Bab 9

793 26 0
                                    

"Dasar pak widodo, udah tua bangka masih aja suka marah marah. Gue sumpahin ntar matinya, cuman diomelin gak di kuburin!!"

Ezra mengoceh tak jelas sambil memutari lapangan, ia merasa kesal atas hukuman yang diterimanya. Padahal ia merupakan cucu dari pemilik Sekolah, tapi tetap saja ia harus menerima hukuman. Baginya semua itu gak adil, seharusnya cucu dari pemilik sekolah tidak sepatutnya mendapat hukuman. Dan seharusnya hanya karena menyalakan mesin motor saat pulang sekolah, tidaklah patut untuk dihukum. Bukankah jam pulang sekolah itu artinya, jam di sekolah sudah usai?

"Sudah selesai?" tanya Pak Widodo saat saat Ezra kembali ke tempat awal.

Ezra cuman nyengir, tidak menjawab pertanyaan tersebut. Dia takut malah mengundang amarah guru killer itu, kalau dia membantah, ada kemungkinan akan mendapat hukuman lebih.

"Sekarang sudah boleh pulang kan, pak?" tanya Ezra dengan senyum dan tatapan senang

"Siapa yang bilang kamu boleh pulang?" jawab Pak Widodo sambil memelototi Ezra

"Saya kan sudah selesai melakukan tugas, masa gak boleh pulang pak?" ucap Ezra tak terima dan sedikit kesal

"Tugas kamu sekarang ikut antrian finger pin paling belakang, kalau kamu sampai menyerobot lagi. Saya akan memberikan kamu 20 poin karena menyerobot antrian!" perintah Pak Widodo sambil menunjuk antrian yang mengular panjang itu.

"Loh pak, kok gitu?" tanya Ezra dengan tatapan tak terima dan sebal

"Tidak menerima bantahan, poin 20 atau antri?" Ancam Pak Widodo

"Iya pak, iya. Saya ikut antri aja sekarang," jawab Ezra pasrah. Ia memarkirkan sepedanya, melepas helm yang di kepalanya. Berlari kecil ke arah antrian, antrian itu sangat panjang. Mungkin membutuhkan waktu sekitar 15 untuk menunggu finger pin di urutan paling akhir, belum lagi harus berdiri dibawah terik matahari yang begitu panas.

Namun mau bagaimana lagi? Jika ia mau kabur, itu tidaklah mungkin. Karena motornya sekarang berada di dekat Pak Widodo, dan ia tak mau mengambil resiko mendapat poin tambahan pada raportnya nanti. Ia sudah malas mendengar neneknya mengomel, hanya karena ada poin yang bertambah.

Dengan rasa malas dan kesal, ia mengantri di paling belakang. Berdiri bersama para murid yang telah mengantri sejak tadi, berharap dapat cepat pulang kerumah.

"Panas banget anjing," umpat Ezra kesal

Keringat mulai membasahi pelipisnya, punggungnya juga mulai basah oleh keringat. Kakinya sudah mulai lelah berdiri, antrian nya sudah mulai berkurang dari sebelumnya, namun tetap masih panjang.

"Tau gini, gw bilang ke kakek suruh tambah tempat sama alat buat finger pin," ucap Ezra di tengah antrian yang lumayan panjang.

Ezra mencoba mencari celah agar dia bisa segera kabur, namun sayangnya Pak Widodo memperhatikannya terus. Ia mengurungkan niatnya, berharap musibah ini segera selesai. Kakinya sudah sangat lelah, bajunya juga sudah sangat basah oleh keringat.

*********

"Huh, akhirnya. Capek banget gue berdiri dari tadi, dasar orang tua kampret," ucapnya dengan rasa lelah dan sebal. Ia melempar tas nya ke sembarang arah, merebahkan dirinya diatas kasur. Badannya terasa berat, kakinya juga terasa lelah. Ia lelah berdiri hampir setengah jam lamanya, sinar matahari yang begitu terik semakin membuat keringatnya bercucuran.

"Woi Adek Kampret"

Ezra menoleh ke asal suara, di sana tampak seorang laki laki yang berdiri diambang pintu.

PROSPECT  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang