Embun (1)

801 13 0
                                    

Musim hujan yang membawamu datang menjadi alasan mengapa aku terus mengharapkan hujan itu datang sebab aku terus saja merasakan kerinduan, seolah kamu sudah menyatu bersama hujan. Sekarang adalah waktu yang entah telah berapa lama darimu yang bepergian yang aku harap bukan sebuah perpisahan, aku menatap tenang memandang jendela di sebuah ruang, tetesan yang mengalir di kaca membuat suasana sedikit tenggelam, tenggelam bersama kesedihan. Namun aku ingat ketika kamu berbicara tentang embun, kamu pernah mengajari jari ini menulis kerinduan, menulis di kaca yang mulai sangat buram, nama yang aku inginkan kutoreh baik dan indah di kaca ini tetapi dinginnya menghapus kembali namamu, kuulang kembali hingga benar kumerasa lelah, aku sedikit terpikir apakah kamu seperti embun yang kutoreh untuk masa depan namun perlahan telah menghilang, entah sampai kapan kamu menjadikan aku bermain bersama khayalan-khayalan hanya demi menanti pertemuan, aku yang hanya terus menciptakan ketidakmungkinan yang datang sebab keraguan pada penantian. Semakin menanti dirimu yang belum juga pulang aku mulai terbayang oleh sebuah perpisahan, berusaha menatap tenang jendela ini kembali, tetesan yang mengalir lebih deras dari sebelumnya hingga terlihat sangat kelam dan buram, jemari yang menyentuh ingin menulis nama itu lagi untuk ke sekian kali, namun kata yang tertulis tak lagi dapat terlihat jelas, lebih cepat terhapus oleh deras. Aku menjadi mengerti tentang embun, jika semakin sering aku menginginkanmu dan semakin derasnya aku merindukanmu dalam waktu yang sama kamu semakin jauh dan seiring kerinduanku kamu telah berpaling dan melupakanku, hilang perlahan dan hanya sebagai embun yang terlihat sementara dalam kedipan mata.



"Semakin menanti dirimu yang belum juga pulang aku mulai terbayang oleh sebuah perpisahan."-May



Raindu (Hujan dan Rindu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang