"Cinta adalah anugerah, tapi jangan sampai rasa cinta yang berlebihan membuatmu lupa akan hak sang pencipta. Jika cinta tak bisa dimiliki, tak bisa dipaksakan untuk diraih. Lepaskan, relakan! Tuhan akan menghadirkan pengganti yang lebih baik untuk kehidupanmu selanjutnya ...."
🍁🍁🍁
POV Rani
Tak terasa tiga hari sudah Inayah mendapat perawatan intensif di rumah sakit, selama itu pula hatiku miris melihatnya banyak terdiam dan kekosongan tampak pada tatapannya.
Benarkah yang dikatakan Bang Habibi bahwa Inayah pernah mengalami depresi yang lumayan lama? Ya Tuhan, jika itu benar. Aku tak akan biarkan Inayah mengalami hal itu lagi. Ada nyawa yang kami khawatirkan dalam perutnya. Anaknya ... yang sejatinya anakku juga!
***
Hari ini Inayah sudah diperbolehkan pulang, aku dan Ibunya Inayah membantunya berjalan menuju taksi online yang telah dipesan untuk membawa Inayah pulang ke rumah orangtuanya. Sedangkan Bang Habibi dan Bapaknya Inayah berjaga, mengawasi sekitar hanya untuk memastikan tak ada kehadiran Dani yang akan mengacaukan suasana.
Keputusan membawa Inayah ke rumah orangtuanya adalah kesepakatan kami bersama, agar ada yang mengurus semua kebutuhan Inayah saat masih seperti ini. Dan pastinya agar terhindar juga dari gangguan yang diakibatkan oleh kehadiran Dani.
Untuk sementara anak-anak bersamaku, meskipun Ibunya Inayah meminta agar anak-anak tetap diatur bergantian saja. Karena beliau mengkhawatirkan kondisiku yang juga dalam keadaan hamil.
Beruntungnya aku, Ibunya Inayah sangat baik padaku. Bahkan beliau sangat mengkhawatirkan kondisi kehamilanku, Bapaknya Inayah juga sangat baik. Mereka memperlakukanku selayaknya anak mereka sendiri.
Aku jadi merasa memiliki orangtua lagi, sejak kecil aku terlahir menjadi anak yatim piatu, ayahku meninggal karena sakit malaria, waktu itu aku masih berada dalam kandungan ibu.
Dan Ibuku meninggal karena sakit, tatkala aku berusia tiga tahun. Saat itulah hak asuhku diteruskan pada paman dan bibiku, beliau orangtua pengganti yang juga sangat menyayangiku, mereka selama ini memperlakukanku dengan penuh kasih sayang, tak pernah membedakan aku dengan anaknya. Ya, Ranti sebenarnya adalah adik sepupuku, bukan adik kandung. Tapi karena sejak kecil kami hidup bersama, sehingga kami selayaknya saudara kandung.
Back to topic ...
Selama perjalanan pulang kulihat Inayah banyak melamun, tapi aku bersyukur Inayah masih nyambung kalau diajak bicara.
"Dik ...."
"Iya Mba, ada apa?" Jawabnya lemah.
"Kamu jangan banyak melamun, kasihan bayi di perut kalau kamunya banyak melamun terus. Nanti sampai rumah kamu makan ya! Bila perlu aku suapin ...."
Ada senyum terlihat dari bibirnya, jemarinya dingin meraih telapak tanganku lalu menggenggamnya.
"Iya, Mba. Aku nanti makan, tak usah disuapin! Aku malu ... maafkan aku karena telah merepotkan Mba. Kalau bisa anak-anak tetap bergantian saja tinggalnya, tak apa Amira juga ikut kesini. Ibu Bapak juga menyayangi Amira seperti Cucu beliau koq."
"Tapi kamu harus banyak istirahat, aku khawatir aktifitas anak-anak bermain mengganggu istirahatmu."
"Tidak, justru suasana ramai dari canda tawa anak-anaklah yang membuatku merasa tak sepi. Malah kalau Mba Rani bersedia, aku ingin Mba juga sementara tinggal di rumah Ibu untuk menemaniku"
"Bagaimana kalau setiap hari saja aku berkunjung ya? Aku khawatir kehadiranku nanti malah mengganggu istirahat kamu!"
"Engga koq, Mba. Justru penyembuhanku karena adanya kehadiran Mba juga Bang Habibi di sisiku. Aku ingin setiap hari saat aku terbangun ada kalian yang nampak di hadapanku."
Aku termenung sejenak ... lalu Ibunya Inayah menyentuh bahuku, tatapan sendu beliau menyiratkan sebuah permohonan.
"Nak Rani mau ya menuruti keinginan putri Ibu! Kali ini ... saja, demi kesembuhannya. Masalah kamar, ada dua kamar kosong di rumah Ibu yang satu kamar bisa untuk anak-anak, yang satu kamar lagi bisa untuk Nak Rani tempati. Itu kamar bekas adiknya Inayah."
"Baiklah Bu, nanti saya bicarakan pada Bang Habibi terlebih dahulu. Oiya adiknya Inayah kemana? Sepertinya saya belum pernah melihatnya sejak Inayah menikah dengan Bang Habibi?"
Inayah menoleh ... ada airmata mengalir pada pipinya, kudengarkan ia mengucapkan kata Aini ....
Siapa Aini? Kenapa Inayah tampak begitu terguncang ketika menyebutkan nama itu? Ada apa dengan Aini? Ah sudahlah belum saatnya bagiku mencari tahu hal itu. Yang penting saat ini aku harus bicarakan pada Bang Habibi, masalah permintaan Inayah agar aku mau tinggal di rumah orangtuanya juga.
"Aku tahu Mba penasaran 'kan siapa Aini? Nanti aku ceritakan, tapi dengan syarat Mba mau tinggal bersamaku di rumah Ibu. Masalah Bang Habibi, kita tetap bergantian tenang saja. Bila perlu kita sekamar bertiga ...."
"Aish permintaan yang konyol, aku khawatir ranjang yang kita tempati nanti ambruk karna ga kuat menopang berat badan kita berlima" jawabku terkekeh mendengar ucapannya tadi.
"Berlima? Siapa saja?"
"Kamu sama aku saja jumlahnya empat orang, bayi di perut kita memangnya tak di hitung?"
"Oh iya ya ... hehehe"
Akhirnya ... kulihat lagi tawanya setelah beberapa hari ini ia tampak murung dan sedih, kulihat ada raut sumringah di wajah Ibunya Inayah, ah aku lupa, beliau Ibuku juga. Jadi aku akan memanggilnya "IBU" ga ada embel-embel Ibunya Inayah. Karena beliau mengatakan sudah menganggap aku seperti anaknya juga .... *yang ga ngerti, buat PR saja ya! 😁✌
****
Akhirnya kami pun sampai di tujuan, tampak ketiga anakku menyambut di halaman rumah ditemani Bukde Sumi, beliau kakak kandung dari Ibunya Inayah. Eh, Ibu maksudku ....
Anak-anak menyambut Inayah dengan memeluknya, kulihat Amira juga ikut memeluk Inayah, lalu bergantian mereka menyalami serta memelukku juga.
Setelah mengantar Inayah ke kamarnya, aku diajak oleh Ibu ke sebuah kamar. Baru kutahu ternyata ini adalah kamar Aini, adik kandung Inayah. Cantik, wajahnya juga mirip dengan Inayah. Seperti kembar, Ibu menjelaskan usia mereka selisih dua tahun saja. Pantas saja tampak kembar, usia mereka hanya selisih sedikit.
Kupandangi pigura yang menggantung pada dinding, ada fhoto Inayah berdua dengan Aini sejak bayi, balita, masa remaja hingga fhoto ketika mereka sudah dewasa. Tapi ada fhoto yang menarik perhatianku, ada fhoto yang di sana tampak Aini berdua dengan Dani di puncak gunung juga ada fhoto Dani tengah mengendong Aini di punggungnya.
Ada apa ini? Kenapa Aini bisa berfhoto dengan Dani? Sedang yang kutahu Dani adalah suami Inayah, Ayahnya Hafidz dan Hafidza. Sebenarnya ada apa dengan ini semua?
🍁🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal Kah? (Tamat) Poligami Series
Romance~PROLOG~ Seiring intensnya cinta yang bersemi diantara kami, waktu akhirnya menyatukanku dalam ikatan yang lebih mendalam dengannya setelah terucap kata "Sah" dari saksi di sekeliling kami. Perjalanan kisah yang terjalin tak semulus rajutan asa yang...