"Bu!" Kevin berlari mendekati Nara ketika cowok itu dan temannya yang bernama Ari, sedang berjalan ke arah kantin.
"Kamu suka ya sama saya? Perasaan di mana-mana pasti ada kamu!"
"Heheh, kok Bu Nara tau sih saya suka sama Ibu?"
Nara memutar bola matanya malas. "Gombalan receh kamu gak berpengaruh sama saya Vin."
"Saya gak gombal Bu, saya serius."
"Orang kayak kamu bisa serius? Saya gak yakin, karena muka kamu cocok jadi playboy." Nara melenggang pergi, meninggalkan Kevin yang menatap punggungnya tak percaya.
Ari yang sedari tadi diam akhirnya menghamburkan tawanya. Cowok dengan suara cempreng itu berjalan mendekati Kevin, lantas menepuk pundak Kevin beberapa kali. "Cewek gak cuma Bu Nara Vin! Lo mah guru sendiri di embat! Mending lo sama si Luna aja deh, cocok Vin!" kata Ari dengan kedua jari telunjuknya yang diacungkan.
Pak!
"Bacot lo!" Kevin memukul kepala Ari dengan keras, lantas melenggang pergi meninggalkan Ari yang masih meringis.
"Sialan lo Vin! Gue doain dapet jodoh tante-tante tau rasa lo!" umpatnya.
Kevin berhenti sejenak lantas menoleh. "Biarin, siapa tau jodohnya gue Bu Nara, wlee!"
"SINTING!"
***
"Kamu gak bisa ya se--" Ucapan Nara terhenti ketika Kevin memberi selembar kertas di hadapannya. "Apaan nih?"
"Voucher dong Bu!" seru cowok itu bersemangat.
"Saya tau ini voucher, maksud saya ini voucher apaan?" kata Nara sewot.
"Jangan sensi mulu dong Bu." Kevin tersenyum lebar. "Hari ini, Bos saya, alias pemilik kafe yang biasanya saya dan teman band saya tempatin, ngadain acara gitu di kafenya. Acaranya memang tiap tahun selal--"
"Jangan basa-basi Kevin!"
Kevin memanyunkan bibirnya, membuat Nara berdecih jijik. "Itu voucher undangan buat dateng ke acara itu Bu. Jadi, Bu Nara bakal dapet tempat VIP nantinya terus dikasih makanan gratis, minuman gratis, dan yang pasti ngeliat saya tampil dongg!" seru Kevin dengan bangganya.
"Saya gak bisa." Nara melenggang pergi.
"Lho, kok gitu sih Bu? Ibu kok tega sama saya?"
Nara berhenti melangkah, tetapi tidak menoleh. "Sudah saya bilang berkali-kali Kevin. Jangan anggap saya seperti teman seumuranmu, saya guru kamu, Kevin."
Kevin memutar bola matanya jengah, sampai akhirnya ia mengembuskan napasnya, pasrah. "Ya udah kalo Bu Nara gak mau gak apa-apa, biar saya ajak Luna aja kalau gitu."
Sontak, Nara berbalik lantas dengan cepat mengambil voucher yang masih ada di genggaman Kevin. "Jemput saya jam tujuh pas, telat dikit, saya gak ikut." Setelahnya melenggang pergi meninggalkan Kevin yang masih cengo.
©©©
"Ri," panggil Kevin pada Ari yang sedang membereskan buku-bukunya. Pemuda bersuara cempreng itu menoleh pada Kevin.
"Ini gue yang kege-eran atau Bu Nara yang cemburu ya?" tanya pemuda itu setengah sadar. Ucapan Nara beberapa jam lalu, masih diingat jelas oleh Kevin.
Apakah Bu Nara-nya cemburu, jika ia mengajak Luna?
"Ih najis, lo yang kege-eran lah! Mana mungkin Bu Nara cemburu sama bocah bau terasi kayak lo?" jawab Ari sembarang, padahal ia tidak tahu arah pembicaraan Kevin ke mana. Namun menurutnya, sangat tidak mungkin jika guru cantiknya itu cemburu pada Kevin.
Kevin tak membalas ucapan menyebalkan Ari. Ia sedang bingung dengan perasaannya sekarang. Setengah hatinya merasa senang, setengahnya lagi merasa bingung kenapa dirinya bisa sesenang itu?
Kevin mencekram tangan kiri Ari dan menatapnya dengan mata yang hampir keluar. "Gak, gak, Ri. Dengerin gue. Tadi gue ngajak Bu Nara buat ke kafe yang biasa gue datengin. Trus dia nolak ajakan gue, ya gue mikir dong buat ngajak Luna. Pas gue ngomong kalau gue mau ngajak Luna, Bu Nara langsung ngambil voucher yang gue pegang. Dia juga bilang suruh jemput jam 7. Bingung gak lo?"
Rahang Ari terjun bebas ke bawah. "Lo kalau mau ngebohongin gue itu yang bagusan dikit kenapa sih?"
"Gue serius bambang." Kevin meninju lengan Ari, membuat pemuda itu meringis.
"Mana buktinya?" tantang Ari, membuat Kevin naik pitam. Segera ia mengobrak-abrik isi tasnya. Berharap menemukan voucher yang ia bawa dari rumah.
Tangan Kevin berhenti, tatkala ia baru ingat jika vouchernya berada di tangan Nara.
"Vouchernya ada di Bu Nara," ucap Kevin cuek.
"Tuh kan! Bohong kan lo?!" Ari menutup resleting tasnya, bersiap untuk kabur. "Alah, sok-sokan mau jalan sama Bu Nara! Ngimpi!" Begitu ucapannya selesai, Ari berlari keluar kelas, karena ia tahu ada macan yang sebentar lagi mengamuk. Dan benar saja, Kevin langsung mengejar Ari keluar kelas.
©©©
Nara tak habis pikir dengan dirinya sendiri. Kenapa juga ia harus mengiyakan ajakan Kevin di saat pemuda itu berniat mengajak Luna sebagai penggantinya?
Seumur-umur, ia merasa bodoh sekarang. Bodoh sebodoh-bodohnya. Lalu apa yang akan ia ucapkan pada Kevin, mengenai alasannya mengiyakan ajakan Kevin?
Nara mengusap wajahnya frustasi, kemudian berdecak sebal, membuat Mike di sampingnya menoleh pada wanita itu.
"Kenapa?" Nara menatap Mike canggung, kemudian menggeleng.
"Nggak, cuma mikirin tugas di sekolah tadi." Nara tersenyum canggung.
"Aku larang kamu buat mikir yang berat-berat. Sekalipun tugas," tegas Mike. Nara hanya tersenyum sebagai tanda bahwa ia menanggapi dokter muda di sampingnya.
"Aku kan punya otak," ucap Nara seraya terkekeh.
"Aku tahu." Mike ikut terkekeh pelan.
"Mike. Aku merasa bodoh hari ini."
Mike mengerutkan keningnya, tetapi pandangannya tetap ke arah jalanan. "Kenapa?"
"Pokoknya aku ngerasa bodoh di depan anak murid aku tadi," ucap Nara sedikit merengek.
Mike tidak menjawab, ia takut terlalu merasa penasaran dengan Nara ke depannya.
"Nanti malam kamu ada acara?"
"Ada! Aku sibuk banget," ucap Nara cepat. Namun selanjutnya, "eh, tuh kan Mike, aku merasa bodoh lagi!" Nara menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Kenapa ia bilang malam nanti akan sibuk? Pakai banget malah.
.
.
.
.To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Music From Badboy✓
Teen Fiction[teenfiction, romance] Dear my love teacher, I want to give you music. Listen, I hope I find you. Stay with me, don't go. ____________________________________________ "Bu, jadi pacar beneran saya mau nggak?" -Kevin Ezra Mahaprana "Kamu sadar gak sih...