Nara membenci Kevin.
Cewek blasteran Inggris-Indonesia itu belum pernah merasa sebenci ini pada orang lain. Sekalipun ada orang yang membuat Nara kesal, Nara akan memaafkannya secepat mungkin. Tapi kenapa untuk memaafkan Kevin dan Luna rasanya sangat berat?
Dada wanita itu sangat sesak, ketika kalimat yang diucapkan Kevin kembali terlintas di kepalanya. Ia juga tidak menyangka jika Luna sebegitu terobsesinya pada Kevin, sampai-sampai menguntitnya dengan Kevin. Sebenarnya Nara tidak masalah jika hubungannya pada Kevin tersebarluaskan, namun yang Nara permasalahkan adalah cara mereka menganggap dirinya rendah, seolah-olah cewek itu murahan dan mau dengan lelaki yang lebih muda dari dirinya.
Kalau tahu begini, Nara tidak akan pernah menaruh hati pada Kevin. Ia menyesal. Kalau tahu begini, lebih baik ia mengistirahatkan tubuhnya di rumah daripada memutuskan untuk mengajar di SMA Graham dan bertemu manusia macam Kevin. Ia sungguh menyesal.
Cewek itu berusaha untuk mengontrol napasnya yang sangat sesak. Badannya sangat lemas. Nara berpegangan pada dinding, terus berjalan di koridor dekat ruang kepala sekolah. Namun, dirinya sudah tidak kuat untuk mengontrol napasnya sendiri. Seketika itu juga Nara pingsan bersamaan dengan Lanat yang baru saja keluar dari ruangannya.
___________
“Om, keadaan Nara semakin parah. Pihak rumah sakit harus mengambil tindakan. Kita harus bawa Nara ke Inggris untuk pelayanan yang lebih intensif,” jelas Mike dengan tampangnya yang sangat khawatir. Nathan menangis mendengarnya. Pria itu mengangguk.
“Lakukan yang terbaik buat Nara, Mike. Om nggak mau dia kenapa-kenapa! Selamatkan Nara,” ucap Nathan pilu. Ia tidak siap jika anak perempuan satu-satunya itu harus meninggalkan dirinya sendirian di dunia ini.
“Aku akan urus semuanya, Om. Om Nathan tenang aja.” Mike berusaha menenangkan Nathan. Kemudian ia bergegas untuk mengurus pemindahan rumah sakit.
Setelah kepergian Mike, Nathan memasuki ruang inap Nara. Melihat anaknya lemah seperti itu, membuat Nathan merasa gagal menjadi seorang ayah. Ia tidak bisa menjaga Nara dengan baik. Baru saja Natha. Mendudukkan dirinya dekat brankas Nara, cewek itu membuka matanya pelan.
“Pa,” ucap Nara lirih. Bahkan, cewek itu masih sempat tersenyum di saat rasa sakit melanda tubuhnya.
Nathan mengusap surai Nara penuh kasih, lantas mengecup tangan kanan Nara yang terbebas dari selang infus.
“Kita harus berobat ke Inggris, mau ya?” Nara terdiam, menahan air mata yang mendesak keluar. Suara Nathan sangat memilukan. Nara sadar, mungkin, dirinya tidak akan selamat walau sudah melewati operasi dan sebagainya. Penyakitnya sudah kronis, Nara sadar itu.
Nara tersenyum. “Iya.”
Nara menatap ke langit-langit rumah sakit, berharap air matanya kembali masuk.
Ini yang membuat ia sedih. Pasti akan berat untuk meninggalkan orang yang kita sayang di dunia. Kadang, Nara berpikir untuk apa ia dilahirkan jika selama hidupnya ia harus menderita karena penyakitnya. Tapi, semakin dewasa Nara mengerti, jika hidup itu harus disyukuri. Ini adalah takdirnya.
_____________
“Gue anter lo pulang. Nggak ada penolakan!” tegas Kevin. Pemuda itu menarik tangan Luna untuk mengikutinya dari belakang. Kevin gemas karena Luna terus menolak ajakannya untuk diantar pulang. Bukannya ingin memberi harapan, Kevin merasa harus bertanggungjawab, karena Nara sudah membuat Luna shock akibat tamparan kerasnya itu.
“Nggak usah, Vin. Nanti Bu Nara malah marah sama gue.” Kevin menoleh ke belakang--menatap Luna yang terlihat takut dengan sekilas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Music From Badboy✓
Teen Fiction[teenfiction, romance] Dear my love teacher, I want to give you music. Listen, I hope I find you. Stay with me, don't go. ____________________________________________ "Bu, jadi pacar beneran saya mau nggak?" -Kevin Ezra Mahaprana "Kamu sadar gak sih...