24. Samuel ditembak Diana (?)

1.5K 68 1
                                    

Mata Diana membinar melihat betapa indahnya bouquet tersebut. "Ini ... buat apa?"

"Terima aja dulu, entar juga tau," sahut Samuel dengan tersenyum. Diana menatap bunga tersebut dengan pipi merona.

Setelah menempu perjalanan setengah jam lamanya, Samuel berhenti di salah satu restoran mewah dan cukup terkenal di kalangan para pasangan. Mereka berdua turun dari mobil dan memasukinya.

Seorang pelayan wanita menunjukkan jalan kepada mereka untuk pergi ke meja yang sudah dipesan Samuel sebelumnya. Sebuah meja dengan dua kursi berhadapan, terletak di sudut ruangan dengan kaca besar menampilkan indahnya jalanan ibu kota malam hari.

 Sebuah meja dengan dua kursi berhadapan, terletak di sudut ruangan dengan kaca besar menampilkan indahnya jalanan ibu kota malam hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diana mengerjapkan matanya terpukau dengan indahnya dekorasi dari meja tersebut. Tanpa sepengetahuan Samuel, Diana masih tersenyum tertahan melihatnya. Samuel menarik kursi untuk Diana.

"Makasih," gumam Diana kepada Samuel. Samuel berjalan ke arah kursi satunya dan duduk dengan tenang. Tidak hanya mereka, banyak pasangan-pasangan lain yang tengah bermesraan di tempat tersebut. Selain suasananya yang memang disediakan untuk para pasangan, tentu saja juga karena bersama siapa kita datang.

Mereka berdua memesan makanan dan minuman seusai mereka duduk. Semua makanan dan minuman benar-benar sesuai dengan selera Diana.

"Tumben lo ajak gua dinner ?" Tanya Diana sambil terkekeh. Samuel tidak menjawabnya, ia hanya melengkungkan bibirnya.

"Lo gak mau ngomong sama gua?" tukas Diana mengerutkan dahinya melihat betapa diamnya Samuel saat ini.

"Mau ngomong sekarang?" Diana semakin mendalamkan kerutan di dahinya. Ia tidak mengerti dengan jawaban Samuel itu.

"Maksudnya?" Samuel menghirup nafasnya dalam-dalam dan meraih jemari Diana. Si pemilik jemari tersebut tertegun, ia bahkan tidak dapat mengelurlarkan suara.

"Banyak yang mau gua omongin, lebih tepatnya ungkapin-" Diana masih menatap Samuel menunggu kelanjutan ucapannya. "Gua boong kalo gua gak ada niat buat hajar Gior karena udah nyakitin lo, gua juga boong kalo gua cuma mau temenan sama lo. Selama ini gua selalu sabar dan berharap lo peka sendiri, tapi gimana bisa orang yang selalu gua kasih perhatian dari tanda cinta gua, bahkan gak tau kalo itu cinta?"

"Gu- gua ..." Diana tidak tahu harus berkata apa, seandainya Samuel tahu betapa kencang degupan jantung Diana saat itu.

"Gak apa-apa ... gua cuma mau ngomong itu aja, gua gak ada hak buat jadiin lo milik gua disaat lo suka sama yang lain." Mata Samuel benar-benar menatap mata Diana dalam. Ia dapat melihat dirinya sendiri di mata Diana yang sudah berkaca-kaca. Ibu jari Samuel mengelus jemari Diana lembut. Berharap wanita itu lebih tenang.

"Maafin gua Sam ... gua gak mau sama lo karena lo jauh lebih baik dari gua, gua gak sebaik itu," sahut Diana dengan suara yang cukup bergetar. Mati-matian ia menahan air matanya.

"Gua gak jauh lebih baik karena gua sayang sama cewek yang gak pernah punya rasa sama gua, dan gua rasa kita sama," sahut Samuel. Hati Diana semakin merasa bersalah. Seharusnya ia lebih mengerti Samuel, dan melupakan Gior. Dalam sepersekian detik, ia memantapkan keputusannya.

"Ya udah ayok kita jadian." Mata Samuel membulat, ia merasa tidak percaya dengan apa yang Diana katakan.

"Lo- lo yakin?" Samuel menjadi bingung, niatnya adalah menjadikan Diana sebagai kekasihnya. Mengapa Diana yang malah melakukannya?

"Iya, lo bilang kita kan sama," ucap Diana sedikit memelas. Ia berharap Samuel menyetujui keinginannya itu. Tidak salah jika hal tersebut dicoba, bukan?

Samuel tersenyum lebar, ia menganggukan kepalanya sekilas. "Ayok!"

Sepertinya waktu memang adil kepada sepasang kekasih yang baru jadi ini. Baru saja Samuel menjawabnya, seorang pelayan mengantarkan makanan yang mereka pesan. Perasaan lega menyelimuti kedua insan tersebut.

•••

Matahari telah bersinar tepat di atas kepala para penghuni bumi termasuk penghuni rumah Gior. Semua orang tengah berkumpul di ruang tamu. Diana dan Leana sudah siap dengan koper mereka. Tepat hari ini, Adam dan Tanisha sudah pulang dari kerjaan mereka. Sehingga mereka harus menjemput kedua putri mereka itu.

"Tante, Om, makasih ya udah kasih kita nginap," ucap Diana dengan sangat ramah. Hal tersebut cukup membuat lawan bicaranya tertegun sejenak. Yang mereka lihat seperti bukan Diana.

"I- iya Diana, gak apa-apa," sahut Ranny. Dilanjut dengan Leana yang juga mengucapkan terima kasih kepada kedua pemilik rumah itu. Sementara Gior, ia sudah memasang wajah merengutnya sejak tadi pagi. Bahkan, ia tidak ingin menjauh dari Leana sedikit pun.

Ranny dan Farrel beranjak dari tempat duduknya dan pergi sebentar mengurus kerjaan mereka. Sehingga tersisa Diana, Leana, dan Gior. Diana sama sekali tidak menoleh ke arah kedua insan itu, ia sudah terpaku dengan ponselnya ditambah wajah tersenyum.

"Gak usah pulang ..." bujuk Gior sambil menarik-narik lengan Leana. Membuat tubuh Leana bergerak ke kanan dan ke kiri.

"Apa sih ... kita masih ketemu, Gi!" ucap Leana sedikit kesal. Sudah sejak pagi Gior merengek kepadanya agar tidak usah pulang. Bagaimana bisa? Mereka saja bukan sepasang suami istri.

"Huh! Harusnya gua nikahin dari kemarin," gerutu Gior dengan tubuh yang ia hempas ke sofa miliknya. Leana menepuk lengan Gior sekilas agar Gior tidak mengatakan yang tidak-tidak.

"Sam!" seru Diana mengejutkan Gior dan Leana. Mereka melihat Diana yang melambaikan tangannya ke udara ke arah pintu gerbang. Hal tersebut membuat Gior dan Leana menoleh ke arah pintu bersamaan. Dengan Diana yang berlari ke luar dan memeluk tubuh Samuel. Mata Gior dan Leana sama-sama terbelalak, seakan tidak percaya dengan yang mereka lihat.

TBC

Akhirnya Diana move on guys!!! Ada yang seneng?

Jangan lupa pencet bintangnya, komen, dan kasih tau temen-temen kalian! HEHEHE

TERIMA KASIH

•••

My Sister's EX ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang