Berubah

2K 137 2
                                    

Laki-laki itu berubah. Entah jin mana yang merasukinya, dia jadi seperti laki-laki super overprotektif. Gawai ku terus berbunyi, telpon tiga kali sehari, sms tak pernah berhenti ada aja yang dia tanya. Dan yang lebih parah setiap hari sepulang kerja dia selalu menungguku di depan kantor. Seperti gak punya kerjaan aja, nunggu orang pulang kerja!

"Harus yang tiap hari jemput aku?" Tanyaku beberapa hari lalu.

"Harus dong, biar bisa antar kamu pulang," sahutnya enteng. Sejak kapan aku butuh pengawal untuk mengantar pulang?

Kupandangi wajah kaku itu, kesel. Dia malah tertawa lebar, bener-bener kesambet tuch orang. Aku jadi gak bebas kemana-mana bahkan untuk sekedar window shopping dengan teman-teman, dia akan setia menungguku. Stress...

"Entar ikut kan By?" Tanya Santi. Sore ini sepulang kerja rencana kami mau besuk mbak Rasti yang baru melahirkan.

"Ikut dong," jawabku cepat.

"Yakin dikasih ijin sama si mas? Entar ngikut tuch," Ledek Nita sinis. Santi, mas Fahmi dan mas Santosa tertawa.

"Emang kenapa kalau dia ngikut, masalah buat kamu?" jawabku ketus.

"Gak masalah sich, gak nyaman aja ada orang lain!" Nita masih saja nyinyir. Aku masih ingin membalas kenyinyiran Nita, mas Santosa menengahi dengan bijak.

"Dama bukan orang lain, dia akan menjadi bagian dari keluarga kita. Kamu juga boleh kok bawa pacar kamu, biar lebih rame," Nita terdiam mendengar omongan mas Santosa. Muka cantiknya langsung ditekuk. Cantik-cantik hobinya nyinyirin orang, sayang banget ya..

"Balik kantor yuk, dah habis jam istirahat," mas Fahmi beranjak diikuti Santi dan Nita yang masih cemberut. Aku berdiri paling belakang setelah mas Santoso.

"Gak usah diambil hati, santai aja," bisik mas Santoso menjejeri langkahku. Aku mengangguk meski sebenarnya masih gondok banget.

"Mas San, masuk dulu aja. Aku mau ke toilet," Segera kutinggalkan mas Santoso tanpa menunggu jawabannya. Belum sampai toilet, gawaiku bergetar. Mas Dama calling.

"Iya mas, kenapa?" Sahutku gak semangat.

"Kok lemes Dik, sudah makan siang kan?"

Sudah tahu pake nanya, kan tadi sudah tanya waktu aku maksi sama teman-teman, omelku dalam hati. Gak mau nambah masalah.

"Dik, kamu kenapa?" Tanyanya terdengar kuatir.

"Aku gak papa," si mas terdiam.

"Mas, nanti gak usah jemput ya," kataku mengurai keheningan.

"Kenapa?"

"Aku mau besuk mbak Rasti sama teman-teman kantor,"

"Aku bisa ikut gak?" Kan mulai dech, protektif banget.

"Mas, bisa gak sich aku punya privasi!" Kataku meninggi.

Capek tahu diikuti terus, kayak balita aja. Aku seperti terpenjara, gak bisa bebas lagi.

Beberapa saat keheningan menyapa, laki-laki diseberang sana diam. Mungkin dia kaget dengan suara tinggiku.

Entahlah, aku sedang tidak nyaman dengan semua ini. Mungkin aku plin-plan, aku gak konsisten. Ketika dia cuek, aku bingung sekarang dia nempel aku lebih bingung lagi. Terus harus bagaimana?

"Kehadiranku mengganggu ya Dik?" Tanyanya sesaat kemudian. Nada suaranya terdengar getir. Aku terdiam. Tiba-tiba napasku terasa sesak, kuhela napas panjang. Kuhirup udara sebanyak yang kubutuhkan.

"Tidak untukku tapi beberapa teman mulai terganggu. Maaf aku harus jujur, kita ketemu besok saja ya?" Pintaku lirih. Kudengar dia mendesah.

Maaf banget mas, aku harus lakukan ini, bisikku dalam hati.

Sesungguhnya aku menikmati kebersamaan kami, perhatian-perhatian kecil yang lama hilang kini hadir lagi. Aku merasa dicintai lagi. Tapi aku juga tidak bisa egois, teman-teman butuh aku juga.

"Mas, aku.."

"Ya sudah mas ngerti. Kamu hati-hati ya? Kalau kemalaman kasih kabar, mas akan jemput," katanya tenang.

Ini salah satu alasan aku memutuskan menikah dengannya, ketenangannya. Semoga pilihanku tidak salah.

Aku jatuh cinta lagi (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang