SAJAK DARI LANGIT - PART 23

352 55 6
                                    


Pesawat pribadi membawa mereka tiba lebih cepat dari seharusnya. Saat sore hari mereka sudah tiba di salah satu hotel mewah di Kota Fira – kota utama di Santorini - bernama Astro Palace Hotel & Suites. Biasanya saat mereka berlibur ke luar negeri, Jimi hanya akan memesan satu kamar. Mereka akan tidur dalam pelukan sepanjang malam, tapi kali ini berbeda. Jimi tahu Kalani masih kaku karena renggangnya hubungan mereka. Jadi ia memesan dua kamar yang saling bersampingan.

"Beristirahatlah sebentar, aku akan menjemputmu untuk jalan-jalan sore."

Kalani masuk ke dalam kamar dengan perasaan campur aduk. Dia teringat Arya kembali. Kalani menghembuskan napas panjang, ia mengecek ponselnya sekali lagi. Tidak dapat dipungkiri, dia mengkhawatirkan Arya. Ia tidak tahu pria yang dekat dengannya dalam beberawa waktu kemarin ada dimana. Ia tidak bisa menghubunginya dan Langit tidak mau memberi tahunya lebih jauh. Kalau ditanya apakah dia benar-benar jatuh cinta pada Arya, ia tidak tahu. Sekarang ini ia hanya merasa bersalah karena melibatkan Arya dalam hubungannya yang rumit. Terlebih dengan pergi bersama Jimi dan merasa bahagia, ia merasa sangat bersalah.

Agar berhenti merasakan rasa bersalah, Kalani mengalihkan perhatiannya dengan memperhatikan kamarnya yang luas bernuansa putih. Balkon kamarnya menunjukkan pemandangan menuju Kota Fira yang dipenuhi bangunan-bangunan putih yang indah, serta lautan yang luas dengan warna langit biru. Karena hari sudah sore, langit biru tersebut tercampur dengan warna jingga terang milik sang matahari. Mau tak mau membuat Kalani merasa bersyukur bisa melihat pemandangan sebaik yang ada di depannya.

Langit adalah arti namanya. Dulu pertama kali ia merasa suka pada Langit juga karena hal konyol tersebut. Karena Langit merupakan arti dari nama Kalani. Ia suka semua jenis langit. Langit biru di siang hari, langit dengan awan ketika hujan, langit ketika matahari terbit atau tenggelam, langit dengan bintang-bintang kecil. Terkadang ia merasa suasana hatinya ditunjukkan oleh langit yang ada. Seperti sekarang. Ia merasa warna jingga di langit itu menunjukkan kebahagiaan yang tersimpan di hatinya, tapi di saat yang sama ia takut akan malam yang akan menelannya.

Ketukan di pintu menyadarkannya. Ia segera membukakan pintu. Jimi muncul di depannya dan telah berganti pakaian, ia kali ini mengenakan atasan kaos berlengan pendek berwarna putih polos, celananya pendek selutut dengan warna biru cerah, ia mengenakan sandal santai yang terbuat dari kulit.

"Kau belum berganti baju?" tanyanya.

"Maaf, aku terlalu asyik melihat pemandangan."

Jimi memasang senyumnya. "Kebiasaanmu tidak berubah, aku sudah bilang tidak perlu minta maaf bila kau tidak salah. Lagipula kau cantik menggunakan apapun."

Pipi Kalani menghangat. Jimi benar-benar memperlakukannya seperti saat mereka masih menjadi sepasang kekasih. Dalam lubuk hatinya tentu saja lagi-lagi ada kupu-kupu yang bersorak. Seakan haus akan hal romantis yang biasa diberikan Jimi padanya sebagai makanan kupu-kupu tersebut.

"Tunggu sebentar, aku akan berganti baju."

Kalani segera berganti pakaian. Beberapa menit kemudian mendatangi Jimi yang menunggunya di lobby hotel. Jimi mengajaknya berkeliling kota. Berjalan kaki menyusuri jalan-jalan sambil melihat-lihat para turis lain yang juga menikmati suasana.

Sepanjang sore itu Kalani melupakan rasa bersalahnya dan memutuskan membiarkan kupu-kupu dalam hatinya mengambil alih akalnya. Kalani membiarkan lengannya digenggam oleh Jimi, membiarkan dirinya sekali lagi merasakan hangatnya bersama laki-laki yang dicintainya bertahun-tahun. Laki-laki yang juga masih dicintainya hingga sekarang.

***

"Kalani," panggil Jimi sesaat sebelum Kalani masuk ke dalam kamarnya. Hari keenam mereka berada di Santorini dan hampir semua wisata di tempat tersebut telah mereka jelajahi bersama. Menghabiskan waktu dari pagi hari hingga malam hari bersama. Besok adalah hari terakhir dan ia merasa malam ini adalah waktu yang tepat untuk bicara lagi dengan Kalani.

"Aku boleh ikut ke dalam kamarmu?" tanya Jimi ragu-ragu.

Kalani menganggukkan kepalanya. Ia mempersilahkan Jimi masuk. "Balkon?"

