29. FROM

112 31 1
                                    

Ingin rasanya Kevin menempel pada Nara selalu. Tapi hal itu sangat tidak mungkin dilakukan saat mereka berada di sekolah. Namanya juga baru jadian, Kevin 'kan kaum alay.

Hari itu, Kevin selalu tersenyum ketika ia berpapasan dengan Nara. Walau Nara memasang ekspresi datarnya, Kevin tetap saja tersenyum malu-malu. Padahal Nara biasa saja. Terbalik. Biasanya pihak perempuan yang selalu malu-malu saat bertemu pacarnya, lha ini?

Dan saat bel pulang tiba, Kevin buru-buru untuk merapikan bukunya--yang hanya ada satu biji-- dan melenggang pergi serta meninggalkan kewajibannya untuk menjalankan tugas piket. Ia tidak ingin membuat Nara menunggu sendirian nanti.

Sebelum ia menyalakan mesin mobilnya, ia mengirimi Nara pesan untuk menunggu di tempat yang sama seperti pada saat Kevin menurunkan Nara tadi pagi. Baru saja Kevin ingin menyalakan mesin mobilnya, jendelanya di ketuk pelan oleh sosok gadis berwajah garang. Rambutnya pendek sebahu, dan yang Kevin ingat adalah ketika dirinya meledek gadis itu seperti badut IT tempo hari.

Kevin membuka kaca jendela. “Apa?”

Luna menggerakan matanya ke kanan dan ke kiri, tak berani menatap Kevin. “Gue mau ngomong. Tapi jangan di sini,” ucap gadis itu.

“Gue ada janji. Kapan-kapan nggak bisa?”

Luna menggeleng tegas. “Harus sekarang. Kalau nanti-nanti, bisa berubah pikiran gue.”

Kevin mengela napas dan menyuruh Luna memasuki mobilnya. Berbicara dalam mobil mungkin lebih baik. Pada saat Luna memasuki mobilnya, Kevin melihat Nara berjalan menuju gerbang. Kevin gelisah. Ia takut membuat Nara menunggu lama.

“Lo mau ngomong apa? Serius amat sih?” tanya Kevin. Pemuda itu bingung dengan gelagat Luna yang tak biasa. Biasanya juga mereka pukul-pukulan, kenapa sekarang Luna jadi soft begini?

“Kalau mau ngomong agak ce--”

“Gue suka sama lo.”

“...HAH?!” Kevin menatap horor Luna. Pemuda itu menutup mulut saking tak percayanya.

“Ngomong apa tadi?” Kevin berusaha mengorek telinganya sendiri, barangkali ia salah dengar.

“Gu-e-su-ka-sa-ma-lo. Puas?” eja Luna. Gadis itu menahan malu sebenarnya.

“Lun, asli? Lo lagi kesurupan apa gimana dah?” Kevin menyentuh kening Luna. Tidak panas. Berarti Luna kenapa?

“Beneranlah! Nggak mungkin gue kesurupan. Kalau gue kesurupan juga lo udah gue cekek sampai mati.”

“Dih, mana ada orang suka sama orang begitu?” tanya Kevin kesal. Pemuda itu heran sekaligus takut pada Luna. Apa tadi katanya? Luna suka dengan dirinya?

Kevin kembali bersuara, “kok lo bisa suka sama gue?”

“Gue--”

“OH! GUE TAHU! Pasti karena gue ganteng 'kan?” ucap Kevin dengan percaya dirinya. Luna mendelik, heran dengan dirinya sendiri kenapa bisa menyukai pemuda di sampingnya ini.

“Najis!”

“Idih, najis-najis tapi suka,” ucap Kevin yang membuat Luna bungkam.

“Terserah lo! Gue mau pulang,” pamit gadis itu seraya membuka pintu mobil. Namun, sebelum gadis itu keluar dari mobil, Kevin menahan tangan Luna--membuat sang pemilik tangan dugun-dugun.

“Lun.” Luna menatap Kevin yang kini menatapnya serius. Kan, Luna semakin deg-degan.

“A-apa?”

“Gue cuma mau lo tahu. Kalau sebenernya...” Luna menahan napas, “gue udah punya cewek.” Luna mengembuskan napasnya seraya menatap Kevin kaget. Seorang Kevin? Punya pacar?

Music From Badboy✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang