini sih."

"Hehe, ayah gabut. Dibawah bunda lagi bikin kue, ayah mau bantuin tapi kena marah terus."

"Ayah rusuh sih."

"Biarin."ucap Bagas yang masih tetap duduk santai dan bermain gitar disamping Aldito yang saat ini sedang menahan kesal.

Ayah siapa sih kampret.
-Aldito

Aldito✔                                            [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang