"Aku juga. Aku ingin Jimi. Tidak, sebenarnya bukan Jimi yang kuinginkan. Aku ingin perusahaan ayahku dan Xavier Grup yang bisa membuatku mendapatkannya."
"Apa maksudnya?"
Ia tersenyum, tapi senyumnya bukan senyum manis yang biasa Kalani lihat di wajah cantik Queisha. Senyum yang di baliknya terasa dingin. "Kau tahu kenapa aku pindah setelah lulus sekolah?"
Kalani diam, tidak ingin meresponnya.
"Orang tuaku bercerai karena ayahku selingkuh. Selama ini ternyata aku punya seorang adik laki-laki, dia masih sekolah menengah sekarang. Tak cukup sampai di sana, ayahku bilang dia mungkin akan memberikan semua perusahaannya pada adikku karena dia laki-laki dan lebih pintar dariku. Dia bilang aku hanya bermodalkan wajahku dan karenanya dia mengatakan bila aku ingin mendapatkan perusahaan aku harus menggunakan modalku. Aku harus menikah dengan keluarga Xavier. Sebenarnya targetku bukan Jimi, tapi ia telah ditetapkan menjadi pewaris utama, jadi kurasa pilihan terbaik adalah merebut Jimi darimu," jelasnya. Ia sama sekali tidak terlihat bersalah dengan penjelasan yang menyakitkan tersebut untuk Kalani.
"Jadi yang kau lakukan karena bisnis?"
"Tentu saja. Hidupmu sangat baik, bukan? Kau punya keluarga yang damai, kau punya pekerjaan yang layak, kau punya sahabat yang baik – Dinda maksudku karena kau sudah pasti menganggapku jahat sekarang, kau tidak perlu ketakutan akan hidupmu. Jadi bukan kah memberikan Jimi pada hidup sahabatmu yang berantakan ini bukan masalah? Bila kau ingin menjadi bagian keluarga Xavier, bukan kah kau tinggal memilih saja? Kurasa salah satu dari mereka siap berlutut di depanmu? What a wonderful life, right?"
Kalani meremas jemarinya. Ia berusaha keras untuk tidak menampar wanita di depannya. Dia juga menggigit bibirnya untuk mencegah dirinya menangis. Queisha adalah sahabat pertamanya sebelum ada Dinda. Dia datang bertemu dengan Queisha sekarang juga sedikit banyak ingin berusaha memperbaiki hubungan persahabatan mereka. Tetapi, bila seperti ini, Queisha sangat keterlaluan.
"Apa kau pikir seorang pewaris utama Xavier pantas untukmu, Kalani? Ayolah, pikirkan lagi. Kau bahkan tidak bisa minum, kan? Apa kau pikir keluarga Xavier tidak suka berpesta dan bergaul dengan banyak orang? Kuberi tahu satu hal, Kalani. Pesta semacam ini adalah bagian yang harus kaum kami lakukan."
"Kaum? Apa kau hidup di abad 19? Kau hidup berdasarkan kasta?"
Queisha kembali tertawa. Kali ini terdengar berlebihan. "Kau lihat orang-orang di sini? Kalau manusia sekarang tidak peduli dengan kasta, mereka tidak akan di sini. berkumpul dan bersenang-senang. Sadarlah, Kalani. Kau memang bukan bagian dari kami."
Kalani mulai terpancing. Ia mengambil gelas di depannya dan meminumnya sampai habis. Ia meletakkan gelasnya dengan keras. "Tidak semua berpikir sama seperti pikiran kotormu, Queisha. Aku tidak minum bukan karena aku tak kaya sepertimu, tapi orang tuaku hanya mengajarkanku yang baik. Kau benar, hidupku bahagia. Aku merasa kasihan karena orang tuamu bercerai dan kau harus merasa seperti ini, tapi Jimi adalah segalanya untukku. Aku tidak akan memberikannya pada siapa pun, terutama pada wanita licik sepertimu."
Kalani segera berdiri, tapi ia merasa tiba-tiba lantai bergoncang. Seperti gempa. Ia memukul kepalanya sekali tapi justru membuatnya semakin bergoyang. Dia limbung kalau saja Queisha tidak menangkapnya.
"Ups, sepertinya pelayanku salah memasukkan minuman ke gelasmu," bisiknya. "Kurasa kau masih belum bisa pulang."
Bab 16
"Kurasa Kalani akan suka," Jimi mengatakannya sambil tersenyum senang.
Rumah yang ditunjukkan Rayi padanya sesuai sekali dengan keinginan Kalani. Rumah yang dipenuhi dengan tanaman hijau, kaca, juga lantai bernuansa kayu. Bahkan bagian kamar, atapnya dapat dibuka dan dilapisi dengan kaca tembus pandang sehingga dapat melihat langit. Jimi tahu Kalani suka sekali dengan langit.
"Kapan kau ingin memberi tahu Kalani?"
"Saat ulang tahunnya, tentu saja. Ayo kita pulang."
Jimi dan Rayi pulang menggunakan mobil Jimi, meskipun yang menyetir adalah Rayi. Mobil Rayi sendiri sudah dibawa oleh salah satu supir mereka ke rumah. Setelah pulang kerja tadi sore, ia mendatangi sepupunya di kantor pusat. Sesuai pembicaraan tadi pagi, Rayi menyiapkan unit rumah yang diinginkan Jimi sejak lama.
"Kau benar-benar yakin Kalani akan menerimu, hah?"
Jimi tersenyum kecil. "She belongs to me and I belong to her."
Rayi menggelengkan kepalanya. "Kenapa kau melukainya kalau kau tergila-gila seperti ini padanya?"
Senyum Jimi menghilang. "Jangan membahasnya lagi. Aku juga tahu betapa bodohnya aku. Kalau aku tidak melakukannya, dua hari dari sekarang Kalani benar-benar sudah menjadi milikku."
Ponsel Jimi berbunyi. Ia menyalakan speaker mobil yang terhubung dengan ponselnya. Bodyguard yang menjaga Kalani menghubunginya. Perasaannya tiba-tiba tak enak.
"Maaf, Tuan Jimi. Nona Kalani masuk ke tempat Anda larang. Saya terpaksa mendekati Nona Kalani, tapi ia tetap bersikeras untuk masuk."
"Tempat yang mana?" tanya Jimi. Karena ia memberikan beberapa daftar larangan untuk pencegahan Kalani menemui Queisha.
"Rumah pribadi."
"Berapa lama ia sudah masuk ke sana?"
"Baru saja."
Rayi segera memutar setir mobilnya menuju rumah Queisha. Ia juga sudah tahu soal perusahaan keluarga Queisha yang bermasalah. Mereka semua sudah tahu, Jimi telah membicarakannya dalam meeting gabungan. Hanya tinggal menunggu sedikit bukti untuk benar-benar bisa memutus kontrak secara utuh. Kemungkinan juga Jimi berniat untuk melaporkannya pada pihak berwajib tentang penemuan tim penyelidik perusahaan mereka tentang penggelapan yang ada di perusahaan Queisha.
"Kalani belum tahu tentang Queisha?" tanya Rayi.
"Aku baru memberi tahunya secara singkat," jawab Jimi. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Apa kau bisa lebih cepat?"
Rayi segera melajukan mobil lebih kencang. Ia berkonsentrasi karena jalanan Jakarta yang padat malam hari ini, beruntung tidak macet. Ketika mereka sampai di tempat, Danis telah menunggu mereka. Gerbang terkunci dan penjaga mereka menolak membuka pintu.
Jimi mengambil ponselnya di saku jas dan menghubungi Queisha. "Kau sebaiknya membuka pintu," ucapnya begitu panggilan diangkat.
"Wow, tenang, Tuan Jimi. Maafkan para penjagaku tidak membuka pintu untukmu."
Rayi segera melajukan mobilnya masuk saat gerbang dibuka, Danis mengikuti mereka di belakang. Jimi dengan terburu-buru masuk ke dalam rumah yang sedang ramai orang tersebut. beberapa orang menyadari keberadaannya, tentu saja beberapa di antaranya juga adalah rekan bisnis keluarganya. Ketika ia menemukan Kalani, wanitanya sedang menyandarkan kepalanya di salah satu bahu pria tak dikenal. Queisha ada di sampingnya sambil tersenyum.
"Selamat datang, Jimi. Maaf, aku tahu seharusnya tak membuat Kalani mabuk. Pelayanku melakukan sedikit kesalahan."
"Kau sebaiknya menjauh darinya," kata Jimi pada pria yang ada di samping Kalani. Pria tersebut sepertinya tahu siapa Jimi, karenanya dia langsung pergi.
Kalani merosot karena sandarannya pergi. Jimi segera menangkapnya sebelum kepalanya terjatuh. Ia mengeluarkan sebuah flashdisk dari sakunya dan melemparkannya begitu saja di depan Queisha. Ia lalu membawa Kalani dalam gendongannya.
"Kau berlebihan, Jimi. Laki-laki itu hanya membantu agar Kalani tidak jatuh."
"Kau tentu penasaran dengan isinya, kuharap kau belajar dengan benar dalam bisnis setelah melihatnya."
Jimi segera pergi membawa Kalani yang mabuk berat. Rayi menatap Queisha sebelum pergi, ia berkata, "Kau tahu maksudnya? Sekali kau menyentuh Xavier Group atau keluarga kami lagi, flashdisk lain akan membawamu dan ayahmu dalam sel penjara. Dan, kalau kau tidak tahu, Kalani termasuk dalam keluarga Xavier bahkan sebelum mereka menikah. Good bye, Miss Sherman."
***

YOU ARE READING
XAVIERS - BTS Fanfiction
RomantikCast Jimi Xavier - Jimin BTS Binar Xavier - SUGA BTS Rayi Xavier - RM BTS Zeno Xavier - Jungkook BTS Dean Xavier - J-Hope BTS Erlangga Xavier - Jin BTS Langit Xavier - V BTS Xavier Universe, dimana 7 orang rupawan hidup dan dalam pencarian menemuka...