SAJAK DARI LANGIT - PART 3

884 164 6
                                    

"Aku salah. Harusnya aku naik taksi saja dan menolak ajakan Langit."

"Aku marah bukan karena kau datang bersama Langit."
"Benarkah?" tanya Kalani tak percaya.

"Kau menolak tawaranku untuk mengirimkan supir untukmu, berencana naik bis, memilih naik taksi, dan berakhir naik mobil dengan laki-laki lain. Aku benar-benar merasa buruk."

"Langit bukan laki-laki lain, dia sepupumu."

Jimi menggenggam tangan Kalani yang ada di pipinya, menurunkannya karena merasa tak nyaman. "Bukan itu yang kumaksud. Kau kekasihku, tapi aku bahkan tidak bisa menjemputmu. Ini bukan pertama kalinya aku melakukan padamu, apa kau tidak kesal? Apa kau tidak terkesan dengan laki-laki yang selalu menjemput dan mengantarmu pergi?"

"Kantormu sangat jauh dari kantorku, Jim. Kalau kau memaksa menjemputku, kita berdua akan sama-sama terlambat dan membuat eyang menunggu lama. Dan, tidak, aku tidak terkesan. Aku hanya terkesan padamu, sayang."

"Apa kau menggombaliku untuk membujuk?"

Kalani tertawa kecil. Ia kembali mengelus pipi Jimi. Kadang ia merasa Jimi memang kekanakan, bagian yang tidak berubah sejak sekolah. Bagian yang kadang menimbulkan pertengkaran kecil di hubungan mereka. Hanya saja bagian tersebut juga ada di dalam di diri Kalani. Sehingga ia sadar 8 tahun yang berlalu ini, bagian tersebut sedikit banyak telah dapat diatasi dengan mudah dan pertengkaran kecil yang ada semakin memperkuat hubungan mereka setelahnya.

"Apa kau juga sibuk minggu depan?"

Jimi terlihat berpikir. "Aku belum lihat jadwalku. Ada apa?"

"Aku ingin berkencan," bisiknya.

"Bagaimana kalau lusa saja?"

"Lusa? Bukan kah lusa hari Senin? Kau tidak bekerja?"

"Besok ada acara bersama yang lain dan eyang, jadi aku tidak bisa mengajakmu besok. Lusa aku akan izin dari kantor, aku melihat jadwal dan tidak ada yang cukup berarti."

"Tapi, aku yang bekerja," jawab Kalani. Ia menggigit bibirnya bingung. Ia tidak mungkin izin seenaknya seperti Jimi.

"Siaranmu hari Senin jam 9 pagi, bukan?"

Kalani menganggukkan kepalanya. "Ya, itu hanya sejam. Hanya saja aku harus menulis script untuk acara lain."

"Apakah kau bisa izin setelah siaran?"

Kalani menggigit bibirnya tak yakin. "Aku akan bicara pada Pak Arya."

Ting! Lift berbunyi kembali. Binar kembali muncul dari dalam lift. "Sebaiknya kalian naik, eyang mulai merasa kau benar-benar memonopoli Kalani, Jim. Jangan sampai eyang mencabut hak warismu," candanya.

Kalani mendengar suara ayahnya tertawa keras dari teras rumah. Ia baru saja selesai bersiap-siap sebelum pergi kerja. Ia menghampiri bunda di dapur yang sedang menyiapkan makan pagi.

"Ayah bicara dengan siapa, bunda?"

"Kau tidak tahu Jimi menjemputmu?" tanya bunda balik. "Panggil mereka untuk sarapan sana."

Kalani menuruti perintah bunda. Jimi telah duduk bersama ayahnya sambil bermain catur. Ia mengenakan setelan atasan kaos hitam dengan dilapisi kemeja kotak-kotak berwarna paduan merah dan hitam, celana kain hitam ketat, dan sepatu boots kulit yang juga berwarna hitam. Dia berpakaian seperti ia masih berumur 17 tahun.

"Ayah, Jimi, bunda bilang waktunya sarapan."

Ayah dan Jimi menghentikan permainan catur. Seperti halnya Kalani diterima dengan hangat di keluarga Xavier, begitu pula Jimi yang diterima sangat baik oleh kedua orang tua Kalani. Sering kali saat Jimi datang ke rumah, justru bukan mengobrol dengan Kalani. Kadang juga Jimi membawakan banyak makanan.

XAVIERS - BTS FanfictionWhere stories live. Discover now