(20) Cerita Rasya

25 8 4
                                    

Lisya POV
Aku hanya seorang anak perempuan yang masih duduk di bangku SMP.

Masih terlalu muda kah, jika aku dapat merasakan cinta?

Orang bilang, jika kita merasakan sesuatu yang berbeda terhadap seseorang.. Itu tandanya, kita menyukai orang tersebut.

Namun, yang aku rasakan terhadap Arga itu berbeda.

Aku telat mengakuinya, bahwa aku menyukainya. Dari awal.

Namun sepertinya, rasa 'aneh' ini sudah tertanam di hatiku selama 6 bulan ini.

Berarti..
Itu tandanya, aku sudah mencintainya bukan?

Namun lagi-lagi orang berkata, bahwa cinta di usia remaja itu adalah cinta monyet. Bukan cinta sebenarnya.

Apakah benar?

"Gue bakal ngebuktiin sendiri. Apa bener, yang gue rasain sekarang itu adalah cinta monyet?"

Lisya pun terus saja bergumam dalam hati. Padahal, ia sedang mengendarai sepeda di komplek dekat rumah.

Gara-gara pikiran Lisya yang tidak konsen, akhirnya ia menabrak seorang anak kecil yang sedang memakan es krim.

"Huwaaaa!!" anak kecil tersebut menangis.

"Duh." Lisya pun langsung membanting sepedanya ke aspal jalan komplek.

"Duh dek, maafin kakak ya."

"Huwaaaa.. Huwaaaa.."

"Jangan nangis dong.."

"Ibuu.. I-ibuu.."

"Aduuuh,"

"Jangan nangis dong dek." Lisya pun bingung tak tahu harus melakukan apa.

"Kaki ku lu-luka.. Sa-sakit!"

"Huwaaaa.." Anak kecil tersebut pun kembali menangis.

Lisya pun melihat kaki anak laki-laki tersebut. Dan benar saja, lukanya lumayan besar karena beradu dengan aspal jalan.

"Maafin kakak ya dek, lutut kamu jadi luka gini.." Lisya pun memegang pinggiran luka anak kecil tersebut.

"A-aww!"

"Duh, sorry-sorry deh." Lisya melirik ke bawah, ia melihat ada es krim dengan cone nya jatuh.

"Es krim kamu juga jatuh, kakak juga minta maaf buat itu ya."

"Hiks.. Hiks.." Anak kecil tersebut pun menutup matanya, lalu menguceknya dengan kedua tangannya.

"Yaudah deh, dari pada nangis terus kayak gini, mening ikut kakak ke rumah kakak yuk! Kakak bakal obati luka adek, udah gitu kakak beliin es krim yang baru. Mau ngga?" tawar Lisya.

"Ma-mau.."

"Yaudah yuk, jangan nangis aja ok."

"Maafin kakak ya." Lisya pun mengelus kepala anak tersebut dengan lembut.

"Em-m.. Iya deh. A-aku maafin kakak. Hiks."

"Udah dong.. Nangisnya berhenti."

"I-iya. Hiks." Anak kecil itu pun menghapus air matanya.

"Nah gitu dong. Kan cakepnya jadi ada lagi kan." Lisya pun tersenyum.

"Kakak, kok lama sih mau jalan ke rumahnya? Katanya mau ke rumah kakak?"

"O-oh iya! Kakak jadi lupa kan, yaudah yuk!" Lisya pun membopong anak laki-laki tersebut. Namun, sebelum itu ia membenarkan posisi sepedanya dulu menjadi posisi yang layak untuk di taiki.

Salahkah? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang