"Melepas orang yang kita cintai amatlah menyakitkan, tapi bagiku lebih menyakitkan melihat orang yang kucintai bersedih. Karena orang yang dicintainya masih ada yang memiliki."
🍁🍁🍁
POV Habibi
Setelah tiba di Rumah sakit, Dani kulihat begitu sibuk memanggil perawat jaga. Ketika para perawat berdatangan menghampiri untuk membantu, aku yang mengangkat istriku ke atas brankar.
Saat itu suasana terdengar gaduh oleh deru brankar, disertai suara teriakan Dani menggema meminta agar diberi jalan kepada orang-orang yang berada di sepanjang koridor Rumah sakit. Selama itu pula tak kulepaskan genggaman tanganku pada jemari Inayah.
"Bang, sakit sekali ... aku khawatir dengan kondisi anak kita" rintihan kecil terdengar dari bibir Inayah.
"Iya sayang, kamu yang sabar ya. Ini ujian untuk kita. Berdoalah semoga anak kita dalam keadaan baik-baik saja."
Akhirnya Inayah dibawa ke ruang IGD, aku dan Dani tidak diperbolehkan masuk. Akhirnya kami memilih duduk di kursi tunggu. Kulihat dari raut wajah Dani tampak begitu frustasi, kucoba menepuk bahunya pelan.
"Kita berdoa bersama Bang! Untuk keselamatan Inayah."
Dani menoleh sesaat dengan wajah yang menggambarkan kepiluan.
"Iya ... terima kasih! Kamu telah menjaga Inayah dengan sangat baik, sepertinya kamu memang orang yang tepat untuk menjadi suami Inayah. Ia tampak begitu menyayangimu, bahkan tak ingin kehilanganmu."
"Tapi ... Inayah juga pernah bercerita padaku saat belum menikahinya. Seandainya di hari pernikahan muncul Abang di hadapannya. Ia pasti membatalkan pernikahan kami, intinya dulu ia masih mengharapkan Abang."
"Tapi peranmu begitu penting dalam hidupnya saat ini, andai ia tak dalam kondisi mengandung. Sudah pasti akan kulakukan berbagai cara untuk merebutnya kembali!"
"Tidak ... Tidak bisa!!!"
Aku dan Dani menoleh ke arah suara, tampak Rani istriku tengah menggamit Amira Dan Hafidz, sedangkan Hafidza berada dalam gendongan Ibu mertuaku. Tampak ada raut yang amat terkejut dari wajah Hafidz yang mengenali wajah Ayahnya, tapi tidak dengan Hafidza. Ia malah tampak tenang, seakan belum mengenali kalau Dani adalah ayahnya.
"Abi ... ini Abi kan?" Ucap Hafidz histeris seketika.
"Hafidz, anakku ... iya nak, sini nak, peluk Abi yang telah pulang ini!"
Kulihat Hafidz menghambur memeluk Dani begitu erat, mereka larut dalam tangis. Barulah Hafidza mengenali Dani setelah melihat yang terjadi di hadapannya. Ada rengekan kecil pada Hafidza untuk turun, ketika mertuaku melepaskannya. Hafidza menyusul Hafidz untuk memeluk ayahnya.
"Abi ... Hafidza kangen, Abi kemana saja? Kata orang-orang Abi udah meninggal"
"Engga sayang, Abi masih hidup. Ini buktinya Abi masih ada di depan kamu dan memeluk kalian, Abi pun sangat merindukan kalian, Nak!"
Ikatan bathin antara ayah dan kedua anak itu begitu intens. Tiba-tiba ada rasa khawatir pada hatiku, akan ucapannya tadi.
Rani menghampiri dan mencium tanganku setelah mengucap salam. Aku pun menyalami tangan kedua mertuaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal Kah? (Tamat) Poligami Series
Romansa~PROLOG~ Seiring intensnya cinta yang bersemi diantara kami, waktu akhirnya menyatukanku dalam ikatan yang lebih mendalam dengannya setelah terucap kata "Sah" dari saksi di sekeliling kami. Perjalanan kisah yang terjalin tak semulus rajutan asa yang...