Langit yang Bergemuruh (1)

56 0 0
                                    

Sore yang kelabu dan lagi-lagi hujan yang bersamaku, waktu itu kali pertama kumengeluh sebab kamu menghindari temu dan semakin jauh, tiap yang lalu lalang kuperhatikan dapatkah kamu kutemukan di sana, dapatkah ada unsur kesengajaan kita berjumpa, tidak, kamu benar telah jauh rindu ini semakin menggerutu bahkan langit ikut bergemuruh. Di manakah kamu sekarang yang berkata untuk selalu ada berucap seperti Tuhan yang selalu bersikap siaga dan ingin memberi segalanya lalu mengumbar janji dan rencana seolah menjadi calon legislatif, mungkin ini adalah balasan dariku yang terlalu percaya. Namun kuingin benar bertobat tak ingin menetap bersama dosa-dosa yang menyiksa rasa dan mematikan asa. Pengharapan memang pahit, pahit jika terungkit, terungkit tiap saat karena telah mencekik hingga terasa pelik.

Cahaya yang bersama gemuruh dan aku yang telah berhenti mengeluh, mulai menyeduh perasaan yang pilu bersama kenangan kita yang dulu. Selembar foto yang kupegang, terlihat bagaimana bahagia itu menjadi sebuah wacana, lalu perlahan hujan turun di dalam ruangan ini, bukan, ternyata mata yang menangisi, menangisi yang pernah ia lihat sebagai harapan, menangisi yang pernah ia bertatap lama, tetesan yang lebih dingin, mendinginkan suasana dan asa. Suara yang lebih menggelegar dari langit yang bergemuruh, sebut saja sakit, sakit bukan hanya karena dia yang menyakiti tetapi juga karena membodohi diri, terlalu memercayai tentang jatuh hati dan ketika patah hati aku mulai mengerti sambil menangisi dia yang pergi, sungguh tak ada yang peduli mungkin aku pernah bodoh tetapi tidak sebodoh ini dan kamu pernah melukai tetapi tidak sesakit ini.



"Mungkin aku pernah bodoh tetapi tidak sebodoh ini dan kamu pernah melukai tetapi tidak sesakit ini."-May


Raindu (Hujan dan Rindu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang