Bab 7

919 29 0
                                    

Ezra bergegas menyalakan motornya, membela jalanan yang macet dan ramai dengan kecepatan diatas rata rata, seakan ada suatu hal yang lebih penting daripada nyawanya. Pikirannya tak terkontrol lagi, ia hanya fokus pada satu titik. Selama perjalanan ia berharap bahwa apa yang terjadi akan baik baik saja, tak ingin kehilangan seseorang yang begitu penting baginya.

Sosok yang ia sayangi, yang selalu ia jaga, yang selalu ada di sisinya, dan selalu tersenyum kepadanya dalam keadaan sesulit apapun. Sosok yang selalu menguatkan dirinya, selalu mengorbankan diri deminya, dan sosok yang selalu ia rindukan. Dengan cepat ia memarkirkan motornya, dan berlari menuju salah satu ruangan. Ketika sampai didepan ruangan, hatinya serasa tersayat.

Bagaikan luka yang belum sembuh, namun diberi garam dan menambah rasa perih yang ada. Perlahan ia membuka pintu ruangan tersebut, diatas ranjang ada seorang laki laki paruh baya yang sedang terbaring tak sadarkan diri. Terdapat banyak perban yang menempel pada kepala laki laki itu, sebuah infus juga terpasang di tangannya.

Ezra berjalan perlahan, mengambil salah satu kursi lalu duduk di dekat ranjang tersebut. Memperhatikan sosok laki laki itu, begitu banyak bekas luka yang dapat ia lihat. Beberapa bekas jahitan juga dapat ia lihat, keadaan itu seakan menyayat hatinya.

Matanya mulai berkaca kaca, ia tak kuasa melihat sosok yang begitu ia sayangi dalam keadaan seperti ini. Padahal baru saja ia merasa senang, namun dalam waktu yang bersamaan ia malah mendapat kabar duka. Kesenangan yang tadinya tersisa, telah tergantikan dengan air mata oleh kabar yang datang.

"Pa, papa kenapa bisa begini pa?" Ucap Ezra dengan suara pelan

Hening, tidak ada jawaban. Hanya isakan yang dapat terdengar di ruangan tersebut, tangisan yang begitu memilukan hati. Semakin lama semakin banyak buliran buliran air mata yang jatuh, sangat sulit untuk dihentikan. Bagaimana bisa ia tidak menangis, papanya mengalami luka cukup parah dan dalam kondisi kritis saat ini. Sedangkan mamanya? Entah kemana hilangnya.

Satu jam yang lalu setelah pergi bersama Fina, tepat pada saat ia merasakan kebahagiaan. Ada seseorang yang datang, mengabarkan bahwa kedua orang tuanya mengalami kecelakaan. Dalam kecelakaan tersebut, papanya ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan luka yang cukup parah di bagian kepala. Sedangkan mamanya, tidak tahu dimana dan bagaimana keadaannya.

Papanya telah di larikan ke rumah sakit dan mamanya sedang dalam proses pencarian, dikabarkan bahwa kecelakaan tersebut terjadi pada pukul enam sore. Dalam kecelakaan tersebut masih belum dapat dipastikan apa yang menjadi penyebabnya, dan ditemukan sebuah tas milik mamanya yang berada di dalam mobil bersama papanya yang terluka parah.

Setelah mendengar kabar tersebut, ia segera bergegas untuk menemui papanya dan melihat kondisinya. Bahkan ia tak peduli akan nyawanya ketika mengendarai motornya dengan kecepatan diatas rata rata untuk melewati kemacetan dan jalanan yang ramai, itu semua hanya karena kekhawatirannya terhadap papanya yang terbaring diatas sebuah ranjang dengan banyak bekas luka ditubuh.

"Pa, Ezra minta maaf kalau masih belum bisa jadi anak yang baik. Tapi Ezra mohon pa, jangan tinggalin Ezra pa. Ezra sayang papa, Ezra gak mau kehilangan papa, cukup mama yang hilang, jangan papa juga," ucap Ezra sambil terisak

Ezra menangis sambil memegang tangan papanya, menggenggam tangan itu dengan erat. Berharap suatu mujizat akan datang kepada papanya, berharap bahwa papanya akan segera sadar, berharap papanya akan baik baik saja, berharap semua ini hanyalah mimpi buruk yang segera berakhir, dan berharap papanya masih dapat menemani dan melihatnya dalam keadaan suka maupun duka.

Sebuah ingatan tentang papanya dan dirinya semasa kecilnya tiba tiba terlintas, memenuhi seluruh pikirannya. Dalam ingatan itu tampak seorang anak laki laki yang sedang duduk di salah satu anak tangga dengan wajah sedih, lalu ada sebuah tangan yang menjulurkan sebungkus ice cream rasa coklat. Anak laki laki berdiri dan hendak mengambil ice cream itu, ia tersenyum sambil berlari menuruni tangga.

Saat ia hendak menggapai ice cream itu, tangan itu menarik kembali dan menghilang. Anak laki laki itu mencoba untuk mencari, mengelilingi setiap sudut rumah dengan rasa penasaran. Sedangkan papanya malah duduk bersantai sambil membaca sebuah buku, seolah olah tak melihat kelakuan anak laki laki itu. Lelah mencari, anak laki laki itu duduk di dekat papanya, dengan wajah cemberut.

"Ezra kenapa?" tanya papanya

"Ezra cari ice cream pa, tadi ezra liat ada tangan yang mau kasih ice cream buat Ezra. Tapi tadi tiba tiba hilang pa, udah Ezra cari tapi gak ada pa," kata Ezra dengan muka cemberut

"Jadi Ezra mau ice cream? Mau papa kasih gak?" tawar papanya

"Mau pa, mau!" ucap anak laki laki itu dengan semangat

"Nih buat kamu ice creamnya," ucap papanya mengambil sebuah ice cream dalam sebuah tas yang ada disampingnya dan memberikannya pada Ezra.

"YYEEYY, MAKASIH PAPA," ucap Ezra kecil dengan senang

"Iya sama sama, kamu masih penasaran gak tadi tangan siapa?"

"Masih penasaran sih pa"

"Kamu hati hati ya, dulu katanya sebelum kamu lahir rumah ini ada hantunya"

"Hantu itu ga ada"

"Kamu gak percaya? Tadi malam jam sepuluh ada suara di dapur, papa coba pergi ke dapur. Di dapur gak ada siapa siapa, tapi barang barangnya pada jatuh semua. Ya udah papa beresin, pas mau balik ke ke kamar, tiba tiba papa merinding. Ada tangan yang nempel dipundak papa-"

"Udah deh pa, gak usah nakut nakutin"

"Tangan itu pegang pundak papa, semakin lama tangannya semakin maju. Badan pemilik tangannya semakin deket, papa gak bisa gerak. Mukanya nyeremin, warna hitam semua"

"Jangan jangan tangan tadi itu, tangan yang sama"

"Waktu papa lihat lagi, eh ternyata mama kamu yang lagi pakai masker hitam"

"Terserah pa, terserah"

Ezra dan papanya tertawa bersama, dan sedikit berbincang bincang. Setelah ice cream nya habis, Ezra tertidur pulas dalam dekapan papanya. Menurutnya itu adalah suatu kenangan menyenangkan bersama papanya. Dan ia berharap untuk sekian kalinya, berharap bahwa takkan terjadi hal yang mengerikan. 

*****

"Zra!"

Ezra menoleh, "Apa?" balasnya dengan pelan

"Lo gak apa apa kan? Papa pasti sembuh kok, gue yakin itu. Kakek juga udah janji mau bayarin biaya perawatan papa"

"Hm, gue baik baik aja kok. Iya kak Rez, gue tau. Cuma gue gak bisa aja liat seseorang yang gue sayang terbaring lemah disana"

"Papa pasti sembuh kok, karna mujizat itu nyata. Sekarang kita cuma bisa berdoa dan berusaha yang terbaik buat papa, semoga lekas sembuh dan mama segera di temukan keberadaannya"

"Iya, gue pamit dulu ya. Kalo lo mau pulang, pulang aja Rez. Gue bosen di rumah sendirian, masa gue cuma di temenin sama setan setan doang di rumah"

"Hahaha, oke. Gue pulang setelah selesai olimpiade besok"

"Oke, gue pulang dulu"

"Hati hati di jalan"

"Oke"

Ezra berjalan meninggalkan area rumah sakit, saat ini fikirannya sedang kacau. Rasanya dia tak ingin pulang, dia takut akan semua kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi.

"Pergi kemana ya?" gumamnya sambil duduk di atas jok motornya. "Apa malam ini ke tempat itu aja? Kan pasti gak lama, cuma buat nenangin diri doang," lanjutnya.

Ezra memandang langit, pikirannya masih saja suntuk. Ia benar benar tak bisa berpikir lagi harus kemana, dia tak ingin pulang namun harus pulang. Ia menyalakan mesin motornya, melaju ke suatu tempat. Entah sampai kapan dia disana, mungkin hingga pikirannya kembali jernih.

To be continued

NB: Maaf kalau ceritanya pendek, ehehehehe. Enjoy the Story, jangan lupa vote ya.

THANK YOU <3

PROSPECT  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang