34. Habibi Hilang Semangat

4.5K 193 2
                                    

Delapan bulan telah berlalu, tapi tanah merah itu tak pernah kering.
Tentu tak pernah kering, Lelakiku tak pernah absen setiap hari untuk datang menyambanginya, meski sekedar menyiram air mawar, juga menabur bunga. Tak lekang do'a ia panjatkan setiap kehadirannya.

Batu bertulis nama serta tanggal kepergiannya tak pernah rusak termakan waktu. Bahkan debu pun takkan bisa kalian temui pada batu nisannya. Lelakiku dengan setia membersihkan setiap inci pusaranya, setiap hari!

Tapi ...
Selama itu pula, aku merasa hidup begitu hampa.
Aku seorang Istri, tapi seakan tak bersuami.
Aku memiliki imam dalam rumah tangga, tapi nafkah pun kucari sendiri demi anak-anakku, anaknya, juga dirinya.

Wahai Suamiku ...
Kau panjatkan Doa untuknya setiap hari, agar ia ditempatkan di Surga bersama orang-orang yang soleh dan soleha.
Tapi, tak sadarkah ... Justru dirimu telah menghadirkan neraka untuk Istrimu yang lainnya?

Wahai Imam Solehku ...
Tangan lembutmu kau gunakan untuk mengelus, mencumbu dan mengusap penuh kasih sayang pada batu nisan yang tak akan mungkin menyambut bahkan membalas semua perlakuan manismu itu.

Tapi, lupa kah kau ... Tanganmu itu selama setahun ini, lupa akan ladang yang masih bisa kau datangi untuk dinafkahi?

🍃

Hari ini, tepat delapan bulan tujuh hari sejak kepergian Mba Rani pasca melahirkan Arumi. Ya ... bayi cantik yang telah lahir dari rahimnya kini sudah berusia setahun pula, bayi cantiknya menjadi anak piatu sejak baru lahir.

Tapi ... Arumi kecil belum mengerti, yang ia tahu akulah Ibu nya. Ibu yang selama ini merawatnya dengan penuh kasih sayang, Ibu yang telah menyusuinya, bergantian dengan Putraku, Hasbiallah.

Saat itu ....
Mba Rani mengalami perdarahan hebat sehari pasca melahirkan, sebelum dimulai operasi kondisinya drop dan tekanan darahnya sangat rendah.

Akhirnya yang kukhawatirkan terjadi, orang yang kusayangi telah kembali kepada pemiliknya. Sang khaliq telah memanggilnya pulang menuju Rahmatnya. Kepergian yang begitu cepat, masih Kuingat ada senyum tercetak di bibir manisnya, serta lantunan terakhir yang terucap masih terdengar jelas. Allah, Allah, Allah ....

Duka yang mendalam menyelimuti keluargaku, hari-hari yang kulalui seharusnya penuh sukacita. Kini menjadi awan duka, juga menjadi duka yang berkepanjangan sejak Bang Habibi bersedih seakan aku juga tak ada di sisinya.

Ia banyak diam, melamun, serta menangis. Mungkinkah yang di alami suamiku sama seperti yang Kualami dulu? Ketika berita duka tentang Bang Dani kuterima. Jika benar, betapa sengsaranya Hafidz dan Hafidza karena sempat kuabaikan.

Malam ini, kuhampiri lelaki yang telah membangkitkan semangat untukku ketika rapuh. Segelas kopi beserta brownies coklat kesukaan nya telah kuhidangkan, sekilas ia menoleh dan tersenyum padaku. What? Hanya senyum Bang? Itu saja yang bisa kau berikan untukku?

"Bang ... "

"Iya, ada apa Yank?"

"Oh ternyata Abang masih mengenali aku? Aku fikir sudah lupa!"

Tampak ia menghentikan kegiatannya, lalu menutup Mushaf yang beberapa saat lalu Kudengar begitu merdu ia bacakan. Setelah meletakan pada tempatnya, ia menghampiriku. Entah mengapa aku bergetar tak biasa.

Halal Kah? (Tamat) Poligami SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang