9. BUTA SENJA RAYA
“EH GAGU CEPETAN DIKIT KENAPA?!! LO JALAN APA NGESOT SIH?!! LELET BANGET!!” teriak Gretha pada Prasasti tidak peduli jika di lapangan basket saat ini sedang ramai oleh siswa-siswi yang hadir untuk menonton pertandingan basket.
Prasasti mengalami kesulitan berjalan karena Bryan dan Gretha menyuruhnya untuk membawa tas mereka berdua ke kursi khusus pemain basket SMA Kalingga yang berada di pinggir lapangan basket. Jika Prasasti hanya membawa tas milik Gretha mungkin tidak begitu susah. Tetapi tas Bryan yang berisi 2 bola basket dan beberapa perlengkapan basket lainnya membuat Prasasti kesulitan untuk menentengnya. Jika Prasasti tidak melakukan apa yang di perintahkan oleh Gretha. Maka ancamannya adalahnya kakaknya-Salwa.
Setelah Prasasti sampai di kursi khusus pemain basket, segera Prasasti turunkan semua tas-tas yang dibawanya dan di letakkannya ke atas kursi tersebut. Tangan dan pundak Prasasti terasa pegal dan sakit. Bayangkan saja Prasasti membawa semua tas itu sendirian dari lantai 2 sekolah sampai menuju ke lepangan basket.
Gretha sudah duduk di kursi pemain sejak tadi dengan membawa sebotol air mineral yang tentu saja untuk Bryan pacarnya. Bryan dan pemain basket lainnya sedang ganti baju di ruang ganti. Karena hari ini Bryan akan tanding basket dengan sekolah lain jadi Gretha sangat semangat memberikan dukungan kepada pacarnya. Suara sorak dukungan dari supporter SMA Kalingga sudah memenuhi setiap penjuru lapangan basket SMA Kalingga.
“Eh lo mau kemana?” tanya Gretha ketika melihat Prasasti hendak beranjak pergi dari sana.
“Kelas,” singkat Prasasti tanpa adanya ekspresi.
“Beliin gue cheese burger di kantin! Gak pake lama!” titah Gretha seraya menyodorkan selembaran uang 50 ribu pada Prasasti.
Belum sempat Prasasti menerima uang dari Gretha. Tangan Gretha sudah melepaskan uang itu begitu saja. Sehingga uang 50 ribu itu terjatuh di atas permukaan lapangan basket. Prasasti membungkuk untuk mengambil uang yang terjatuh itu dan langsung pergi meninggalkan lapangan.
****
Biarpun Bumantara memusuhiku.
Asal jangan kau!
Biarpun bintang menistakanku.
Asal jangan kau!
Biarpun baskara menjauhiku.
Asal jangan kau!
Biarpun hanya sementara.
Jangan gugur tanpa angin-angin lalu.
Dekaplah aku....
Dalam adiwarna jinggamu.
Tunggulah sampai kelam hadir.
Bolehkah aku menyebutmu.
Buta Senja Raya?Untuk kesekian kalinya Aarav kembali mendapatkan secarik puisi. Ketika membaca puisi ini berulang kali Aarav mencoba memahami isinya tetapi bahasa dari puisi ini sangat tinggi dan sulit untuk diketahui apa makna tersiratnya.
“Yang nulis tuh puisi sebenernya penggemar lo apa peneror lo sih, Rav?” tanya Yasa juga merasa keheranan Aarav selalu mendapatkan puisi-puisi misterius.
“Yakin sama gue, puisi ini dari Mbak Marsih! Dia janda kesepian pasti gabut,” kata Cakra berusaha meyakinkan Aarav.
“Masa iya?” ucap Yasa ragu lalu mengarahkan sorot matanya kepada Mbak Marsih yang sibuk melayani siswa-siswi yang tengah membeli makanan di kantinnya. “Orang lagi sibuk jualan gitu yakali gabut!”
“Kalau tuh puisi dari Mbak Marsih kenapa waktu itu di dalem puisinya di sebutin nama Prasasti?” tanya Charles menambah kebingungan.
“Ya udah berati fix si Prasasti yang kirim! Gitu doang pada ribet!” ucap Yasa tidak mau berlama-lama membahas mengenai puisi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aarav's (TAMAT)
Genç Kurgu"𝙳𝚒𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚝𝚎𝚛𝚌𝚒𝚙𝚝𝚊 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔𝚖𝚞. 𝙼𝚊𝚔𝚊 𝚍𝚒𝚊 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚙𝚎𝚛𝚐𝚒 𝚋𝚎𝚛𝚕𝚊𝚕𝚞."-𝙰𝚊𝚛𝚊𝚟'𝚜 Aarav Denta Karanva, sang ketua geng Ascargo yang pemberani dan cerdik. Masa-masa SMA Aarav hanya seputar berkelahi dan m...