18. Sah

4.7K 204 8
                                    

"Tidak ada solusi untuk dua insan yang saling jatuh cinta, kecuali pernikahan ...."

🍁🍁🍁

Setelah kepulanganku dari rumah sakit, orangtua dan kerabatku mulai disibukan dengan segala keperluan pernikahanku.

Dimulai dari mengurus berkas untuk daftar nikah poligami, ternyata menikah poligami secara resmi tidak semudah pernikahan monogami.

Harus ada laporan dan izin dari pengadilan, banyak yang disiapkan dari bukti surat kematian almarhum suamiku. Hingga data anak-anakku selaku ahli waris.

Selama dua minggu ini pula Habibi selalu membantu mengantar kerabatku dalam mengurus semua berkas.
Perhatian Mba Rani kian bertambah padaku, terlebih anak-anakku sudah mulai menyayangi mba Rani tampaknya. Bahkan Hafidza sudah terbiasa memanggil mba Rani dengan sebutan Mama ....

Jujur aku malu dengan keadaan ini, banyak yang memuji nasibku yang beruntung karena calon kakak maduku adalah wanita yang soleha, baik dan penyabar.

Tapi di sisi lain, masih ada saja segelintir orang yang mencibir bahkan mengira bahwa aku yang telah menggoda Habibi. Bahkan yang membuatku sedih tatkala kudengar ada yang bilang bahwa Mba Rani tertekan takut dicerai Habibi, makanya terpaksa menyetujui pernikahan poligami antara aku dan Habibi ....

Tapi ...
Mba Rani selalu menguatkanku, ia selalu menasihati untuk tak menghiraukan ucapan orang lain. Biarkan itu jadi pertanggung jawaban mereka ketika di akhirat nanti, mba Rani bahkan selalu menemaniku ketika tiba waktunya jadwal terapy.


****

Waktu yang ditentukan telah tiba, tepat sebulan persiapan yang mereka kerjakan. Untuk mempersiapkan pernikahanku dengan Habibi, aku tak bisa ikut andil dalam kesibukan mereka, karena sudah dipastikan mereka akan melarang dan memintaku beristirahat saja, supaya mempercepat pemulihan pada tulang pangulku.

Hari ini, pagi-pagi sekali setelah melaksanakan shalat subuh. Aku telah berada di hadapan perias pengantin, hatiku berdegup kencang tak karuan. Seakan ini adalah pengalaman pertamaku menikah, perasaan ini sama seperti saat dulu akan melaksanakan pernikahan dengan Bang Dani (almarhum suamiku).

Dua jam sudah berlalu, aku telah menggunakan pakaian pengantin muslimah yang sungguh menawan. Aku tak mengenali diriku sendiri ketika menghadap cermin "Benarkah ini diriku?"

Bersamaan itu pula Ibuku datang dan menghampiriku.

"Masya Allah, Subhanallah ... cantik sekali anak ibu. Sudah siap kamu nak?"

"Insya Allah, Inayah siap, Bu ...."

"Yuk mari, Nak!"

Ibu membantuku dalam berjalan, karena langkahku memang masih agak tertatih. Rasa nyeri menusuk terkadang kurasakan bila terlalu dipaksakan berjalan dengan langkah cepat.

Di depan telah hadir penghulu, saksi dan beberapa kerabat dekat dari keluargaku maupun keluarga Habibi dan kerabat dari Mba Rani.

Semua mata menatapku lekat, terlebih Habibi ia memandangku tak berkedip hingga menganga.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Halal Kah? (Tamat) Poligami SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang