6 - Kecewa

2.2K 457 88
                                    

Pukul 5 pagi, Isyana duduk di kursi meja belajarnya sambil menggenggam ponsel. Lagi-lagi ia tengah menanti balasan pesan dari Alvin yang menghilang sejak kemarin siang. Dihubungi, tidak ada jawaban. Dikirim pesan, tidak dibaca. Untuk kesekian kalinya, Isyana merasa khawatir pada Alvin.

Gadis itu mengingat-ingat rencana kegiatan Alvin baik di hari kemarin maupun hari ini. Mulai sekarang, dia harus tahu tanpa bertanya pada Alvin karena pria itu tidak seterbuka dulu. Alvin tidak pernah lagi update jadwal di pukul 5 pagi untuk berkabar akan kemana saja dia hari itu dan apa saja kegiatannya. Bahkan, sekarang harus Isyana duluan yang menghubungi Alvin.

Ah ya, Isyana ingat bahwa hari ini tanggal 5. Alvin punya jadwal motret di daerah Gegerkalong bersama dengan Kang Gilang. Mungkin, Isyana bisa menghubungi Gilang untuk bertanya jam berapa pekerjaan mereka dimulai. Sekalian, dia juga ingin titip pada Gilang untuk melihat keadaan Alvin dan mengabarkan kepadanya.

Isyana tidak tahu apa salah dia sehingga Alvin berubah menjadi seperti ini. Dia rasa, dia masih sama seperti beberapa tahun silam. Isyana yang sekarang masih tetap seperti Isyana yang dulu. Manja, banyak mengatur, selalu ingin tahu kegiatan Alvin, dan selalu minta dikabari setiap waktu. Dulu, Alvin tidak merasa masalah dengan itu semua. Tapi sekarang, kenapa Alvin berubah? Apa dia sudah bosan pada Isyana?

"Teteh."

Pintu kamar Isyana terbuka dan menampilkan si cantik nan lucu Audy yang sepertinya baru saja bangun tidur.

"Kenapa Dedek?" Tanya Isyana, bangun dari duduknya dan menghampiri Audy.

"Dedek mimpiin Papa." Kata Audy pelan.

"Dedek sebelum bobok pasti gak berdo'a dulu ya?" Tebak Isyana.

Audy mengangkat bahu, "Dedek lupa, Teh."

Selalu seperti itu kegiatan Isyana setiap pagi hari. Dia akan menyiapkan pakaian sekolah sekaligus sarapan untuk Audy, membantu anak kecil itu membereskan alat sekolahnya, dan yang terakhir dia akan mengantar Audy sampai ke depan komplek untuk naik angkot. Sebetulnya, Isyana sedih dengan keadaan keluarga dia yang sekarang. Tapi mau bagaimana lagi, semuanya akan tetap berjalan dengan buruk kalau dirinya selalu kepikiran tentang perpisahan kedua orangtuanya yang membuat hidup keempat bersaudara itu hancur dan mau tak mau harus hidup dalam keadaan yang berbeda.

Untungnya, di titik terendah dalam hidupnya itu, dia masih punya Alvin yang selalu setia mendukungnya. Alvin yang selalu mengelus punggungnya ketika ia menangis. Alvin yang selalu meyakinkan Isyana bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Ah ya, hampir kelupaan.

Isyana harus menghubungi Gilang untuk bertanya perihal Alvin.

Pada dering ketiga, panggilannya dijawab oleh Gilang. Tanpa sadar Isyana tersenyum tipis.

"Ada apa, Syana?" Tanya Gilang di ujung sana.

"Kang Gilang lagi dimana?"

"Saya di kostan. Mau berangkat ke Gegerkalong. Ada yang bisa saya bantu, Na?"

"Akang udah sama Alvin?"

"Alvin? Dia belum ada kabar tuh. Mungkin masih di rumah." Balas Gilang.

Isyana mengucapkan terimakasih. Lalu dia segera menghubungi Bunda untuk bertanya apakah Alvin sudah siap-siap atau belum. Maaf mengganggu Bunda, Isyana hanya ingin tahu keadaan Alvin.

"Halo Assalamualaikum." Sapa Bunda.

"Waalaikumsalam, Bunda. Alvin ada? Maaf yaa pagi-pagi Syana ganggu, cuma mau nanyain Alvin soalnya dia dari kemarin gak ada kabar."

"Loh? Alvin kan dari kemarin ke Jakarta sama temennya. Tadi malem dia kemaleman dan di Cileunyi macet Neng, jadi gak pulang. Bilangnya sih nginep di rumah temennya di Setiabudi."

[3] Kim - kthxbjh (Lokal Ver) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang