19. 1+1=3

2.4K 416 57
                                    


Sepulang dari Nolabel pada pukul 7 malam, Alvin menyempatkan diri mampir ke apotek guna membeli barang titipan istrinya. Dia sampai mendapat tatapan tak percaya dari sang penjaga apotek begitu tahu barang apa yang ingin dibeli oleh pria tampan itu. Mungkin, mereka bertanya-tanya untuk siapa pria tampan dan masih muda seperti Alvin membeli barang tersebut.

Kemarin, sehari setelah Yerim kembali pulang ke Cimahi. Bella bercerita padanya bahwa datang bulannya sudah sangat telat. Ia pikir, mungkin hasil buah cintanya bersama Alvin sudah tumbuh di perutnya. Atau mungkin ada faktor lain yang membuat datang bulannya tidak datang tepat waktu.

Oleh karena itu, untuk menjawab rasa penasaran, Bella meminta Alvin membelikan testpack. Bagaimanapun hasil yang akan didapatkan nanti, keduanya akan menerima dengan lapang dada, meskipun kalau ternyata hasilnya negatif.

"Ini merk yang paling bagus ya, Teh?" Tanya Alvin pada si penjaga apotek.

"Iya, itu yang paling bagus A'. Buat siapa gitu?" Si Teteh apotek balik bertanya, kepo.

"Buat istri saya, Teh."

"Oh, Aa-nya udah nikah?" Timbrung penjaga lain yang kelihatannya berusia lebih tua.

"Iya, Bu. Udah jalan 3 bulan." Balas Alvin.

Sengaja dia menaruh kunci mobil di atas rak etalase untuk memperlihatkan kepada mereka bahwa sudah ada cincin yang melingkar di jari manisnya.

"Ini mau 1 aja A'?"

"Hmmm, 3 aja deh, Teh." Ujar Alvin.

Dia kemudian membayar total yang disebutkan oleh penjaga apotek tersebut.

Kalau ditanya bagaimana perasaan Alvin sekarang, sejujurnya dia tidak bisa menjelaskan secara rinci apa yang sebenarnya ia rasa.

Ada satu rasa senang di hatinya kalau sampai Bella positif mengandung anaknya. Dia akan merasa bangga sekali karena akan menjadi Ayah di usia yang masih muda. Tapi di sisi lain, Alvin mendadak kebingungan memikirkan kondisi ekonominya. Mau bagaimanapun, dalam kondisi hamil dan akan mempunyai anak pasti kebutuhannya akan sangat banyak. Dan ia sama sekali tidak ingin Bella dan anaknya nanti ikut-ikutan susah. Cukup dia saja yang pernah pernah berjuang mati-matian. Bella dan anaknya jangan. 

Dia memang punya uang yang diwasiatkan oleh Ayah untuknya. Tapi, mana cukup. Waktu akan terus berjalan. Kalau mengandalkan uang itu saja, pasti akan selalu kekurangan. Alvin sedang berpikir, apa yang harus ia lakukan dengan uang tersebut agar uangnya bergulir dan ia bisa memenuhi kebutuhan istri dan anaknya hingga berpuluh-puluh tahun ke depan?

Ah, sudahlah.

Biar itu dipikirkan nanti. Sekalian Alvin mengobrol dengan Papa Windy atau Ayah Bella. Yang lebih tua pasti lebih tahu solusi yang terbaik.

Sesampainya di apartemen, Alvin mendapati sang istri yang sudah terlelap di atas ranjang mereka. Padahal waktu belum menunjukkan pukul 10, jam tidur Bella.

Tanpa berniat membangunkan sang istri, karena pria itu tahu akhir-akhir ini Bella selalu mengeluh capek dan kelelahan. Alvin hanya menarik selimut untuk menutupi tubuh istrinya. Dikecupnya dengan sayang kening beserta kedua pipi Bella. Lalu dia mematikan lampu kamar dan keluar untuk menonton televisi. Ada pertandingan bola nanti malam yang tidak boleh ia lewatkan.

****

"Kamu semalem pulang jam berapa? Kok nggak bangunin aku?" Tanya Bella di keesokan harinya.

"Jam 9, Sayang. Aku mau bangunin kamu tapi gak tega, ah. Kamu kelihatannya kecapekan banget." Kata pria itu seraya mengelus lembut rambut Bella.

Jam masih menunjukkan pukul 5 pagi. Alvin baru saja selesai melaksanakan ibadah dan berniat untuk tidur lagi sebelum dirinya akan pergi ke Cikutra pukul 8 nanti.

[3] Kim - kthxbjh (Lokal Ver) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang