(34) Sesak

14 5 0
                                    

3 bulan kemudian Lisya dan yang lainnnya dinyatakan lulus dari SMP Negeri 4 Cimahi, setelah mereka semua berjuang dalam mengerjakan ujian-ujian kelulusan.

Kini, mereka berada dalam acara perpisahan sekolah angkatan 2018-2019. Setiap siswa angkatan tersebut di wajibkan untuk menggunakan pakaian jas untuk anak laki-laki sedangkan untuk anak perempuan, mereka di wajibkan untuk menggunakan gaun atau kebaya. Yang pastinya, kaum hawa di dominasi dengan make up di wajah mereka.

Mereka semua, teman-teman Lisya di sekolah pun termasuk Lisya, mengikuti acara tersebut dengan hikmat. Hingga tiba di bagian dimana semua siswa diberi mendali kelulusan angkatan. Semuanya bahagia, bahkan ada yang menangis karena terharu.

Lisya sama bahagianya. Akhirnya, ia dapat lulus SMP dan meneruskan pendidikannnya kejenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu SMA.

Akhir-akhir ini Lisya tidak terlalu mempermasalahkan hal-hal yang membuatnya terusik di lingkungan sekolah. Ia hanya fokus untuk belajar, menghadapi ujian Nasional. Saking sibuknya, hingga tak sadar ia melupakan masalahnya dengan Arga, beberapa bulan belakangan ini.

Lisya pun berdiri dari kursi acara di tenda besar lapangan. Ia pun mencari seseorang sambil memegang karangan bunga, tanda perwakilan kelulusan setiap kelas di angkatan tersebut. Mata indahnya meneliti setiap tempat duduk yang berada di lapangan tersebut. Namun nihil, orang yang ia cari tak ada sama sekali. Batang hidungnya pun sama sekali tak terlihat oleh Lisya.

Mata Lisya sayu, ia pun duduk kembali di kursi. "Arga, lo dimana?" batin Lisya. Lengannya tak henti meremas karangan bunga di pelukannya.

Nanda yang melihat sikap Lisya yang terlihat sedang takut dan bingung pun akhirnya ikut campur dalam pikiran temannya itu. "Sya, lo kenapa?"

"Ngga kenapa-kenapa." Lisya pun tersenyum hambar.

"Jangan bohong sama gue Sya." Nanda pun kini menatap Lisya dengan serius.

Lisya pun membalas tatapan Nanda tak kalah serius, "gue gak bohong."

"Lo gak jago."

Lisya pun akhirnya menunduk, sambil tersenyum kecut. "Gue ketauan." Kini, pandangannya beralih ke teman yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri.

"Cerita sama gue, ada apa?"

Lisya pun tersenyum, "Arga." Ia pun menaruh karangan bunga di sebelah kursi yang kosong karena ditinggalkan orang yang mendudukinya.

"Arga? Ada apa sama si Arga?"

"Gue gak liat wujudnya. Kemana ya dia?"

"Bukannya lo lagi marahan sama tuh anak, ampe detik ini?"

"Gue baru nyadar Nan. Lagian, kalau gue ngga baikan sama dia sekarang.. Kapan gue baikannya? Gue kan gak tau kalau nanti gue mungkin, gak akan pernah ketemu lagi sama dia."

Nanda pun tertawa.

"Loh, lo kok ketawa?"

"Abis lucu aja. Lo bego, baru nyadar sekarang. Udah telat kali.."

"Gak ada yang namanya terlambat Nan, kalau buat baikan."

Nanda pun menghembuskan nafasnya, "huh. Serah lu deh. Lagian, gue udah gak mau tau urusan si ogeb. Jadi, jangan tanyain ke gua, ok?"

"Nan, lo kejam amat si." Lisya pun sedikit terhibur karena kata-kata Nanda.

"Emang gua kejam, mau apa?"

"Ngga apa-apa si-"

Tiba-tiba, seluruh siswa dikejutkan dengan pemberitahuan dari panitia acara bahwa ada sebuah lukisan yang dikhususkan untuk seorang siswa di sekolah tersebut. Dari seseorang yang sangat misterius.

Salahkah? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang