"Jangan salahkan cinta yang tak bersatu, karena Tuhan punya cara tersendiri untuk menyatukan dua hati yang tak saling melengkapi."
🌸🌸🌸
Setelah Bang Dani datang untuk menjatuhkan talak padaku, ia tak muncul lagi.
Secara harfiah status pernikahan kami memang sudah jatuh talak Fasakh ... tapi Bang Dani melakukan itu, aku yakin karena ia masih merasa menjadi suamiku terus, kalau belum mengucap kata talak dari bibirnya secara langsung.
Jujur hatiku terasa perih ketika ia mengucapkan talak, tapi apa daya, aku pun sudah sangat nyaman dan terlalu mencintai Bang Habibi.
Egoiskah aku yang merasa sakit, ketika mendengar pengakuannya, bahwa ia akan melamar wanita lain dalam waktu dekat? Sedangkan aku sendiri lebih dahulu mengisi kekosonganku dengan menerima kehadiran suami baruku.
***
Terik di siang ini begitu menyengat, membuatku enggan beranjak dari dalam rumah.
Seharian bercengkrama saja dengan anak-anak dan Mba Rani. Sedangkan Bang Habibi pamit, untuk mengambil iuran dari kreditur dari berbagai tempat.
Sore hari telah tiba, saatnya Mba Rani dan ketiga anak-anakku berangkat ke TPA.
Jarak tempuh dari rumah orangtuaku ke TPA lumayan jauh, Bang Habibi mengantar Mba Rani dengan membawa Hafidza duduk di depan. Sedangkan Hafidz dan Amira menaiki motor yang dibawa oleh Bapak.
Setengah jam berlalu, Bapak dan suamiku kembali. Kusambut mereka dan menjawab salamnya, seperti biasa setelah kucium tangannya, Bang Habibi akan langsung mengusap pucuk kepala seraya mengecup keningku. Ah bahagianya ....
"Abang mau kopi atau teh?"
"Teh saja yank, tapi jangan terlalu manis ya!"
"Tapi teh di sini beda Bang, kalau gulanya sedikit masih pekat pahitnya ...."
"Tak apa Yank, kan istri Abang sudah manis sekali. Kalau rasa tehnya masih agak pahit, Abang cukup lihat kamu. Nanti rasa tehnya pasti jadi manis!"
"Hadeuh gombal, hehehe ...."
"Gombal sama istri sendiri boleh dong?!"
Aku tersipu malu mendengar penuturannya, melihat kami yang begitu intens. Deheman Bapak mengejutkanku.
"Ehemmm ... Duh yang lagi mesra-mesraan, sampe lupa Bapak ga ditawarin mau minum apa."
"Hehehe ... Bapak jangan ngambek dong! Kalau Bapak sih ga perlu ditawari pasti aku buatin, kopi hitam tanpa ampas, gula satu sendok saja 'kan?"
"Pinter anak bapak"
Aku dan Bang Habibi tertawa hampir bersamaan.
Kulangkahkan kaki ke dapur untuk menyiapkan minuman dan kebetulan siang tadi aku membuat kue lapis untuk kudapannya.Ketika asik membuat minuman, kudengar salam dari depan. Suara itu ... entah kenapa setelahnya ada suara tangis, ramai sekali tampaknya. Siapa ya? Aku jadi penasaran.
Segera kuberanjak ke depan, dengan membawa baki untuk kedua orang yang kukasihi dan kuhormati. Ketika sampai di luar rumah, aku terkejut dengan pemandangan yang mengharukan. Bapak tengah memeluk seorang wanita yang tak lain dan tak bukan, itu adalah anak bungsunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal Kah? (Tamat) Poligami Series
Romance~PROLOG~ Seiring intensnya cinta yang bersemi diantara kami, waktu akhirnya menyatukanku dalam ikatan yang lebih mendalam dengannya setelah terucap kata "Sah" dari saksi di sekeliling kami. Perjalanan kisah yang terjalin tak semulus rajutan asa yang...