38 - Kesempatan

2.1K 390 114
                                    


Glenn, Ikiw, dan tiga pekerja baru tampak menatap Alvin dengan pandangan penuh tanya. Bagaimana tidak, bos mereka itu datang ke studio dengan wajah ditekuk. Tatanan rambutnya begitu berantakan, tak ada sedikitpun senyum di wajah tampan pria asal Bandung itu.

Yang paling menarik perhatian adalah Alvin membawa helm dan tas ransel besar yang mengembung entah berisi apa.

"Kang, baru pulang dari Bandung?" Tanya Ikiw lalu mendekat untuk bersalaman dengan Alvin.

"Iya." Balas Alvin singkat, "gimana? Kerjaan lancar?" Tanya pria itu kemudian.

"Lancar, Kang. Tiap hari rame terus kok. Alhamdulillah." Jawab Glenn.

"Oh gitu, Alhamdulillah atuh. Bentar ya saya ke ruangan dulu. Nanti saya bantu-bantu deh." Kata Alvin ramah.

Kelima orang itu mengangguk.

"Iya siap, Kang. Mau minum apa atuh Kang?"

"Bawain air putih aja ya."

"Mie rebus sekalian mau gak Kang?" Tawar Glenn.

Alvin mengangguk, "iya boleh, anterin ke ruangan saya ya." Pintanya.

Alvin kemudian naik ke ruangannya di lantai 3. Untuk sementara dia akan tinggal disini terlebih dahulu. Karena dia sendiri tidak tahu harus menumpang di rumah siapa, mengingat mereka tidak punya kenalan maupun keluarga selain Mamah Karmyla di Tangerang. Dia tidak mungkin pergi ke Bandung meninggalkan Bella. Kalau menginap disini, setidaknya sangat mudah bagi Alvin untuk bolak-balik menengok Bella ke rumah. Alvin juga membawa kunci pintu samping yang terhubung dengan garasi. Kalau-kalau Bella mengunci pintu depan, dia masih tetap bisa masuk.

Biar bagaimanapun juga, dia tetap harus bertanggung jawab terhadap Bella yang tengah mengandung anaknya.

Pria itu sungguh menyesal telah berbuat demikian kepada Bella. Dia pikir, semuanya tidak akan sekacau ini. Padahal niat awalnya hanya untuk membantu Isyana saja, meskipun dia tidak bisa mengelak bahwa masih ada sedikit perasaan di dalam hatinya untuk gadis kelahiran kota Bandung itu.

Dia memang belum mencintai Bella seperti dia mencintai Isyana dulu. Pada awalnya dia hanya merasa bahwa dirinya harus bertanggung jawab karena telah menyentuh Bella semaunya. Lama kelamaan, memang tumbuh perasaan dalam hatinya. Namun perasaan itu belum bisa menyamai rasa yang pernah Alvin punya untuk Isyana. Dia mencintai Bella hanya dalam kadar perasaan yang secukupnya. Tidak pernah lebih.

Semuanya terjadi begitu cepat. Belum genap seminggu dia berhubungan lagi dengan Isyana, tapi Bella sudah mengetahuinya.

Alvin merasa dirinya memang harus meminta maaf kepada Bella dan menjelaskan semuanya. Dia harus memohon ampun atas semua kesalahannya--yang belum juga ia sadari berapa banyak kesalahan yang telah ia lakukan.

Alvin akan menerima apapun keputusan Bella. Karena dia mengaku salah. Dia mengaku kalau dia telah melakukan pengkhianatan dan menyakiti hati Bella. Dia akan menerima hukuman apapun yang akan diberikan kepadanya nanti.

Alvin hanya memikirkan hukuman yang akan Bella berikan padanya. Tanpa pernah dia ingat bahwa masih ada orang lain.

Ayah, Ibu, Bunda, Fauzan, dan juga Yerim.

Yang bersiap menghukumnya lebih daripada Bella.

****

Bella tidak berselera untuk makan sedikitpun. Sejak kepergian Alvin sekitar tiga jam yang lalu, wanita hamil itu hanya duduk di sisi ranjang seraya menatap jendela kamarnya, memperhatikan tanaman yang bergoyang karena tertiup angin.

Dia merasa sendiri dan tak berharga lagi bagi siapapun. Bahkan dibalik rasa sakitnya, Bella tidak punya seseorang yang bisa ia jadikan sebagai sandaran. Dia agak menyesal juga karena tidak pernah punya teman dekat sejak masa kuliah dulu. Mau tak mau, Bella harus menelan pedih ini sendiri. Dia tidak mungkin bercerita pada Bunda maupun Ibu.

[3] Kim - kthxbjh (Lokal Ver) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang