Kevin tidak tidur semalaman. Ia sangat tidak sabar menunggu esok. Hari yang mungkin akan sangat indah bagi Kevin, atau mungkin bagi Nara juga.
Pemuda berlagak tengil itu juga memikirkan ke mana saja ia harus membawa Nara pergi. Ia ingin besok adalah hari yang tidak akan terlupakan untuk Nara. Esok haruslah menjadi hari spesial.
Keesokan paginya, Kevin bergerak cepat untuk menjemput Nara. Pagi-pagi sekali ia sudah meminta izin pada kedua orangtuanya. Rencananya, ia juga ingin meminta izin pada Nathan untuk membawa anak gadisnya pergi.
Hari ini Kevin hanya menggunakan kemeja lengan pendek khas pantai, celana jeans pendek berwarna hitam, dan sepatu putih. Pemuda itu memasuki mobil dengan percaya diri. Melihat kacamata hitam tergeletak di dashboard, Kevin langsung memakainya.
“Ih gila! Ganteng banget heran, ck, ck.” Beberapa detik kemudian, ia melepas kacamatanya.
“Takut Bu Nara pingsan liat gue yang gantengnya kelewatan.” Seperti itu katanya.
Jam 6 pagi Kevin berangkat dari rumah, dikarenakan rumah Nara yang tidak dekat dari rumah Kevin sendiri. Setelah sampai, dengan berani Kevin mengetuk pintu rumah Nara. Tampaklah sosok pria beruban dengan senyum menawan, mempersilahkan Kevin masuk, karena sudah mengenal pemuda itu.
“Makasih Om.” Nathan tersenyum, memperlihatkan kerutan-kerutan di sekitar pipi dan dahinya.
“Bu Naranya...”
“Masih siap-siap. Kalau bisa pulangnya jangan kemalaman ya.”
“Ashiap, Papa!” Dengan semangat, Kevin bertingkah seolah-olah Nathan adalah komandan yang harus di beri hormat.
“Papa?”
“Iya, Papa.” Kevin tersenyum, “mertua,” lanjutnya dalam hati.
Nathan terkekeh melihat tingkah Kevin. Pria itu menggelengkan kepalanya, tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya Nara berpacaran dengan bocah di depannya ini. Namun, ada rasa yang membuat Nathan percaya bahwa Kevin adalah pemuda yang bertanggung jawab. Tidak heran mengapa anaknya bisa jatuh dalam pesona Kevin, si bocah gila, kata Nara.
Walau Nara tidak mengatakannya, tapi Nathan tahu. Tahu, jika anak gadisnya jatuh pada Kevin. Nara berbeda dari biasanya. Nara yang diam, sedikit berubah menjadi banyak bicara. Apapun itu Nara ceritakan. Ia menjadi terbuka dengan Nathan. Satu hal yang Nathan suka adalah Nara menjadi sering tersenyum.
“Pa.” Kevin dan Nathan menoleh ke belakang bersamaan.
“Sudah siap jalan-jalan?” tanya Nathan iseng. Nara hanya mengedikan bahu acuh. Sementara Kevin tak henti-hentinya menatap Nara dengan kagum. Padahal, wanita itu hanya menggunakan dress putih selutut dengan sepatu kets berwarna senada dengan bajunya. Rambut yang Nara urai pun membuat guru musik Kevin itu terlihat anggun dan... spesial?
“Ya udah, Pa. Aku pergi dulu,” ucap Nara sambil menyalami Nathan.
Tersadar dari lamunannya, Kevin langsung berdiri tegak di depan Nathan. “Om Nathan, lapor, Kevin Mahaprana akan membawa Ibu Nara Clanton pergi. Laporan selesai.” Baik Nathan maupun Nara dibuat terkejut dengan tingkah pemuda itu.
Nathan terkekeh pelan. “Laporan saya terima. Bawa anak saya pulang dengan selamat,” ucap Nathan, mengikuti alur Kevin.
“Siap 76!” Nara berdecak melihat interaksi antara sang papa dan Kevin.
“Ayo,” ajak Nara. Kevin tersenyum, kemudian melambaikan tangan pada Nathan.
“Kurasa aku tahu kenapa akhir-akhir ini Nara banyak berubah,” lirih Nathan seraya menatap kedua punggung yang baru saja hilang di balik pintu utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Music From Badboy✓
Teen Fiction[teenfiction, romance] Dear my love teacher, I want to give you music. Listen, I hope I find you. Stay with me, don't go. ____________________________________________ "Bu, jadi pacar beneran saya mau nggak?" -Kevin Ezra Mahaprana "Kamu sadar gak sih...