Life Must Go On (The Last Chapter)

507 57 15
                                    

Doyoung memutar kembali video itu berkali - kali di kamarnya. Sesekali airmatanya terjatuh, dan sesekali ia tersenyum sambil membelai wajah Sejeong dilayar laptopnya.

Wajah Doyoung tampak pucat, sudah tiga hari dia tidak makan dan tidak tidur. Bahkan ia tidak beranjak dari kursinya dan hanya memutar video itu berulang - ulang.

Taeil yang memandanginya dari belakang bersama Wendy, diam - diam menghapus airmatanya. Sudah ribuan kali ia meminta Doyoung untuk mendengarkannya, memintanya untuk makan dan beristirahat, namun Doyoung tidak pernah mendengarkannya. Ia seolah memiliki dunianya sendiri. Wendy menuntun Taeil untuk keluar dari dalam kamar Doyoung.

"Apa kita harus menghubungi psikiater?" tanya Wendy.

"Adik saya ngga gila, Wendy!" bentak Taeil tersinggung.

"Aku tau, sayang.. tapi aku rasa Doyoung membutuhkannya sekarang. Ini demi kebaikan dia.." kata Wendy, namun Taeil menggeleng - gelengkan kepalanya tidak setuju.

"Doyoung masih belum mau makan kak?" tanya Jungwoo.

"Nde.."

"Boleh saya masuk ke kamarnya dan bujuk dia lagi?" tanya Jungwoo.

Taeil menganggukkan kepalanya, dan memberi jalan pada Jungwoo untuk masuk kedalam kamar Doyoung.

"Doyoung.." panggil Jungwoo.

Seperti biasa, Doyoung tidak bergeming sama sekali. Jungwoo perlahan mendekat, kemudian berlutut disamping Doyoung.

"Doyoung, kamu harus," Jungwoo menghentikan ucapannya saat melihat kedua mata Doyoung terpejam.

Apa dia tertidur? Dia akhirnya tidur setelah tidak beristirahat sama sekali semenjak kepergian Sejeong. Gumam Jungwoo sambil menghela nafas dengan lega.

"Doyoung, kamu harus pindah ke tempat tidur untuk beristirahat" kata Jungwoo sambil menepuk - nepuk pundak Doyoung.

Set,

Tubuh Doyoung yang lemas malah terjatuh, untuk dengan cepat Jungwoo menangkapnya.

"ASTAGA, DOYOUNG! KAMU PINGSAN?"

***********


Doyoung perlahan membuka matanya karena merasa seseorang menyentuh pipinya dengan lembut.

"Sudah bangun?"

"Sejeong?" tanya Doyoung sambil membulatkan kedua matanya.

Sejeong tersenyum lebar walaupun airmata sudah jatuh dipipinya, "hm, ini aku.." jawab Sejeong.

"Sejeong.." panggil Doyoung lagi dengan lirih dan ikut menangis, ia benar - benar tidak menyangka dapat bertemu kembali dengan Sejeong. Tapi, bagaimana bisa..

"Nde.. Doyoung, jangan sedih.. jangan menangis lagi.." pinta Sejeong sambil mengusap airmata dipipi Doyoung, "aku baik - baik aja disini.. aku bahagia karena kamu adalah yang terakhir dalam hidupku, aku bahagia karena membawa rabbit wishes itu bersamaku" lanjutnya.

"Kamu juga yang terakhir buat saya, Sejeong.." kata Doyoung.

Sejeong mengangguk pelan, "aku tau.. tapi hidupmu masih harus terus berlanjut" kata Sejeong.

"Saya ngga bisa hidup tanpa kamu!" seru Doyoung.

"Aku tidak pergi kemana - mana, Doyoung.. Aku tetap ada dalam hidup kamu.. Saat kamu melihat matahari yang bersinar memberi kehangatan, aku ada disana. Saat kamu melihat bintang yang menerangi kegelapan, aku ada disana. Saat kamu melihat hujan turun membasahi kekeringan, aku ada disana. Saat kamu menikmati angin yang berhembus memberi kesejukan, aku ada disana" jawab Sejeong.

The Last || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang