24. Relakan Aku, memilih dia ...

3.9K 197 2
                                    

"Ketika cinta tak lagi bisa berjalan searah, komunikasikanlah!
Ketika musyawarah tak dapat menemukan titik temu, maka pilihannya ada dua. Bertahan atau direlakan ...."

*****

Tidaaaaak ....

Aku dan Bang Habibi tersentak dengan suara teriakan dari depan, aku tahu itu suara Bang Dani.

"Ya Allah ... apa yang terjadi pada Bang Dani di depan sana? Kuatkan aku dalam menghadapinya."

Dengan dibantu Bang Habibi, aku agak terhuyung berjalan menuju ruang tamu. Kulihat Bang Dani tengah menunduk seraya menutup wajah dengan kedua tangannya.

Seketika ia mengangkat wajahnya dan menatapku penuh iba, maafkan aku Bang ... seandainya kedatanganmu sebelum aku menjadi Istri sah Bang Habibi, tentu aku akan merasa sangat bahagia. Meskipun kuakui, ada rasa senang di hatiku, melihat dirimu datang dalam keadaan sehat wal'afiat. Kedua anakku masih memiliki seorang Ayah. Bukan anak Yatim!

Aku duduk diapit oleh kedua orang tuaku, sedangkan Bang Habibi memilih duduk di sebelah Bang Dani. Ada kecanggungan di wajah mereka, terasa kikuk duduk berhadapan dengan dua lelaki yang penting dalam hidupku.

Bang Dani mempusatkan tatapannya pada perutku yang sudah membuncit. Tampak ia terkejut, tapi Bapakku memulai pembicaraan ketika ia hendak bertanya.
"Baiklah, Nak Dani ... semua sudah jelas. Inayah tak pernah mengkhianatimu, saat menikah dengan Nak Habibi status Inayah adalah seorang Janda!"

"Tapi Pak ... aku belum pernah mentalak Inayah, aku masih suami sah Inayah."

"Iya benar, tapi musibah pada pesawat yang Nak Dani tumpangi hancur berpuing-puing. Dari pihak maskapai mengabarkan bahwa seluruh penumpang tak ada yang selamat. Saat itu kami berharap Nak Dani masih hidup, tapi selang seminggu setelah kejadian kami dikabarkan bahwa jenazah Nak Dani telah ditemukan, meskipun dalam kondisi tak utuh. Kami menerima dengan lapang dada, jenazah yang diantarkan ke sini kami makamkan dengan layak. Kami meyakini itu kamu, karna ada jam tangan milikmu yang sama persis di pergelangan tangannya.  Terlebih tertulis nama Inayah pada jam yang dikenakan oleh jenazah itu."

"Tunggu, tunggu! Di hari yang sama sebelum kejadian, aku ke toilet dalam pesawat. Tapi aku meletakan jam tanganku di dekat wastafel. Nah karena dapat info dari Pilot bahwa penumpang harus menggunakan sabuk pengaman dan pelampung yang tersedia, aku yang saat itu sedang berada di toilet, terburu-buru menuju kursi dan segera mengenakan sabuk pengaman. Seingatku saat keluar dari toilet ada seorang lelaki yang hendak masuk toilet juga. Bisa jadi jenazah yang diantar ke sini, adalah orang yang menemukan jam tangan milikku, lalu dipakainya."

"Saat aku kembali ke kursi, barulah aku ingat akan jam tangan yang tertinggal di toilet. Tapi belum sempat aku beranjak dari kursi. Kurasakan ada goncangan keras dari arah sayap kiri dan tampak percikan api pada turbin pesawat. Seluruh penumpang pesawat panik, tapi aku merasakan seperti ada dorongan kuat yang mendorongku hingga ke pintu pesawat, yang entah sejak kapan terbuka. Aku terjatuh dalam ketinggian yang luar biasa tak bisa dibayangkan!"

Kami semua hening sesaat ....

"Bapak, Ibu, Inayah ... aku merasa saat itu ajalku telah tiba. Aku berdoa dan memohon agar diberi kesempatan hidup, aku tak ingin istriku menjadi Janda dan anakku menjadi anak yatim di usia yang masih kecil."

"Lalu?" Jawabku penasaran.

"Lalu aku tak ingat apa-apa lagi, tapi aku bisa merasakan tubuhku terombang-ambing di atas lautan. Begitu sadar aku berada di tengah kerumunan orang yang sangat asing, macam suku pedalaman. Awalnya aku takut, tapi ternyata mereka orang-orang baik, aku ditolong sampai sembuh. Beberapa bagian tubuhku mengalami patah tulang, mereka mengobati sampai aku benar-benar pulih."

Halal Kah? (Tamat) Poligami SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang