37. Badai Telah Berlalu

5.3K 168 17
                                    

"Jangan berharap untuk dimengerti, bila kita tak memahami.
Jangan sedih berkepanjangan, karena Tuhan memberi ujian sesuai kadar kemampuan kita!"

Author

Inayah terpaku, setelah membaca surat keterangan diagnosa yang pernah ia alami dahulu.

"Astaghfirrullah ... Jika yang dialami Bang Habibi saat ini sama persis, seperti apa yang kualami dulu. Sungguh aku istri yang Zhalim, Bu."

"Sabar, Nduk! Mungkin ini cara Allah menguji kesabaranmu, Allah menyayangi hambanya yang ikhlas."

"Iya, Bu. Terima kasih, selama ini atas kesabaran Ibu."

Tiba-tiba .... Terdengar ada suara tangis dari arah kamar Hasbi dan Arumi. Bertepatan dengan itu, terdengar pula suara ketukan pintu juga salam dari depan.

"Assalamualaikum!"

"Bu itu suara Bapak sama Bang Habibi sudah datang, bisa tolong Ibu saja yang buka pintunya?"

"Iya Ibu yang akan membukakan pintunya, kamu lihat dulu anak-anak mungkin bangun karena haus, mau menyusu!"

"Baik, Bu."

Ibu nya pun ke depan membukakan pintu dan ternyata benar, anak menantu bersama suaminya yang datang.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam, sudah ke Dokternya, Lek?" jawab ibu sambil menyambut Habibi yang menyalami tangannya.

"Sudah. Inayah di mana, Bu?"

"Di kamarnya, anakmu menangis tadi. Sana susulin! Siapa tahu Inayah butuh bantuanmu, Nak. Tampaknya ia lelah."

"Baik, Bu. Oiya Ibu ... Bapak, maafkan saya, karena selama setahun ini saya telah mengabaikan Inayah juga anak-anak. Sungguh saya tak mengerti, kenapa saya bisa seperti itu? Demi Tuhan saya tak bermaksud berbuat demikian pada Inayah," ucapnya sambil berlutut di hadapan mertuanya.

"Iya, Nak. Kami mengerti, sudahlah jangan dibahas lagi! Lebih baik sekarang temui Inayah! Anak Bapak sangat merindukanmu."

"Baik, Pak. Saya masuk ke kamar dahulu."

"Monggo" jawab Bapak dan Ibunya Inayah secara bersamaan.

"Kalau begitu tolong sampaikan pada Inayah, Ibu sama Bapak pulang dulu ya! Besok Bapak sama Ibumu ke sini lagi."

"Iya ... Terima kasih sebelumnya. Bapak dan Ibu di jalan hati-hati!"

"Iya Nak, Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam warrahmatullah"

Setelah mengunci Pintu depan, ia pun menuju kamarnya.

Dengan perlahan Habibi membuka pintu kamar yang telah menyimpan banyak kenangan bersama kedua istrinya, selama ia mengalami depresi ia tak ingat apakah kamar ini masih digunakan untuk Ibadah suami istri bersama Inayah?

Tampak Istrinya terlelap dalam keadaan duduk, sambil menyusui Arumi. Ia tak tega melihatnya, dengan hati-hati ia pindahkan bayi Arumi dari pangkuan Inayah ke box bayi.
Sebelum diletakan, dengan gemas ia ciumi Arumi yang sangat berisi tubuhnya.

Halal Kah? (Tamat) Poligami SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang