SAJAK DARI LANGIT - PART 12

440 90 4
                                    

Jimi menganggukkan kepalanya. Sebelum pergi ke bandara, mereka menjemput Queisha. Mereka akan terbang ke Bali menggunakan pesawat pribadi. Alasan Jimi rela pergi adalah ia ingin kerjasama perusahaannya dan Queisha cepat berakhir, sehingga ia tidak lagi merasa terbebani setiap kali harus bertemu Queisha dan bertengkar dengan Kalani setelahnya.

"Kau pasti merasa terganggu karena pemberitaan kita. Bagaimana Kalani? Apakah dia baik-baik saja?" tanya Queisha ketika mereka sudah berada di dalam pesawat.

Jimi memberikan senyum tipis. "Kuharap dia baik-baik saja. Mari kita mulai rapatnya."

Ketika Jimi sudah tidak disibukkan dengan pertemuan dan pekerjaannya yang lain, ia mencoba menghubungi Kalani tapi panggilannya tidak diangkat. Sudah dua hari ia di Bali dan selama itu ia tidak mendapat kabar darinya. Salahnya meminta Langit membuat Kalani sibuk. Jimi menarik napas berat sekali lagi, ia merindukannya. Ia ingin mendengar suaranya. Ia ingin melihat senyumnya.

"Aku bisa gila," bisiknya pada dirinya sendiri.

"Kau baik-baik saja?"

Tanpa sadar Queisha sudah berada di belakangnya. Mereka sedang di sebuah pesta pembukaan hotel, pesta resminya sudah berakhir satu jam lalu tapi seperti biasa mereka melanjutkan pesta di klub. Jimi sendiri tidak terlalu menyukai minum alkohol, hanya saja kehidupannya di kelilingi hal seperti ini.

"Hanya mencari udara segar," jawab Jimi.

Queisha memberikan secangkir minuman padanya. "Kau tidak suka mabuk?"

"Begitulah."

Jimi memandangi pemandangan pantai di kejauhan dari balkon. Keramaian di dalam ruangan sangat berbeda dengan pantai yang tenang. Beberapa orang berjalan di pinggir pantai bersama orang tersayang, bergandengan tangan atau saling merangkul. Semakin dia melihat pemandangan itu, semakin ia merindukan Kalani lagi.

"Aku ingin menghubungi Kalani, tapi aku ragu apakah ia mau bicara denganku," Queisha tiba-tiba membuka suara.

"Kurasa dia butuh waktu lebih lama untuk berpikir."

Queisha mencoba tersenyum kecil. "Bagaimana pun Kalani sahabatku, aku akan mencoba bicara padanya nanti. Omong-omong, apakah kau tidak berniat kembali? Aku mau masuk sekarang."

Jimi berpikir sebentar sebelum berkata, "Kurasa aku membutuhkan alkohol malam ini." Ia membutuhkan sesuatu untuk melupakan Kalani untuk malam ini saja.

***

Kalani melipatkan tangannya di depan dada. "Katakan padaku."

"Kenapa aku merasa sedang ketahuan mencuri?" Kata Zeno berusaha bercanda.

"Sebaiknya kalian katakan padaku, aku serius."

Zeno, Binar, dan Erlangga saling menyenggol satu sama lain. mereka seperti memandang oase ketika Langit muncul dari dalam lift. Langit sendiri terlihat terkejut ketika melihat Kalani ada di rumah mereka. Ia sudah berusaha sebisa mungkin agar Kalani sibuk dalam dua hari ini.

"Aku menghubunginya beberapa saat lalu dan yang mengangkat justru selingkuhannya."

Kalani baru saja selesai dengan tugas lemburnya. Ia merasa akhir-akhir ini suasana hati Langit sangat tidak baik. Ia membuat sebagian besar orang lembur, termasuk Kalani sendiri. Ia selalu makan di kantor sambil bekerja. Tetapi, ada baiknya, dia tidak perlu pura-pura mengabaikan panggilan Jimi karena kali ini ia benar-benar sibuk untuk bisa mengangkat telepon darinya.

Hari ini Kalani memilih naik taksi. Ia terlalu lelah untuk naik bis, ia takut akan ketiduran di jalan. Dikeluarkannya ponselnya, ada sejumlah panggilan dari Jimi. Anehnya ada puluhan pesan yang dikirimkan Jimi. Kalani mengerut ketika membacanya. Sepertinya Jimi sedang mabuk sambil mengirimkan pesan.

Aku mencintaimu.

Maafkan aku.

Kau sangat cantik. Jadi kekasihku, ya?

Apakah kau sudah punya kekasih? Kenapa fotomu sangat cantik?

Kalani tiba-tiba merasa khawatir. Jimi jarang mabuk dan dia selalu bertingkah konyol ketika mabuk. Kalani segera menghubunginya, takut Jimi berbuat hal aneh.

"Halo, Jim. Kau dimana?"

"Halo, Kalani."

Kalani membeku ketika mendengar suara wanita yang menyahut. "Queisha?"

"Maaf, Jimi sedang mabuk. Aku sedang bersamanya, jadi aku mengangkat ponselnya."
"Kalian dimana? Aku akan menjemput Jimi."

"Tidak perlu. Aku sudah memanggil asistennya. Lagipula kami sedang berada di Bali, kau tidak tahu?"

Lagi-lagi Kalani membeku. Ia menggenggam ponselnya erat. "Apa – kalian benar-benar memiliki hubungan?" tanyanya. Kalani sudah lama sekali ingin menanyakan hal tersebut pada Queisha. Ia ingin tahu yang sebenarnya terjadi, tapi ia takut akan kehilangan Jimi dan juga sahabatnya.

"Kalau kekasihmu berbohong untuk pergi bersama wanita lain, apakah menurutmu dia memiliki hubungan?"

"Queisha, kau –"

"Ya, aku menyukainya, Kalani. Aku tahu ini sulit untukmu. Kapan-kapan kita harus bertemu dan bicara. Oh, asistennya datang, aku harus mengantar Jimi ke kamarnya. Selamat malam, Kalani."

Langit menutup matanya begitu mendengar penjelasan Kalani. Ia melihat wajah kekasih sepupunya itu yang berusaha sangat keras untuk tidak menangis. "Jimi memang bodoh, tapi aku tak menyangka ia bisa lebih bodoh daripada yang kukira. Jimi memang pergi ke Bali, ia tidak ingin kau tahu agar kau tidak semakin salah paham. Aku minta maaf tidak mengantakannya padamu lebih awal."

Kalani merosot ke lantai. Sejak ia bicara dengan Queisha, ia berusaha keras untuk tetap percaya pada Jimi. Karenanya ia datang ke rumah. Ia yakin Jimi sedang ada di rumah, sedangkan ponselnya tertinggal di kantor Queisha.

Kalani mulai terisak. Ia menelungkupkan wajahnya di kedua kakinya. Ia menangis sekeras-kerasnya. Rasanya ia benar-benar sudah kehilangan harapan. Ia tidak tahu apa yang harus ia percayai lagi.

Keempat Xavier yang bersamanya tidak berani mendekat atau bersuara. Mereka membiarkan Kalani menangis sementara mereka memperhatikan dengan rasa bersalah. Hampir setengah jam mereka berada dalam posisi seperti itu.

"Aku akan mengantarmu," kata Langit ketika tangisannya sudah reda.

Kalani tidak memiliki kekuatan untuk menolak. Ia sendiri yakin tak akan sampai ke rumah bila pergi sendiri. "Kumohon, jangan katakan pada Jimi soal malam ini," pintanya dengan suara serak."Aku ingin dia mengatakannya sendiri."

Mereka hanya bisa mengangguk.

***

"Akhirnya kau menghubungiku," kata Kalani dingin.

Jimi melakukan video call sesaat ia tiba di rumahnya. Ia ingin datang ke rumah Kalani, tapi sudah terlalu larut untuk berkunjung. Lagipula dengan suara nada Kalani yang masih seperti itu, mereka hanya akan bertengkar.

"Aku berusaha menghubungimu selama 2 hari, tapi kau tidak mengangkat ponselku. Sekarang kau marah karena aku baru menghubungimu hari ini?"

"Kau tidak menghubungiku karena aku sibuk? Bukan karena kau sibuk dengan kekasihmu yang lain di Bali?"

Jimi tertegun. "Kau tahu?"

"Jadi kau berusaha untuk tidak memberi tahuku? Apa kau meminta Langit untuk membuatku sibuk?"

XAVIERS - BTS FanfictionWhere stories live. Discover now