tiga puluh empat

32 3 0
                                    

Happy reading

Lama Tami menatap handphone itu, akhirnya tangisnya pun pecah “Maafkan aku Betrand.”

***

Betrand terkejut dengan kedatangan Tami di ruang kerjanya, gadis itu membawa kotak yang lumayan besar dan meletakannya di atas meja kerja Betrand.

“Kamu kenapa tidak mengabariku kalau mau datang? Tanya Betrand heran. Dia berdiri dari kursinya dan menutup laptopnya lalu dia  menghampiri Tami yang berdiri dia sudut mejanya, wajah gadis itu terlihat sangat kaku dan tidak seperti biasanya.

Tami memaksakan seulas senyum pada Betrand “Apa aku mengganggumu?” Tanyanya.

“Tidak, aku sedang tidak sibuk tapi apa ini?” Betrand menunjuk kotak itu.
Tami membuka kotak itu dan dia mengeluarkan blazer milik Betrand dari otak itu.

“Oh ini milikku yang tinggal di rumahmu saat Ririn memuntahkanku. Aku saja sudah lupa pada blazer ini.”

“Aku sengaja tidak memulangkannya, karena kalau aku melihat blazer ini aku selalu teringat pada mu?”

“Lalu kenapa kamu kembalikan? Biar saja, biar aku terus mengingatku.” Gurau Betrand.

“Justu karena itu, mulai sekarang aku akan belajar melupakanmu.” Ujar Tami membuat Betrand mengerutkan kening.

“Maksudmu?”

“Maafkan aku Trand, aku baru sadar, tidak seharusnya aku menjalin hubungna denganmu padahal sebenarnya aku tau Clarine sangat mencintaimu, aku tidak ingin melihat Calrine melukai dirinya lagi dan membuat aku merasa bersalah.”

“Kenapa tiba-tiba kamu berpikiran seperti itu?”

“Aku tidak seharusnya berada dia antara kalian berdua.”

“Tami aku dan Clarine sudah berakhir, aku tidak punya hubungan apa-apa lagi dengannnya, sekarang aku sudah mengangapnya sebagi Adikku sendiri yang aku lindungi. Apa kamu  cemburu karena aku tiba-tiba meninggalkanmu untuk melihat keadaan Clarine beberapa hari yang lalu?”

Tami menggelengkan kepala cepat, “Tidak Trand, kembalilah pada Clarine, dia tidak punya siapa-siapa selain kamu.”

“Tami jangan seperti ini, ada apa denganmu, kenapa tiba-tiba kamu jadi seperti ini?” Betrand menggengam tangan Tami tapi Tami melepaskan tangan Betrand untuk pertama kalinya Betrand merasakan penolakan dari Tami.

“Tami, aku mau tanya apa benar kamu juga mencitaiku?” betrand terlihat sangat resah dengan sikap Tami.

Tami menundukan kepala dia mengehembuskan nafas berat kemudian kembali menatap mata Betrand “Aku  sangat mencitai mu Trand tapi,”

“Tapi apa lagi Tam?” potong Betrand, dia memijat pelipisnya.

“Jadi cuma aku yang berjuang dengan hubungan kita dan sekarang dengan gampangnya kamu menyerah begitu saja? Lelucon macam apa ini Tami?” lanjut Betrand tertawa kecut.

Tami mengigit bibir bawahnya dan menyisir rambutnya yang terurai lurus dia berpikir sejenak bagaimana caranya agar Betrand mengerti maksud dari keputusannya ini.

“Aku tidak mau menjalin hubungan denganmu dan membiarkan Clarine mengakhiri hidupnya, sekarang aku tanya apa kamu tega hidup tenang sedangkan Clarine tersiksa karena perasaanya terhadapmu?”

“Tami, mengenai perasaan Clarine itu lain cerita, itu masalahnya bukan masalah kita yang penting aku sudah ngomong baik-baik padanya tentang persaanku yang hambar padanya, selebihnya itu terserah dia.”

“Kamu egois Trand.” Ujar Tami tak percaya dengan perkataan Betrand.

“Aku hanya berpikir rasional.” Bentah Betrand.

“Saking rasonalnya sampai kamu tidak punya perasaan Tand, cobalah melihat Clarine sebagai gadis yang sangat mencintaimu bukan gadis yang harus kamu cintai.”

Betrand menggelengkan kepalanya, “Tam, aku yakin dia bisa menyembuhkan hatinya sendiri seiring berjalannya waktu.”

“Tidak Trand, meskipun aku sangat mencintaimu tapi sebagai seorang wanita aku mengerti perasaan Clarine, kehilangan kamu bukan hal yang mudah baginya.”

“Tami, hubungan kita belum lama dan kenapa kita harus berakhir seperti ini.”

Tami mengambil tangan Betrand dan mengenggam erat dia menatap Betrand.

“Betrand masa-masa bersamamu adalah hal terindah dalam hidupku, walau pun begitu singkat hal itu sangat berarti bagiku, aku tidak akan melupakan kanangan itu, akan selalu tersimpan di sini, di hatiku.”

“Tami,” panggil Betrand lirih, lidahnya jadi terasa keluh.

“Betrand kalau kamu benar-benar mencintaiku, aku mohon lepaskan aku dari rasa bersalah ini. Kembalilah pada Clarine menikahlah dengannya.” Pinta Tami.

“Tidak Tam.” Betrand menggelengkan kepala dan melepaskan tangan Tami “Aku masih ingin bersamamu, kenapa kamu mengorbankan persaanmu begitu saja?”

“Jangan begitu Trand aku mohon.” Pinta Tami.

Betrand memalingkan wajahnya, dia tidak ingin melihat wajah Tami yang selalu dia damba dan setelah dia mendapatkanya dia harus kehilangan lagi, perasaanya sangat hancur. Tidak sengaja dia melihat dalam kotak itu tidak hanya ada blazernya tapi disana juga ada gaun putih bertabur berlian yang selalu berdiri megah di kaca butik Tami .

“Kenapa ini ada disini?” tanya Betrand heran dia megeluarkan sediki kaki gaun itu.

“Sesuatu yang sangat berharga bagiku, aku akan memberikanya untukmu. Anggap saja sebagai hadiah pernikahanmu dangan Clarine nanti, mungkin di acara pernikahan kalian nantinya aku tidak bisa datang.”

Betrand menatap Tami dia menggertakan giginya “Apa-apaan ini Tam, berhentilah becanda aku tidak mau mengakhiri hubungan kita dan kembali pada Clarine. Berhenti menyalahkan dirimu terhadap keadaan Clarine saat ini, semua yang terjadi pada Clarine itu tidak ada sangkut-pautnya denganmu.” Ujar Betrand marah.

“Kamu jangan berpikiran sempit seperti itu, bagaimana jika suatu saat nanti Clarine mati bunuh diri karena putus asa, kamu yakin akan malanjutkan hidupmu dangan bahagia tanpa rasa bersalah sedikit pun” Sahut Tami tidak kalah meningginya dengan suara Betrand. 

“Lalu bagaimana dengan perasaanku padamu? aku mencitaimu Tami” ucap Betrand lirih.

Tami meraba dada Betrand dan berkata “Perlahan-lahan aku akan menghilang dari sini.” Tami menunjuk dada Betrand dengan telunjuknya.

Lalu dia berjingkat dan menciup pipi Betrand sebagai salam perpisahan  lalu dia berbisik di telinga betrand “Selamat tinggal.” kemudiam Tami mundur dan berbalik meninggalkan Betrand.

Betrand menatap nanar kepergian gadis yang sangat dia cintai itu, hatinya sangat hacur kisah cintanya yang begitu indah berakhir dengan sangat singkat, dia tidak bisa memaksa Tami kembali padanya, dia tidak bisa melakukan apa-apa bahkan mengejar dan merenggut Tami kedalam pelukannya pun dia tidak sanggup.

Batrand memegang ujung meja, tiba-tiba kakinya terasa lemas dan untuk pertama kalinya air matanya jatuh menetes karene cinta.

***

tunggu kelanjutannya tinggalkan vote and komen

Loph you all

Terjebak Dalam Mimpi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang