3. Profesionalitas & Perkara Hati

4.2K 231 5
                                    

"Ketika engkau dihadapkan pada pilihan yang sulit, maka tanyakanlah pada hatimu.

Jika hatimu tak jua mampu menentukan jawabannya.
Maka tinggalkanlah!
Yakini bahwa rencana Allah adalah sebaik-baiknya penentuan."

🍁🍁🍁

Hari ini adalah perdana aktifitasku dalam melakukan tugas yang telah disepakati kemarin bersama Habibi.

Allah SWT, Sebaik-baiknya pemberi rezeki. Tanpa diduga segala upaya yang kulakukan membuahkan hasil, berbekal katalog dan tatacara yang sudah kuhafal dalam menjelaskan.

Hari ini, aku mendapatkan calon pembeli yang minat untuk transaksi kredit barang, dalam sehari ada 4 orang yang mau pesan.

Tersadar bahwa aku tak memiliki koneksi untuk menghubungi Habibi, tiba-tiba terlintas nama Pak Malik.

"Iya Pak Malik yang bisa membantu untuk mengabari Mas Habibi," batinku.

Setelah berpamitan kepada calon kreditur, segera kulajukan sepeda motor menuju toko service Pak Malik.

Sesampainya di sana, aku pun mengutarakan niat pada Pak Malik. Alhamdulillah beliau sangat baik, dengan senang hati mau membantu untuk menghubungi Habibi.

Sekitar 30 menit kemudian, Habibi tiba dan menghampiriku.

"Assalamualaikum, Mba Inayah"

"Waalaikumsalam, Mas," Jawabku masih dengan menundukan pandangan.

"Saya di sini Mba! Bukan di bawah," ucapnya saat itu juga dengan tertawa kecil.

"Iya saya tahu, Mas," kujawab dengan senyum.

Diriku masih tetap tak berani menatapnya langsung, walau telah dicoba untuk menoleh sedikit.

"Gimana Mba, Lancar?"

"Alhamdulillah Mas Habibi, saya dapat 4 calon kreditur dengan produk yang berbeda."

"Produk apa saja, Mba?"

"Ini tadi Bu Dian di RT 013 pesan Ponsel merek Tivo, Kak Yuli tetangga saya mau pesan Televisi, tapi mau penjelasan dulu dari Mas Habibi. Yang 2 lagi Ibu-Ibu di sekolah, namanya Bu Karin pesan ponsel merek Langsung sama Bu Guru wali kelas 5, katanya mau pesan lemari geser."

"Guru wali kelas 5? Maksudnya Bu Ranti?"

"Iya, Mas benar."

"Itu adik saya, Mba. Hehehe ...."

"Waduuh! terus gimana, Mas?"

"Tidak apa-apa nanti saya yang konfirmasi ke dia nya. Untuk yang 3 orang ini, kira-kira bisa disurvey hari ini?"

"Bisa Mas, sekarang?"

"30 menit lagi ya! Saya mau makan siang dulu di sebelah. Mba Inayah sudah makan belum? Mari bareng!"

"Mohon maaf hari ini saya puasa, Mas."

"Oh maaf saya tidak tahu. Kalau begitu saya ke sebelah dulu ya, Mba."

"Iya tak apa-apa, Mas. Silahkan!"
Jawabku dengan senyum tanpa melihat wajahnya.

Entah aku yang terlalu ke'pedean atau memang instingku benar, meskipun kondisi saat ini aku tak menatapnya secara langsung, tapi ekor netra menangkap kalau dia sedang mengamatiku.

Ah ... Aku jadi salah tingkah kalau dipandangi seperti itu terus. Pura-pura kujatuhkan pena, setelah mengambil pena yang jatuh, tak kutemui lagi sosok Habibi di sana.

POV Habibi

Entah kenapa hanya dengan menatap parasnya saja, desiran darah di dalam tubuhku seakan mengalir sangat cepat.
Melihat senyumnya membuat jantungku berdetak begitu kencang.
Memandang keelokan sikafnya yang pemalu, membuatku seakan merasa seperti bunga layu yang segar disiram air yang sejuk.

Oh Inayah ...
Pandanganmu meneduhkan ...
Menghilangkan dahaga di dalam diriku yang sangat kerontang ini.
Wahai Bidadari yang berada di dunia.. Bolehkah aku menyelami hatimu? Bolehkah aku mengisi hidupmu yang kosong dengan cintaku?

Sejak mengenalmu ...
Semangatku bangkit kembali
Sejak berjumpa denganmu
hatiku yang suram sekan berwarna kembali.

Ijinkan aku menyelami dasar hatimu ...
Ijinkan aku memberikan ruang dan waktuku untuk senantiasa melindungimu, menatapmu serta menyayangimu!

*Tapi sayang, aku tak berani mengatakannya saat ini. Hanya curi pandang yang bisa kulakukan

🍁🍁🍁🍁🍁

Halal Kah? (Tamat) Poligami SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang