Bab 8

791 26 0
                                    

Berita tentang kecelakaan yang dialami kedua orang tua Ezra kini sudah tersebar hampir diseluruh sekolah, banyak dari para murid yag datang untuk menjenguk dan melihat secara langsung keadaan sang pemilik sekolah tersebut. Bahkan berita tersebut menjadi buah bibir di sekolah, ada yang merasa simpati terhadap keadaan Ezra dan ada juga yang malah bersyukur atas musibah tersebut.

Ezra berdiri didekat salah satu pohon, mengarahkan pandangannya ke sekitar. Menghela napas panjang lalu membuangnya dengan kasar, ia bersandar pada pohon. Akhir akhir ini banyak hal yang tak dapat ia mengerti, banyak hal yang membuat dirinya menjadi bingung.

Orang tuanya pergi ke Jepang selama satu bulan, namun sebelum satu bulan sudah kembali. Saat kembali ke Indonesia, orang tuanya mengalami kecelakaan. Papanya sekarang kritis, dan mamanya tak tahu hilang kemana. Penyebab dari kecelakaan kedua orang tuanya masih belum diketahui, pintu mobil masih tertutup semua namun mamanya menghilang.

Semua hal itu memenuhi pikirannya. Ia merasa seolah olah semua ini telah direncanakan, atau mungkin ada orang yang sengaja melakukan ini semua. Tapi entah siapa yang melakukan hal sekeji itu, dan entah apa tujuannya.

Ezra memejamkan matanya, duduk sambil bersandar pada pohon. Pikirannya sudah kacau, terbang kemana mana. Ia sudah tak berniat untuk mengikuti kelas hari ini, ia lebih memilih untuk membolos. Toh lagi pula ia tidak memiliki ujian, dan siswa siswi kelas XII juga sudah bebas. Hanya tinggal menunggu kelulusan dan hasil ujian, jadi buat apa masuk ke kelas hari ini, begitu pikirnya.

"Bro"

Seseorang menyentuh pundak Ezra, ikut duduk dan bersandar. Ezra menoleh ke samping kiri, mendapati Raka yang duduk di sebelahnya.

"Ngapain lu disini?" tanya Ezra

"Emang cuman lo yang boleh ke sini? Emang ini punya lo?" jawab Raka

Ezra mendengus sebal, ia tak berniat untuk menjawab perkataan Raka. Lagi pula tujuannya disini untuk menenangkan diri, bukan untuk menjawab pertanyaan yang membuatnya semakin sebal dan kacau.

"Gimana kondisi Papa lo sekarang?"

"Ya gitu, lo tau sendiri lah kodisinya," jawab Ezra dengan wajah sendu

"Yang kuat ya bro, kalo lo perlu sesuatu bilang aja. Gue pasti bantu lo," kata Raka sedikit menghibur Ezra.

Mereka berbincang bincang sejenak, mencoba untuk saling menghibur diri. Mencoba untuk menenangkan diri di taman itu, kebetulan taman itu tak banyak yang mengunjungi. Sehingga, mereka bisa dengan leluasa melakukan apa yang mereka inginkan.

***********

Siswa siswi tampak berhamburan keluar dari kelas, berlarian untuk mengambil tempat di antrian. Berebutan tempat agar dapat cepat pulang dan tidak mengantri lama, berdesak desakan dibawah teriknya matahari.

Begitulah kira kira keadaan SMA Anak Bangsa ketika bel pulang sekolah berbunyi, berebutan dan berdesak desakan demi antrian finger pin itu sudah biasa. Namun, bagi calon siswa siswi SMA Anak Bangsa itu adalah hal yang baru diketahui.

Ezra berjalan sanati sambil menggendong ranselnya, ia melihat antrian yang sangat panjang. Malas untuk mengantri panjang, ia berjalan ke depan dan menerobos untuk finger pin duluan.

"Bisa gak sih ngalah sama cewek? Ladies first," ucap seorang siswi.

Ezra menoleh, tersenyum simpul. Mempersilahkan siswi itu terlebih dahulu untuk melakukan finger pin, cewek itu memancarkan tatapan tak suka pada Ezra. Setelah melakukan finger pin siswi itu melangkah keluar dari antrian, Ezra segera melakukan finger pin lalu mengejar sisiwi itu.

"Woi, Cewek!" ucap Ezra mengerjar siswi tersebut.

Siswi itu behenti sejenak, memperhatikan sekitar. Tidak ada orang lain selain dirinya, Ia menoleh kebelakang dan mendapati Ezra yang sedang berjalan kearahnya.

"Lo manggil gue?" tanyanya bingung

"Enggak, gue manggil yang di belakang lo," jawab Ezra asal

"Oh, yaudah," balas siswi itu cuek dan berbalik arah

"Gue manggil lo neng, mau balik gak nih barang lo?"

"Barang? Barang apaan?" tanya siswi itu berbalik arah kembali

"Nih, lo gak mau dompet lo balik? Kalo gak mau, yaudah sih gue ambil aja"

"Dompet?"

Siswi itu mengernyitkan dahi nya, ia mengecek isi tas nya. Benar saja, dompetnya kini tidak ada di dalam tas. Entah bagaimana dompet itu bisa berada ditangan cowok yang ada didepannya, ia merapikan kembali isi tasnya.

"Makasih ya udah balikin dompet gue, gak tau gimana jadinya kalo dompet ini hilang," jawab siswi itu sambil tersenyum

"Nih dompetnya, lain kali hati hati ya nona manis. Serafina Sayang," ucap Ezra sambil tersenyum

"Makasih," kata Fina tersenyum simpul. :Awas aja lo panggil gue sayang, gue gampar lo. Gue duluan," lanjutnya mengancam Ezra, lalu berjalan kearah gerbang.

Ezra tertawa renyah, "Kok bisa sih ada manusia macem dia? Di panggil sayang malah marah marah, biasanya kan kalau cewek lainnya udah pasti seneng di panggil sayang," ucap Ezra sambil berjalan ke arah tempat parkir yang suasanya cukup sepi. Ezra memasang helm nya, menyalakan motornya lalu melaju ke arah gerbang.

"Ezra Adeen! Turun kamu dari motor! Masih banyak ya bahan bakarnya?" ucap Pak Widodo yang sedang berjaga di dekat gerbang dengan geram.

"Eh, anu pak. Itu motor saya--"

"Anu apa? mau cari alasan lagi? Sudah, sekarang kamu puter keliling lapangan sepuluh kali sambil bawa motornya, DITUNTUN!" ucap Pak Widodo tegas. "Kalo sampai kamu nyalakan mesinnya, akan saya tambah hukuman buat kamu. Jangan kamu pikir karna kamu cucu pemilik sekolah, kamu bisa seenaknya disini ya!" lanjutnya dengan geram.

Ezra nyengir, tak niat berniat membantah Pak Widodo. Sebab Pak Widodo adalah teman baik dari kakeknya, dan kalau Pak widodo sampai melapor ke kakeknya atas perlakuannya. Bisa ada masalah lebih besar menantinya, ia akan menerima hukuman lebih berat dari kakeknya. Selain itu, ia masih akan mendapat ceramahan saat berada di rumah. Atau bisa saja ia mendapat yang lebih menyeramkan, ia harus ikut tinggal dan bersekolah di tempat kakeknya.

Bisa jadi anak cupu dia jika berada di sekolah kakeknya, bisa jadi bahan bullyan para preman sekolah itu. Tanpa pikir panjang, ia melakukan perintah Pak widodo. Lebih baik melakukan perintah pak Widodo, daripada harus di kirim ke Sekolah horor, begitulah pikir Ezra saat melakukan hukuman.

To be continued

PROSPECT  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang