(14) Mantan

30 9 0
                                    

"Gluduk! Gluduk! Gluduk!!" terdengar suara petir dari jauh.

"Duh, gimana nih. Langit udah mendung, udah kedenger suara petir lagi." Lisya pun melangkahkan kakinya dengan cepat.

"Apa.. Gue minta jemput Pak-" namun niatnya dalam hati pun, kini ia urungkan.

"Gak! Gak mungkin gue minta jemput sama Pak sopir. Yang ada, gue dimarahin Bunda lagi. Gue kan ngga bilang dulu kalau gue itu langsung pergi ke Perpustakaan Kota." Kata Lisya dalam hati.

Lisya pun akhirnya berhenti sejenak, ketika ia melihat ada kembang gula yang telah di bungkus, dan di gantung rapih di sebuah gerobak.

Mata Lisya berbinar. Ketika ia melihat warna-warni dari si kembang gula. "Gue jadi inget masa-masa TK deh." Lisya pun tersenyum. Ia melangkah ke arah si pedagang.

"Waah Bu. Warna-warni banget aromanisnya. Aku mau yang warna biru satu ya." Lisya pun tersenyum kepada Ibu pedagang.

"Yang besar, apa yang kecil Neng?" Tanya si pedagang.

Tiba-tiba saja, ada suara laki-laki yang menjawab pertanyaan si pedagang.

Ia adalah..

"Yang besar aja Bu, satu."

Lisya pun mengerutkan dahi. Spontan saja, ia membalikan tubuhnya.

Kaget. Itulah hal yang sedang Lisya rasakan saat ini. Ketika ia melihat, siapa orang yang berada di hadapannya kini.

"Sechan." Lisya pun memasang wajah datar.

Laki-laki tersebut tiba-tiba saja, memberikan senyuman kepada Lisya.

Namun bukan senyuman ramah, atau senyuman manis. Tetapi, senyuman miring yang laki-laki itu berikan kepada Lisya. Sangat terkesan menjijikan.

"Masih inget gua Sya?"

Lisya pun memutar bola matanya, ia sangat malas ketika mendengar basa-basi dari seseorang. Apa lagi, jika seseorang itu adalah..

'Mantannya'.

"Ngapain lo?" kata Lisya datar.

Sechan pun tersenyum. Ia tidak mengacuhkan kata-kata Lisya. Tangannya meraih aromanis besar dari Ibu pedagang, lalu membayarnya dengan uang sebesar, 20 ribu.

"Ini Bu, uangnya."

"Bentar ya A. Ibu nyari kembalian dulu." Kata Ibu pedagang.

Lagi-lagi, Sechan pun tersenyum. "Gak usah Bu. Gapapa. Ambil aja kembaliannya."

"Loh A, ini aromanisnya cuman 10 ribuan." Kata si pedagang, heran.

"Gak papa. Buat Ibu aja." Sechan pun tersenyum kembali.

Melihat hal yang membuatnya malas, Lisya pun akhirnya melangkahkan kakinya. Ia perlahan meninggalkan Sechan.

Ekor mata Sechan menangkap kepergian Lisya. Ia pun akhirnya menuju ke arah motornya, yang berada di parkiran. "Gue bakal kejar lo Sya." Kata Sechan dalam hati.

"Gue bakal dapetin lo lagi, apa pun itu caranya." Sechan pun tersenyum miring.

Segera saja, Sechan menyalakan motor ninja nya, dan pergi meninggalkan tempat itu.

"Brm. Brm.." terdengar suara gas motor dari arah belakang.

"Pasti orang rese." Kata Lisya dalam hati. Ia pun mengacuhkan hal tersebut dengan melanjutkan langkah kakinya.

Sechan pun mensejajarkan motornya dengan langkah kaki Lisya. Ia pun membuka kaca helm, "naik!" perintah Sechan.

Lisya pun melirik Sechan dengan tatapan tajam, namun tetap terlihat elegan. "Siapa, lu?".

"Lo ngga usah basa-basi Sya."

"Lo yang basa-basi."

"Gua serius Sya."

"Gue lebih serius."

"Gua di suruh Bunda lo."

"Buat?" tanya Lisya datar.

"Ngejemput lo." Sechan pun mematikan motor ninja nya, lalu mengangkat helm di kepalanya.

"Bunda tau dari mana kalau gue lagi ada di sini?" lagi-lagi Lisya bertanya dengan nada datar.

Sechan tak menjawab pertanyaan Lisya, "ayo pulang. Gua anter." Arga pun memakaikan helm kepada Lisya. Yang memang, sudah ia siapkan dari tadi.

"Ngapain lo? Gue nggak minat balik bareng lo." Lisya pun membuka kunci helm.

Namun belum sempat untuk membuka helm, Lisya sudah dibuat kaget oleh Sechan. Karena..

"Cup." Sechan mencium pipi Lisya.

"Lo bisa diem kan?"

"Sekarang, ikut aja sama gua. Gua jamin, lo bakal aman sampe rumah lo." Kata Sechan.

Lisya pun tersenyum miring, "kurang ajar."

"Gua ngga akan kurang ajar, kalau lo ngga ngundang gua buat ngelakuinnya." Kata Sechan datar.

"Brengsek." Lisya pun akhirnya melangkahkan kakinya. Ia menaiki motor ninja milik Sechan duluan.

"Good girl." Sechan tersenyum. Ia pun menyiapkan kunci motornya, dan langsung menaikinya.

Di perjalanan, butiran air hujan pun mulai berjatuhan.

"Untung lo gua jemput. Kalau ngga, nanti lo sakit gara-gara hujan." Kata Sechan.

"Bego, di perjalanan aja udah kena rintik hujan, ya bakal basah lah nanti. Lagian, kalau gue sakit juga, bukan gara-gara hujan. Yang ada gara-gara Lo P 'A." Kata Lisya dalam hati.

~ •×•×• ~

Assalamu'alaikum guys!

Huduh-huduuh.. Gimana nih? si Lisya, kayaknya di kelilingi ama cowok-cowok ya ngga?😎

Apa lagi, kalau cowok-cowoknya ganteng. Jadi, iri aku tu :'v

Chapter ini sedikit? Mau yang panjang?

Tunggu update chapter ke 15 ya ;)

Follow Instagram aku di :
@lanvntnf
dan, subscribe channel YouTube aku di : Lanvine Traizeta N F
Okeh!

Thanks guys!

Salam💕

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~

Bandung, 21 Februari 2019.

Salahkah? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang