Author
Sore itu suasana rumah begitu hening seperti tanpa kehidupan, Rani dan ketiga anak-anaknya berangkat menuju TPA. Habibi berpamitan untuk ke toko service milik pak Malik, beberapa saat yang lalu ia dihubungi oleh pak Malik, bahwa di tokonya saat ini ada calon kreditur baru. Setelahnya ia bergegas meninggalkan Inayah seorang diri di rumah.Sudah dua bulan Inayah tinggal seatap di rumah Habibi, bersama Rani dan ketiga anak-anak mereka. Di akhir pekan ketiga anak-anak akan dijemput oleh Dani dan Aini untuk berlibur bersama mereka.
Inayah sangat bahagia melihat adiknya telah berbahagia setelah menikah dengan Dani, orang yang pernah menjadi suaminya juga. Terlebih sekarang Aini tengah hamil muda, makin lengkap kebahagiaan mereka semua.
Kehamilan Inayah juga Rani sudah bulannya, tinggal menunggu tanda-tanda melahirkan saja. Di sore itu saat Inayah sedang sendiri, tiba-tiba rasa nyeri menyerang perutnya disertai cairan bening mengalir di pangkal kakinya.
Lekas-lekas ia menghubungi Habibi untuk memberitahukan kondisinya saat ini, tak lama Habibi pun datang. Mereka panik, karena kondisi di sekitar begitu sepi, tetangga pun tak ada. Kepada siapa mereka minta bantuan?
Mau tak mau Habibi menghubungi Bapak mertuanya, juga menghubungi orangtua Habibi. Untuk memberitahukan keadaan dan kondisi Inayah saat ini, tak lupa ia mengabari Rani juga.
Tak lama datang kedua orangtua Inayah menaiki mobil yang dikendarai Dani.
"Ayo lekas Bi, angkat Inayah! Cepat-cepat, riwayat sebelumnya pernah dikasih tau Dokter. Kalau Inayah sudah mau lahiran, harus segera dapat penanganan khawatir terjadi seperti lahiran Hafidzha. Ia sempat koma karena lemah ...."
"Baik, Dan. Ibu, Bapak, tolong bantu saya!"
"Iya ayo Nak."
Dani membukakan pintu mobil di belakang, lalu Habibi segera terlebih dahulu naik dan menerima tubuh Inayah setelah diangkat oleh mertuanya juga Dani. Sebenarnya Habibi ada rasa cemburu, ketika Dani menjelaskan secara detail akan keadaan Inayah di masa lalu saat masih menjadi istrinya. Terlebih saat melihat Dani membantu mengangkat Inayah, ia tampak hafal betul bagaimana cara memperlakukan Inayah dengan baik.
Hingga ketika lamunannya buyar oleh usapan lembut tangan Inayah di pipinya.
"Abang kenapa melamun?"
"Ah tidak! Aku hanya terlalu mengkhawatirkanmu Yank."
"Yakin tidak ada yang sedang Abang sembunyikan?"
"Tentu tidak sayang ... masih sakit perutnya?"
"Alhamdulillah ... tidak terlalu, maaf ya Bang jadi menyusahkan!"
"Hei kamu bicara apa sich Jauzati? Tentu aku rela melakukan apa pun demi kamu, sini aku usap-usap ya. Mana yang sakit?"
"Di sini Bang" ucap Inayah sambil menunjuk ke arah perut sebelah Kanan.
Dengan lembut Habibi mengusap arah yang ditunjuk Inayah tadi, "Anak ayah yang di dalam perut Bunda, jangan nakal ya! Kasihan Bunda kamu kesakitan"
Lalu ada gerakan kecil sebagai respon dari usapan Habibi tadi, "Wah! Rupanya kamu sudah tak sabar ingin bertemu Ayah ya? Sabar ya Nak, sebentar lagi kita sampai Rumah Sakit!"
Inayah tersenyum melihat cara Habibi begitu lembut dalam memperlakukannya. Sedangkan Dani hanya menyaksikan dari kaca depan, sambil menyetir. Ada rasa cemburu juga di hatinya melihat kemesraan Habibi dengan Inayah, biar bagaimana pun dia pernah mengalami kejadian seperti saat ini ketika dahulu Inayah akan melahirkan buah hatinya.
Tapi itu masa lalu, sekarang ia sudah bahagia dengan Aini. Bukankah wajah Aini dan Inayah sangat mirip, layaknya kembar identik? Jika dulu begitu cepat ia melupakan Aini, lalu berganti mencintai Inayah karena wajah mereka yang serupa.
![](https://img.wattpad.com/cover/185376113-288-k134832.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal Kah? (Tamat) Poligami Series
Romance~PROLOG~ Seiring intensnya cinta yang bersemi diantara kami, waktu akhirnya menyatukanku dalam ikatan yang lebih mendalam dengannya setelah terucap kata "Sah" dari saksi di sekeliling kami. Perjalanan kisah yang terjalin tak semulus rajutan asa yang...