Jimi mengangguk. Ia telah lebih dulu menuju balkon kamar sementara Kalani membuat dua cangkir cokelat panas. Biasanya pada malam sebelumnya mereka akan bicara melalui balkon masing-masing yang bersampingan. Kalani tahu kemana Jimi ingin membawa pembicaraan malam ini. Malam sebelumnya Jimi tidak pernah membahas soal hubungan, mereka hanya bicara pada hal ringan-ringan. Sedikit pun Jimi juga tidak menyentuh pekerjaannya. Ia merasa Jimi sedikit berubah dari sebelumnya dan Kalani cukup terkesan.

"Jam berapa besok kita akan pulang?" tanyanya sambil menyerahkan cangkir pada Jimi.

Jimi terlihat kecewa dengan pertanyaan Kalani. "Apa kau ingin cepat-cepat liburan kita berakhir dan bisa menghilang lagi dariku?"

Kalani terdiam. Ia memperhatikan rawut wajah Jimi dan menyadari laki-laki di depannya terluka. "Apa aku terlihat tidak menikmati liburan bersamamu?"

Jimi mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak tahu."

Ia lalu menghembuskan napas panjang. Kepalanya ia sandarkan di kursi santai dan kakinya disilangkan. Ia menghirup cokelat panas yang diberikan Kalani. "Aku ingin tau jawabanmu."

"Jawabanku?"

"Jangan pura-pura bodoh. Aku menunggumu. Aku tahu kau tidak sepenuhnya memikirkanku saja dalam seminggu kita di sini. Kau memeriksa ponselmu setiap hari. Aku berusaha meyakinkan diriku kalau kau masih mencintaiku. Memikirkan liburan ini akan berakhir dan kemungkinan kau akan menjauh lagi dariku, rasanya seperti mimpi buruk. Kalau sekarang lah yang merupakan mimpi, maka aku tidak ingin bangun. Jadi kembalilah padaku, jadilah kekasihku lagi."

Kalani menghirup cokelat panas miliknya. "Jim, kurasa aku perlu berpikir sedikit lebih lama."

"Kenapa? Kau masih ragu bahkan setelah kita bersama lagi?" tanyanya. Ia masih tidak mau melihat ke arah Kalani. Wajahnya terlihat lelah.

"Aku tidak tahu cara menjelaskannya padamu. Aku bukannya ragu, tapi aku perlu menyelesaikan soal Arya. Kau mengerti maksudku?"

Jimi terdiam menatap Kalani. Jawaban Kalani terasa tidak jelas untuknya. Dia tidak ingin berharap meskipun Ia tidak mungkin bisa menerima bila Kalani menolaknya.

"Kau tidak sedang berpikir cara untuk menolakku kan?"

"Kau ingin kutolak?"

"Tidak," jawab Jimi cepat.

Jimi akhirnya bangkit dari sandaran kursinya. Ia menatap Kalani sambil menyembunyikan senyumnya. "Untuk pertama kalinya kau tidak menjawab pertanyaanku secara langsung, kuakui aku cukup kecewa. Sweetheart, kau harus segera memberiku jawaban. Aku tidak terlatih untuk menunggu jawabanmu."

Sudah lama Kalani tidak mendengar panggilan sayang dari mulut Jimi dan rasanya kali ini sungguh berbeda. Membuat jantungnya berdetak lebih keras lagi. Terutama karena Jimi menggodanya dengan senyuman manisnya. "Jangan lihat aku begitu."

Jimi justru semakin mendekatkan dirinya. Ia mengacak puncak kepala Kalani pelan, lalu bangkit. "Kalau aku berlama-lama di sini, aku akan tergoda untuk mengajakmu tidur bersama. Aku akan kembali ke kamarku sekarang."

"Kau bisa tidur di sini," sahut Kalani cepat dan pelan. Ia menggigit bibirnya sendiri yang dengan lancang mengatakannya, tapi ia tidak bisa memungkiri sangat merindukan Jimi sekarang.

"Apa?" tanya Jimi takut salah dengar.

"Kau bisa tidur si sini," ulang Kalani bertambah pelan. "Aku mimpi buruk kemarin, kau bisa menemaniku tidur."

Jimi lagi-lagi mengulum senyumnya. "Kau serius? Aku bahkan tidak berstatus kekasihmu sekarang."

Kalani cemberut. "Kalau kau tidak mau, kau bisa kembali ke kamarmu."

Jimi terkikik pelan. Ia segera masuk ke dalam kamar dan merebahkan dirinya di atas kasur. Tangannya terbuka seakan menarik Kalani untuk masuk ke dalam pelukannya. Kalani sendiri merasa hari ini adalah hari terbodoh yang pernah ia lakukan, tapi tubuhnya dan otaknya bertolak belakang. Entah keberanian dari mana ia bisa merebahkan dirinya disamping Jimi. Lengan Jimi yang besar segera menyelimuti dirinya. Ia tenggelam di pelukan Jimi.

"Selamat tidur, sayang," bisik Jimi sambil memejamkan matanya dan mengecup puncak kepala Kalani. Hatinya yang terasa beku selama berbulan-bulan lamanya seakan telah dihangatkan kembali. Kalani adalah miliknya, selamanya miliknya.

***

XAVIERS - BTS FanfictionWhere stories live. Discover now