"Dalam diam kumengagumimu, dalam hatiku mendambakanmu,
tapi dalam doa kau adalah ketidak mungkinan untuk kujadikan SEMOGA ..."🍁🍁🍁
Mba Rani memintaku untuk mengajarinya cara membuat kue Brownies coklat, tentu dengan senang hati aku mau membantunya untuk memberitahukan caranya. Terlebih saat kutahu bahwa kue yang akan dibuat adalah makanan kesukaan Mas Habibi.
Hei apa yang sedang aku fikirkan?Saat mencampur bahan-bahan adonan, Mba Rani sangat fokus mengamati. Setelah rampung dan bahan kue sudah dimasukan ke pengukus, kami berbincang bersama. Penuh kesopanan Mba Rani bertanya akan keberadaan suamiku, sesaat aku hanya mampu terdiam. Ada raut kesedihan di wajahku, saat itu pula aku merasa adalah isteri yang paling berdosa. Karena baru setahun ditinggalkan oleh almarhum suamiku, tapi hati ini secepat itu terpaut kepada satu sosok ... Habibi
Mba Rani mungkin mengira ada duka yang mendalam saat melihat diamku, tapi demi tak berlarut-larutnya kesedihan. Kujelaskan semuanya dan aku terkejut tak terkira karena Mba Rani yang kukira bertanya demikian karena tak tahu. Ternyata dia sudah tahu akan kejadian yang menimpa almarhum suamiku juga statusku. Dia mengetahuinya dari Habibi, pertanyaannya semata untuk bertanya langsung padaku. Ia juga memberi semangat untukku agar aku senantiasa bersabar.
"Iya Mba terima kasih atas perhatiannya, maaf tadi Mba Rani bilang tahu tentang almarhum suami saya dari Mas Habibi?"
"Iya, benar."
"Bagaimana bisa? Sedangkan saya tak pernah menceritakannya pada siapapun, termasuk ... Mas Habibi."
Mba Rani hanya merespon pertanyaanku dengan senyuman, tangannya menggenggam erat jemariku.
"Maafkan saya kalau saya lancang bertanya hal ini sebelumnya ya Mba Inayah. Sungguh saya tak ada niat untuk membuat Mba Inayah bersedih."
"Sebelum saya jelaskan dari mana Suami saya tahu akan status Mba Inayah, bolehkah saya menceritakan apa yang terjadi semalam dengan suami saya?"
"Boleh, Mba. Yang penting mba percaya kalau cerita yang disampaikan ke saya adalah amanah yang akan saya jaga."
"Saya yakin Mba Inayah bisa dipercaya."
~Hening~
"Jujur saja saya akui, sempat ganjal dengan katalog yang kemarin Mba Inayah pegang untuk media promosi ke ibu-ibu di Majelis taklim. Saya mengingat sepertinya sama persis dengan katalog milik suami saya, saat itu saya berprasangka baik kalau suami Mba Inayah satu pekerjaan dengan Bang Habibi."
"Malamnya ketika suami saya pulang, saya tanyakan perihal yang mengganjal di fikiran saya. Bang Habibi menjelaskan semuanya tentang perkenalan awal dengan Mba Inayah di kedai pak Malik. Lalu ada Rian kan di sana? Nah dari Rian lah suami saya mengetahui tentang Mba Inayah, kebetulan Rian adalah sahabat suami saya waktu sama-sama bekerja di pabrik dahulu."
"Bang Habibi juga banyak cerita tentang Mba Inayah yang menerima pesanan kue, cerita betapa gigihnya dalam menawarkan produk yang ada di katalog. Nah sampai puncak cerita, suami saya menceritakan masalah ponsel. Beliau minta ijin pada saya apakah boleh kalau ponsel yang tak terpakai dipinjamkan pada Mba Inayah? Seandainya saya tak mengijinkan, beliau tak akan memberikannya."
"Saya terharu ternyata Bang Habibi mau berbagi cerita bahkan mempercayakan saya untuk mengambil keputusan. Tentu saya mengijinkan, lagipula ponsel itu daripada tak digunakan sama sekali nanti malah rusak jadi mubajir. Begitulah, Mba Inayah."
"Masya Allah, Mba Rani memiliki suami yang luar biasa. Mau berbicara jujur dalam mengutarakan pendapat. Saya yakin begitu besarnya rasa sayang dan cinta beliau untuk Mba, agar Mba Rani tak salah faham di lain waktu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal Kah? (Tamat) Poligami Series
Romance~PROLOG~ Seiring intensnya cinta yang bersemi diantara kami, waktu akhirnya menyatukanku dalam ikatan yang lebih mendalam dengannya setelah terucap kata "Sah" dari saksi di sekeliling kami. Perjalanan kisah yang terjalin tak semulus rajutan asa yang...