Mas Dama memarkir motor adikku di depan sebuah warung es degan. Boleh juga nih, menikmati segarnya es kelapa muda di siang hari yang lumayan terik. Iklim memang tidak bersahabat lagi, bulan Maret harusnya masih musim penghujan tapi matahari terlalu angkuh untuk ditaklukkan.
"Mbak, degan kalih ngih. Gak usah pake gula," pesanku pada mbak penjual degan.
"Gelas apa utuh mbak?" Tanya si mbak memastikan.
"Utuh aja," jawabku tersenyum lalu duduk di tikar yang sudah disiapkan. Minum air kelapa muda enaknya langsung di batoknya dan gak pakai gula. Kan sudah manis, untuk apa ditambah gula atau susu malah menghilangkan kesegarannya dan merusak nutrisinya?
Mas Dama masih berdiri di luar memperhatikan lalu lalang kendaraan yang lewat. Laki-laki itu tidak segera masuk ke dalam tenda, malah berjalan menjauh ke arah pintu masuk Bleduk. Kubiarkan dia dengan keanehan sikapnya, sudah biasa. Si mbak datang membawa dua buah kelapa muda dan diletakkan di atas meja.
"Silahkan mbak," katanya mempersilakan.
"Matur nuwun," sahutku sopan. Kutarik kelapa muda itu langsung kuminun, haus. Dua jam tanya jawab di gereja gak ada acara minum, tenggorakanku sudah kering.
"Seger," ucapku pada diri sendiri. Si mbak mendongak menatapku sambil tersenyum.
"Masnya gak ikut masuk mbak?" Tanyanya kepo.
"Biar aja mbak, mumpung bisa jalan-jalan bisa menikmati keunikan Bleduk," si mbak tersenyum. Akhirnya kami mengobrol ngalor ngidul seperti sesi tanya jawab tadi sama pak Rum, sampai mas Dama masuk dan duduk di sebelahku. Dicecapnya air kelapa muda yang sudah tersedia. Tangan kanannya meraih toples kaca didepannya, dibuka dan diambilnya dua bungkus kecil kacang goreng. Laki-laki disebelahku masih asyik dengan dirinya sendiri, mengunyah perlahan cemilan kesukaannya. Aku menyibukkan diri dengan gawai ditanganku, mengetik naskah cerita di wattpad kesukaanku.
"Mbak, kelapa mudanya boleh dibawa masuk gak?" Tanyanya mengagetkanku dan si mbak yang sepertinya mempunyai keasyikan sepertiku.
"Njenengan mau masuk? Boleh aja kali," jawabku tanpa menunggu jawaban mbak pedagang.
"Soalnya di dalam ada yang jual juga," sahut si mas.
"Gak apa-apa Mas, dibawa saja," jawab si mbak ramah. Tempat wisata di kampung mana ada aturan ketat, pengelolaannya juga masih kurang bagus.
"Jadi masuk?" Dia mengangguk.
"Habiskan dulu saja baru masuk, nanti kalau haus beli air saja," kataku menawar. Laki-laki itu bergeming, dia tetap berdiri tanpa mempedulikan penawaranku.
"Kita ngobrol di gasebo dalam saja," katanya sambil mengangkat kelapa mudanya. Terpaksa aku ikut berdiri, membayar minuman kami lalu mengikutinya masuk ke dalam.Hari Senin, suasana di Bleduk jelas sangat sepi. Hanya ada beberapa anak kampung bermain layang-layang. Di ujung sana tampak ibu-ibu sibuk menjemur air yang mereka timba dari sumur tampungan. Air asin hasil letupan "kawah" Bledug. Kami terus masuk melewati beberapa perempuan penjaja makanan dan minuman kecil. Mas Dama melangkah tanpa menoleh kearahku, cueknya kumat. Aku mengikuti langkahnya tanpa bersuara.
Di sebuah gasebo kecil, dia berhenti lalu duduk di atas tikar yang sudah tersedia. Lagi-lagi aku hanya mengikutinya. Seorang perempuan muda menghampiri kami begitu kami duduk dengan nyaman.
"Permisi mbak, mau minta uang sewa tikarnya," sapanya ramah.
"Pinten Mbak?" Tanyaku tersenyum.
"Lima ribu," mas Dama mengambil dompetnya, diambilnya selembar uang sepuluh ribuan dan disodorkan kepada perempuan itu.
"Saya ambil kembalian dulu Mas,"
"Gak usah Mbak, buat mbak saja," potong mas Dama sebelum perempuan itu berlalu. Aku tersenyum lebar.
"Kenapa?" Keningnya berkerut tak mengerti. Aku menggeleng tak ingin menjawab pertanyaannya.
Stasiun Manggarai, 22 Juli 2019
****
Puas bisa update di tengah kelelahan tubuh, mata dan otakku...
Semangat... semangat... semangat...
Salam
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku jatuh cinta lagi (Lengkap)
أدب نسائيCinta? Apakah itu cinta? Semua hanya kebohongan belaka Cinta hanya kata tanpa makna bagiku yang berulang kali dikhianati..terlalu banyak kebohongan yang membuat Cinta musnah tanpa rasa. Bagiku cinta tak penting lagi.. tak penting juga menjadi dasar...