Ungkapan rasa

1.9K 112 0
                                    

      Setelah makan dan minum obat, akhirnya mas Dama tertidur. Dengkuran halusnya membuatku sedikit lega.  Biarlah dia istirahat dulu, mungkin besok kami bisa bicara panjang lebar. Setelah merapikan selimutnya, kuraba keningnya. Syukurlah, panasnya sudah turun.

      Kutinggalkan kamar tamu untuk membereskan kembali kekacauan yang kubuat di kamarku sendiri. Hampir jam sebelas, semuanya selesai. Kutengok lagi keadaan mas Dama yang masih terlelap, kuseka keringat yang membasahi tubuhnya. Dia menggeliat, lalu tubuh besarnya meringkuk memeluk guling. Aku kembali ke kamarku, kurebahkan  tubuhku yang terasa remuk. Kucoba memejamkan mata yang sesungguhnya sangat lelah.

       Aku tersentak bangun ketika sebuah tangan menggengam tangannya. Mas Dama menatapku lekat sambil berjongkok di sisi tempat tidurku.

       "Mas sudah bangun? Sudah enakan belum?" Aku segera bangkit dari tidurku, laki-laki itu ikut bangun lalu memelukku. Kami berpelukan dalam diam, sesaat kemudian mas Dama mengurai pelukannya dan mencium keningku.

       "Terima kasih sudah merawatku. Maaf merepotkan kamu," bisiknya lirih.

       "Yang penting Mas sudah sehat. Kita keluar ya, aku buatin teh manis dulu," ajakku beranjak dari kamar. Laki-laki itu mengikutiku sampai ke dapur.

      "Ngapain Mas ikut, tunggu aja di sofa!" Perintahku risih. Dia bergeming di tempatnya, matanya tak beralih melihatku. Aku menjadi jengah dengan kelakuan absurbnya.

     Tiba-tiba tangan kokoh itu memelukku dari belakang, dagunya diletakkan dipundakku.

      "Mas, jangan begini?" Elakku mencoba melepas pelukannya. Mas Dama malah mempererat pelukannya, membuat napasku sesak.

      "Mas sayang Kamu, By. Mas gak akan melepaskanmu," bisiknya di telingaku.  Menciumi pundakku tanpa permisi, membangkitkan sensasi aneh di perutku. Aku menggeliat menghindarinya.

      "Mas, sudah. Jangan melakukan sesuatu yang membuatmu akan menyesalinya sepanjang hidupmu," protesku keras. Usahaku berhasil, mas Dama melepaskan pelukannya, perlahan dia berjalan menjauh. Aku masih diam mencoba meredakan deru napasku yang memburu.

      Segala rasa berkecamuk dalam dada. Aku marah tetapi harus kutahan sedemikian rupa. Kemarahan dua hari lalu saja belum selesai, haruskah bertambah satu masalah baru.  Kutanggalkan egoku, berpikir jernih untuk tidak memandang apa yang dilakukannya tadi sebagai sebuah ungkapan perasaannya bukan pelecehan.  Salahkah seorang laki-laki memeluk atau mencium kekasihnya? Aku bukan gadis kecil naif yang tidak tahu romantisme berpacaran, meski aku mungkin tak melibatkan perasaanku. Tapi Mas Dama, beberapa kali dia bilang mencintaiku. Sepertinya laki-laki itu sudah dikendalikan cinta.

      Kuhela napas panjang, sebelum melangkah ke ruang tamu membawa dua cangkir teh manis. Laki-laki itu tersenyum mendapatkanku.

      "Sayang, maafkan Mas terbawa suasana tadi tapi sungguh Mas sayang sama Kamu," katanya lirih. Pernyataan cinta, entah yang keberapa. Wajahnya sumringah, tak lagi pucat seperti semalam. Aku tersenyum hambar.

      "Minum Mas," ujarku mengabaikan pernyataan cintanya. Tanpa bersuara, aku duduk didekatnya. Kuraba dahinya untuk memeriksa panas tubuhnya.

      "Mas sudah baikan?" Dia mengangguk.

      "Kamu tidak marah?" Tanyanya ragu. Aku menggeleng. Mas Dama tersenyum, dengan berani dia meraih tubuhku masuk dalam pelukannya. Kubalas pelukannya, merasakan debaran jantungnya yang teratur.

      "Aku berjanji akan membahagiakanmu, akan mencintaimu sepanjang hidupku," bisiknya lembut. Rayuan gombal yang tak ingin kudengar lagi dari laki-laki mana pun.

       "Gak usah gombal Mas," jawabku tak kalah lirih. Mas Dama tertawa keras, diurai pelukannya.

       "Lihat dan pastikan dengan mata tajammu, adakah aku sedang merayumu? Aku mengenalmu tanpa sengaja, menerima kekonyolanmu tanpa banyak pertimbangan dan tanpa rencana aku jatuh cinta padamu. Konyol yà? Tapi aku sungguh-sungguh mencintaimu," ucapnya serius. Dalam hati aku ingin tertawa tapi kutahan.

      Mata mas Dama  menatapku lembut, tangannya menangkup wajahku. Perlahan dia mendekat mengikis jarak diantara kami, aku terdiam dan terus diam sampai bibir kami bertautan. Aku membalasnya tanpa dipaksa.

Bekasi, 9 Juli 2019 dini hari
                      ***

Yes, bisa nulis agak-agak romantis dikit hahhaha...
Secara aku kan gak romantis banget, semoga seneng ya..
Maaf typo

Selamat pagi

Aku jatuh cinta lagi (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang