ANDROMEDA [PCY] ✔

29 - [Unprecedented Scale]

The Milky Way has probably experienced many minor mergers over time, but this predicted merger with Andromeda is one of unprecedented scale during our galaxy's history. [Evanescence-Good Enough]

GÖRLITZ-Hotel di dekat pusat perbelanjaan Art Nouveau. Ponsel Richard sudah menunjukkan lokasi itu sejak kami melakukan perdebatan sengit akan kesana menggunakan transportasi apa. Mobil atau kereta sanggup meringkas jarak 216 kilometer atau setara dengan 134 miles dalam waktu empat jam. Terlalu lama. Aku kukuh mempertahankan pendapat bahwa kami harus bisa mendapatkan tiket pesawat ke Görlitz sebelum aku merasa semakin gila karena merindukan Daelano sedalam ini. Richard sibuk mengumpat karena tiket kesana sudah habis untuk penerbangan pukul enam, namun ia masih mengusahakan agar Woohyun Meyer-pria yang kutemui di trayek saat itu; yang benar-benar ahli meretas dan mengobrak-abrik sistem, berpengalaman penuh menggunakan deepweb dan berbagai hal illegal di bidang komunikasi itu. Siapapun Woohyun Filliardo Meyer, aku hanya ingin segera menggenggam tiket di tanganku untuk menyusul Daelano, secepatnya.

Richard membukakan pintu taksi untukku saat kami tiba di bandara. Dia meraih lenganku, sedikit meremas, namun tidak sampai menyakitkan. "Kau bisa menabrak orang lain jika berjalan seperti itu. Kita akan tiba di Görlitz malam ini juga, percaya padaku."

Sesingkat itu dan berhasil membuatku kembali bernapas. Akhirnya, aku mengalah dan menuruti Richard duduk di kursi dekat boarding pass. Richard kembali dari mesin kopi di sudut sambil berulang kali mengotak-atik ponselnya. Dia duduk di sampingku, menyerahkan gelas kertas kopi untukku. Tapi bukan kopi hitam, ini espresso dan aku tidak memiliki waktu untuk memberontak pada Richard jika dia tengah mendiskriminasiku.

Sesaat, pandangan Richard bukan untukku. Kali ini, aku juga tidak akan mempermasalahkan hal sekekanakan itu. Demi Daelano, agar aku bisa segera bertemu dengannya. Aroma kopi mengepul hangat diantara dekapan sepuluh jemari. Aku sibuk memejamkan mata sesaat sebelum memperhatikan gambaran halus bait dari senja, disorientasi pekat kopi tengah malam dengan asap putih kental udara-yang kini sedang digenggam Richard. Aku sudah mulai terbiasa, dengan berbagai kontradiksi yang menjadi dasar kehidupan pria itu, bahkan rokok dalam genggaman tangan besarnya juga lebih terkesan memedia.

Sebuah panggilan masuk dan Richard segera berdiri. Sepasang obsidiannya mengedar ke seluruh tempat. Berakhir melambaikan tangan pada seseorang dengan setelan resmi. Tidak salah lagi, dia Woohyun Filliardo Meyer. Aku tidak mengerti siapa dia, apa pekerjaanya, bagaimana latar belakangnya. Atau apapun. Tapi Woohyun yang kini ada di depanku ini berbeda. Dia lebih formil, tertata dan beretika. Ngomong-ngomong Woohyun juga sudah lepas dari piercing atau beberapa gelang yang dulu ketika kami bertemu melekat erat di tangannya.

"Buru-buru, Boss? Apa kau berniat melanjutkan syuting film The Grand Budapest Hotel di Görlitz?" Woohyun mengeluarkan dua lembar tiket dari dalam koper yang ia bawa. Dia baru melirikku setelah Richard menerima. "Ya Tuhan, kita bertemu lagi, Beautiful?"

"Jaga mulutmu." Richard memukulkan tiket kami ke lengan Woohyun.

Tapi Woohyun tidak marah, dia justru tertawa keras. "Sesuai perintahmu, aku sempat mengacaukan sistem untuk mendapatkan tiket itu."

"Tidak masalah. Nanti kutransfer sisanya." Lalu Richard melambaikan tangannya sebelum menarikku cepat-cepat karena pesawat akan take off dalam lima menit.

Tepat sesuai dugaanku, kami sampai di pusat kota Görlitz hampir petang. Aku dan Richard bergegas mencari taksi agar bisa sampai di Hotel di dekat pusat perbelanjaan Art Nouveau. Namun malam itu seperti kesialan beruntun, kami baru mendapatkan taksi setelah lima belas menit kemudian. Sepanjang perjalanan, hanya hening yang mengisi kami selain suara bising karena Richard membuka jendela mobil untuk aksesnya merokok. Dia ini, sebentar saja, menjauhkan diri dari tembakau, apa tidak bisa?